Krisis Politik dan Diplomasi Air Sungai Bangladesh – India

by Saiful Maarif ♣️ Expert Writer | Sep 27, 2024 | Birokrasi Berdaya, Politik | 0 comments

Image result for bangladesh india

Diplomasi yang Kian Menegang

Hubungan Bangladesh dan India hari-hari ini diwarnai diplomasi yang cenderung kikuk, untuk tidak menyebutnya menegang. Setelah melepas jabatan selaku Perdana Menteri Bangladesh karena tekanan di dalam negeri dan rusuh di mana-mana, Syeikh Hasina melarikan diri ke India. 

Kepergian Hasina menyiratkan banyak hal di tengah situasi tidak menentu di Bangladesh. Meski coba diredam beberapa pihak, ketegangan ini tak pelak turut mewarnai diplomasi dua negara bertetangga ini dengan cukup intens.  

Rakyat Bangladesh menginginkan ekstradisi Hasina dan mempertanggungjawabkan kebijakannya selama ini, bukan hanya pada saat kepemimpinannya menjelang kerusuhan Bangladesh pada bulan Juli, namun juga pada saat dua dekade kepemimpinannya. 

Tuntutan ini membuat posisi India menjadi sulit, karena pada dasarnya hubungan dengan Hasina selama ini terjalin dengan baik. Bagi India, Bangladesh selama ini berhasil mengembangkan diri menjadi negara yang bukan memenuhi kekhawatiran India, yakni menjadi “Afghanistan kedua”. 

India khawatir, negara tetangganya tersebut menjadi basis gerakan Islam garis keras sebagaimana Afghanistan. India mungkin menyadari, dilema diplomasi dan riak-riak ketegangan dengan Pakistan sudah menjadi masalah tersendiri. 

Bangladesh dan India: Sejarah Panjang Kerja Sama dan Ketegangan

Menambahnya dengan problem Bangladesh akan menyulitkan mereka sendiri dalam kancah politik kawasan. Pandangan ini mendorong India, sedari awal berdirinya Bangladesh, menjalin hubungan yang produktif dengan penguasa Bangladesh. 

India memainkan peran yang sangat signifikan saat berlangsung Perang Kemerdekaan pada tahun 1971. Bantuan mereka pada Bangladesh melawan Pakistan memungkinkan kemerdekaan bisa diraih rakyat Bangladesh meski kemudian diiringi dengan beragam kepentingan ekonomi dan politik. 

Sejak saat itu, hubungan diplomatik keduanya mengalami pasang surut hingga pada tahun 2010 Hasina berhasil menumpas kelompok teroris anti-India dalam diri United Liberation Front of Assam (UNLFA). Keberhasilan Hasina menandai era hubungan mesra kedua belah pihak.   

Sayangnya, kemesraan yang dibangun lebih berpusat pada kepentingan elite penguasa
dan tidak merambah pada rakyat Bangladesh secara umum.
Kebijakan yang dikembangkan selama ini antara Bangladesh dan India
banyak diwarnai kepentingan sepihak elite Bangladesh yang memicu kekecewaan dan bara dalam diri rakyat Bangladesh. 

Kesumat ini mengkristal dan meletup saat aksi demonstrasi besar-besaran yang diinisiasi mahasiswa dan pelajar Bangladesh yang mampu menggulingkan Hasina dan pada gilirannya memicu kekacauan di seluruh penjuru negeri. 

Selepas Hasina mundur, setidaknya terjadi 52 kasus kekerasan berbasis agama di berbagai distrik di Bangladesh. Umat Hindu, Buddha, dan Kristen dilaporkan mendapat serangan rasis. 

Pemerintahan sementara Bangladesh yang dipimpin Mahmud Yunus menyampaikan bahwa kondisi yang dihadapi Bangladesh dapat dikendalikan dan cukup kondusif meski hal ini tidak cukup memberi ketenangan pada pemerintah India. 

Problem serangan rasis belum cukup mereda, terdapat problem lain yang membayangi Bangladesh yang membutuhkan penanganan serius, yakni tata kelola sungai yang membelah kedua negara khususnya Bangladesh.    

Eskalasi politik-ekonomi               

Bangladesh dan India adalah negara yang bertetangga. Dalam posisi bersebelahan, mereka dipisah oleh setidaknya 52 garis perbatasan langsung dan 57 sungai lintas batas yang langsung menuju Bangladesh dari India. 

Secara budaya, mereka banyak memiliki kesamaan. Dalam persoalan ekonomi dan politik, keduanya juga banyak memiliki keterkaitan, salah satunya adalah tata kelola air. 

Beberapa waktu belakangan, Bangladesh dan beberapa negara bagian di timur India mengalami hujan deras yang menyebabkan banjir besar di Bangladesh. Negeri yang banyak memiliki masalah bencana alam ini harus menghadapi banjir untuk kesekian kali.  

Bangladesh tidak melihat banjir ini sebagai murni gejala alam. Persinggungan tata kelola sungai di negara bagian Assam, Tripura, dan Meghalaya di India di satu pihak dan Bangladesh di sebelah utara mendorong Bangladesh menuduh India sebagai penyebab banjir karena membuka pintu air di beberapa kawasan. 

Sebanyak kurang lebih 1 juta warga Bangladesh terdampak bencana banjir ini. India tentu saja menolak tuduhan ini. Hal ini menunjukkan satu hal penting, terlepas siapapun pemimpin Bangladesh selanjutnya, bahwa negosiasi tentang air sungai merupakan hal penting dan mendasar bagi Bangladesh.

