Mempertimbangkan Reward, Pendekatan Lain dalam Penegakan Disiplin Protokol Kesehatan

by | Feb 20, 2021 | Birokrasi Berdaya | 1 comment

Tak terasa, kehadiran Covid-19 sudah hampir merayakan ulang tahun pertamanya di Indonesia. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, tetapi semakin hari virus ini kian menyebar. Mari kembali menengok awal kemunculan virus ini.

Ketika itu, pemerintah memulai dengan himbauan kepada masyarakat untuk belajar, bekerja, beribadah di rumah,  serta larangan mudik dan cuti bagi aparatur sipil negara. Fase selanjutnya, kita memasuki masa adaptasi kebiasaan baru atau biasa disebut new normal.

Pada fase ini, kita mulai terbuka terhadap realita tetapi tetap waspada melalui penerapan serangkaian protokol kesehatan. Beberapa aktivitas masyarakat mulai dari bekerja, berbelanja, hingga berwisata telah diperbolehkan oleh pemerintah dengan dibarengi protokol kesehatan.

Protokol kesehatan tersebut terdiri dari kewajiban untuk selalu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak selama melakukan aktivitas di luar rumah. Penerapan protokol kesehatan yang ada di masyarakat juga dibarengi dengan penerapan sanksi bagi pelanggarnya, sebagai alat check and balance pada kehidupan bermasyarakat.

Kebijakan Penanganan Covid-19 yang Belum Efektif

Melalui pemberitaan media, hampir setiap hari kita disodori informasi mengenai razia protokol kesehatan serta hukuman bagi yang melanggarnya. Jenis-jenis hukuman ini mulai dari hukuman sosial berupa membersihkan jalan, penerapan denda, penutupan tempat usaha, hingga hukuman pidana.

Yang cukup menggemparkan kita semua saat MRS (inisial salah satu tokoh masyarakat), dan beberapa anggota masyarakat yang terafiliasi Front Pembela Islam (FPI), harus terseret ke meja hijau atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada acara Maulid Nabi dan pernikahan putri MRS di Petamburan.

Kejadian ini turut pula menyeret dua kepala daerah untuk diperiksa oleh pihak berwenang serta membuat adanya pejabat kepolisian yang dicopot dari jabatannya. Berbagai ‘hukuman’ tersebut, tampaknya belum cukup untuk membuat masyarakat patuh terhadap prokes dan membuat Covid-19 lenyap. Setiap hari kita masih melihat dan mendengar bertambahnya jumlah pelanggaran protokol kesehatan di masyarakat.

Senada dengan jumlah pelanggaran protokol kesehatan, penambahan kasus positif juga tidak kunjung mereda. Pada bulan Januari 2021, angka kasus positif Covid-19 telah menembus angka 1 juta kasus serta mencatatkan empat kali pemecahan rekor jumlah kasus harian tertinggi.

Dikutip melalui laman covid19.go.id, empat kali pemecahan rekor kasus harian tertinggi terjadi pada tanggal 14 Januari 2021 atas 11.557 kasus positif. Sehari berselang, 12.818 orang terkonfirmasi positif Covid-19. Lalu, pada tanggal 16 Januari 2021 atas 14.224 kasus dan yang terakhir pada tanggal 30 Januari 2021 atas penambahan 14.518 kasus positif.

Mempertimbangkan Reward

Berangkat dari realita di atas, Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas pada 31 Januari 2021 mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan pencegahan penyebaran virus Covid-19 selama ini belum efektif. Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa diperlukan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang lebih tegas dan konsisten dalam menghalang penyebaran virus Covid-19.

Menjadi sebuah pertanyaan, “Apakah selama ini kita telah mengambil kebijakan yang benar dalam memutus penyebaran Covid-19?” Dalam menjawab pertanyaan tersebut, mungkin kita perlu mempertimbangkan pendekatan lain dalam memutus penyebaran Covid-19.

Setelah berbagai usaha serta pemberian punishment bagi pelanggar protokol kesehatan tidak cukup mampu untuk membuat jera dan mengubah perilaku kita, usaha lain yang patut dipertimbangkan yaitu dengan pemberian reward.  Pemberian reward menjadi sebuah alternatif cara untuk mengubah perilaku seseorang atau peserta didik.