Krisis Pengelolaan Air: Sungai Teesta Sebagai Sumber Konflik

Ekonomi Bangladesh memiliki hubungan yang kuat dengan sungai-sungainya. Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization – FAO) memperkirakan bahwa pertanian menyumbang 17,5% dari PDB Bangladesh, 70,1% dari luas daratan, dan 48,4% dari tenaga kerja negara tersebut. 

Air dari sungai sangat penting untuk produksi pertanian yang sangat besar ini. Karena hanya ada sedikit hujan di daerah ini selama musim dingin, para petani harus bergantung pada sistem irigasi. 

Sebagian besar proyek irigasi telah mencakup proyek antara lain Ganga-Kapotakkho, proyek Karnofuli di Chattogram, dan proyek Teesta di Rangpur.  Sementara itu, rata-rata luas lahan irigasi di negara itu adalah 42%, irigasi mencakup 83% lahan subur di cekungan Teesta, yang berpusat di Bendungan Teesta. 

Bangladesh dan India berbagi 54 sungai,
dengan India mengendalikan sebagian besar air di 43 sungai di antaranya.
Kedua negara telah membahas penyelesaian masalah pembagian air beberapa kali, tetapi hasilnya tidak pernah meyakinkan. 

Bendungan atau sungai Teesta tetap menjadi pusat kepentingan bersama, setelah sebelumnya menyepakati dibangunnya bendungan Farakka pada  1996. Pada tahun 2011, Perdana Menteri India saat itu, Manmohan Singh mengunjungi Dhaka. 

Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari Negosiasi Air yang Buntu

Sejatinya, Perjanjian Teesta akan segera ditandatangani. Menurut ketentuannya, perjanjian yang berlangsung selama 15 tahun itu akan menetapkan hak Bangladesh atas Sungai Teesta sebesar 37,5 persen dan hak India sebesar 42,5 persen. 

Namun begitu, Kepala Menteri Benggala Barat, Mamata Banerjee menentangnya. Sikap Banerjee masih berlaku hingga kini dan pengelolaan air sungai kedua negara tetap dalam labirin masalah. Sungai Teesta akan menjadi masalah yang berkelanjutan. Dibutuhkan sikap yang tepat untuk mengurusnya. 

Menurut analisis Bank Dunia berjudul Groundswell: Preparing for Internal Climate Migration, yang diterbitkan pada tahun 2019, 4,1 juta warga Bangladesh mengungsi akibat bencana alam pada tahun 2019 dan 13,3 juta lainnya dapat mengungsi pada tahun 2050. 

Sebagian besar kondisi ini bergantung pada hasil negosiasi air sungai Teesta. Karakteristik geologi Bangladesh sangat tergantung pengaturan aliran sungai sepanjang musim hujan dan musim kemarau.  

Hal ini mengundang keprihatinan banyak pihak. Tergantung terus kepada India, nasib Bangladesh seperti tersandera dalam posisi yang inferior. 

Tantangan Pemerintahan Bangladesh: Membangun Stabilitas dan Otonomi

Imtiaz Ahmed, Profesor Hubungan Internasional di Dhaka University mengatakan bahwa Bangladesh tidak dapat menunggu lebih lama terhadap kondisi yang berlangsung. Bangladesh dapat melanjutkan negosiasi dengan India, tetapi prospek mereka untuk setuju berbagi air dengan Bangladesh masih tipis. 

Dalam posisi tersebut, Bangladesh sekarang harus mengembangkan sistem pengelolaan banjirnya. Pemerintah Bangladesh harus menganggap serius konservasi sungai. 

Semua pihak di Bangladesh harus meyakini bahwa sungai-sungai Bangladesh sebagai “entitas hidup,” dan siapa pun yang merusaknya akan dikenakan hukuman untuk mengekang polusi dan eksploitasi sungai-sungai ini. 

Mungkin sulit bagi Bangladesh untuk mengambil semua tindakan sekaligus, tetapi sudah saatnya bagi Bangladesh untuk membuat penyesuaian tertentu untuk menunjukkan stabilitasnya. 

Pada saat yang sama, Bangladesh juga harus fokus untuk mendesak tetangganya untuk menemukan titik kesepakatan bersama mengenai pembagian air. Di tengah transisi pemerintahan Bangladesh, tugas dan tanggung jawab seperti ini jelas merupakan beban tidak ringan yang harus dipikul pemerintahan baru.

Indonesia dapat memetik pelajaran penting dari dinamika hubungan diplomatik Bangladesh dan India. Ketergantungan Bangladesh pada sumber daya yang dikuasai tetangga, seperti air sungai, menunjukkan betapa pentingnya kemandirian dalam mengelola sumber daya alam untuk menghindari konflik lintas batas.

Bagi Indonesia, pelajaran ini relevan dalam upaya memperkuat diplomasi lingkungan dan regional, terutama dalam konteks pengelolaan sumber daya bersama dengan negara-negara ASEAN. Selain itu, penguatan kebijakan konservasi dan tata kelola lingkungan menjadi krusial untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dan menjaga stabilitas sosial di masa depan.

*) Saiful Maarif, peminat isu internasional dan pegiat Birokrat Menulis

1
0
Saiful Maarif ♣️ Expert Writer

ASN pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama. Juga seorang analis data dan penulis lepas sejak tahun 1999.

Saiful Maarif ♣️ Expert Writer

Saiful Maarif ♣️ Expert Writer

Author

ASN pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama. Juga seorang analis data dan penulis lepas sejak tahun 1999.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post