Pemberian penghargaan dinilai mampu untuk memberikan motivasi kepada seseorang untuk mengubah perilakunya. Cara-cara seperti inilah yang belum pernah kita coba dalam mengubah perilaku masyarakat yang kurang disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.

Setidaknya, kita dapat memberikan poin tambah kepada orang-orang yang disiplin menjalankan protokol kesehatan. Pemberian penghargaan tidak hanya ditujukan kepada masyarakat yang patuh menggunakan masker, tetapi juga untuk pemilik warung, kafe, restoran, tempat hiburan, dan pusat perbelanjaan yang patuh terhadap penerapan protokol kesehatan (pembatasan jam operasional dan pengunjung).

Tidak berhenti disitu, penghargaan juga dapat diberikan kepada para pengusaha atau kantor yang taat terhadap pembatasan pegawai yang bekerja di kantor ataupun kepala rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) yang dinilai mampu menerapkan protokol kesehatan serta mampu menekan penyebaran Covid-19 di lingkungannya.

Tentu penghargaan tersebut tidak selalu dalam bentuk yang besar atau dengan memberikan sejumlah uang yang bernilai fantastis, seperti bonus atlet yang menang dalam olimpiade. Penghargaan tersebut bisa diberikan dalam bentuk sertifikat, pemberian pin, stiker, atau benda-benda lain yang bisa dijadikan konten di media sosial.

Tak melulu dalam berbentuk uang, yang terpenting bagaimana hal tersebut dapat dijadikan sebuah konten dalam memberikan pesan yang baik bagi masyarakat. Terlebih di era digital, pemerintah harus dapat tanggap terhadap perkembangan digital yang ada termasuk mampu memanfaatkan gaung viral media sosial.

Maka, semakin banyak konten positif atas penghargaan penerapan protokol kesehatan di media sosial diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga protokol kesehatan, yang pada akhirnya berimplikasi dalam memutus rantai penyebaran Covid-19.

Epilog

Pola pemberian penghargaan, terhadap pihak tertentu yang disiplin, diharapkan menjadi trigger kepada yang lain. Terutama kepada orang atau pihak yang tingkat kedisiplinannya masih rendah terhadap protokol kesehatan, atau kepada masyarakat yang masih menganggap bahwa Covid-19 adalah konspirasi alias sebenarnya tidak benar-benar ada.

Walaupun pendekatan ini akan menghadirkan beberapa pihak yang hanya memiliki motivasi untuk mendapatkan hadiah dibandingkan kesadaran pribadi atas penerapan protokol kesehatan, tetapi langkah ini perlu dipertimbangkan. Mengingat sejauh ini, memang belum ada formula atau kebijakan yang pas dalam mengatasi krisis Covid-19, di negara manapun.

Berbagai negara dibuat kewalahan oleh virus yang berukuran sekitar 60-140 nanometer ini. Terlebih, pendekatan pemberian penghargaan ini dapat dilaksanakan untuk sementara, sampai terjadi pembiasaan dan peningkatan kesadaran pada mayoritas masyarakat terhadap pentingnya disiplin protokol kesehatan.

Pendekatan-pendekatan yang di luar kebiasaan normal patut dicoba dalam menghadapi realita pandemi Covid-19, yang jauh dari tatanan normal.

1
1
Oki Kurniawan ◆ Professional Writer

Oki Kurniawan ◆ Professional Writer

Author

ASN Analis Kebijakan di Biro Hukum dan Humas Lembaga Administrasi Negara. Alumni Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Unpad. Suka menulis dan memiliki ketertarikan pada bidang pengembangan kompetensi SDM, politik, kebijakan publik dan isu-isu sosial lainnya. Dapat dihubungi melalui alamat email [email protected] atau bisa di follow instagram @oki_kurnia1 untuk kenal lebih dekat.

1 Comment

  1. Avatar

    Pilkada serentak tidak dipertimbangkan dan disebut dalam tulisan

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post