Israel Memerangi Bangsanya Sendiri

by | Jun 24, 2025 | Birokrasi Efektif-Efisien, Politik | 0 comments

Perang Iran dan Israel yang belum lama meletus menimbulkan banyak duka kemanusiaan dalam bentuk kerugian material dan imaterial. Perang kerap menimbulkan kerugian masif yang memilukan. Lebih lagi, keputusan perang kerap tidak memiliki mata batin dalam menentukan alasan dan sasaran serangan. 

Perang membutakan kenyataan bahwa sesungguhnya dalam diri bangsa Iran terdapat komunitas Yahudi yang telah lama berkembang. Komunitas tersebut adalah Yahudi Iran yang merupakan komunitas Yahudi terbesar di luar Israel. 

Kini, komunitas tersebut menghadapi risiko sengkarut perang melawan Israel dan kematian sebagaimana warga Iran lainnya.

Dalam perang ini, Israel tidak menimbang bahwa dalam struktur masyarakat Iran terdapat umat Yahudi yang hidup dan berkembang secara signifikan. 

Keberadaan Umat Yahudi di Iran, Jordania, dan Irak

Kondisi ini dimungkinkan, karena pada dasarnya di Iran hidup komunitas Yahudi yang dilindungi secara hukum. Umat Yahudi Iran tersebar di berbagai wilayah di Iran, terutama di Teheran, Isfahan, dan Shiraz. Israel seperti menutup mata terhadap kenyatan ini. 

  • Umat Yahudi di Iran secara umum berbeda dengan keberadaan umat Yahudi di negara Arab lainnya. Keberadaan Yahudi di Iran relatif masih bertahan dibanding negara sekitar. 
  • Jordania dan Irak, yang lebih memiliki kedekatan geografis dengan Israel, tidak memiliki komunitas Yahudi sebanyak dan serukun Iran. 
  • Jordania yang memiliki perbatasan langsung dengan Israel dan cenderung mencegah serangan Iran ke Israel, justru tidak memiliki imigran Yahudi yang signifikan. 
  • Keberadaan dan kiprah Yahudi Iran diakui sehingga keterwakilan mereka di majelis, parlemen Iran, dapat diraih meski hanya mendapatkan satu kursi.        

Bersama Kristen dan Zoroastrian, umat Yahudi Iran diakui sebagai minoritas agama di bawah konstitusi Republik Islam Iran. 

Konstitusi ini ditandatangani Ayatullah Khomeini tahun 1979 dengan segala paradoks dan kesan tarik ulurnya: satu sisi Khomeini menjadikan anti-Zionisme sebagai pilar utama ideologi Republik Islam Iran, namun sisi lain ia mengakui bahkan melindungi umat Yahudi Iran.

Sedikit banyak, umat Yahudi Iran mengalami berbagai tekanan dengan paradoks yang tidak mudah tersebut. Namun demikian, Yahudi Iran memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap Iran dan menolak paham Zionisme Israel. 

Mereka tidak sejalan dengan kebijakan Zionisme Israel, sebaliknya mereka sepaham dan setuju dengan ideologi anti-Zionisme pemerintah Iran. Republik Islam Iran, bagi mereka, adalah rumah sesungguhnya yang layak ditinggali.    

Sejarah Yahudi Iran

Umat Yahudi telah tinggal di wilayah yang kini menjadi Iran, dulu bernama Persia, sejak masa Kekaisaran Achaemenid pada abad ke-6 SM. Saat itu, Raja Koresh Agung berinisiatif membebaskan orang Yahudi dari perbudakan Babilonia. 

Upaya pembebasan ini pada  akhirnya memungkinkan mereka kembali ke Yerusalem atau menetap di Persia. Banyak di antara orang Yahudi tersebut tetap bertahan di Iran.

Bermula dari peristiwa ini, komunitas Yahudi berkembang di berbagai kota seperti Isfahan, Shiraz, dan Hamadan. Ketiga tempat ini lantas dikenal sebagai pusat budaya Yahudi-Persia. 

Selanjutnya, pada masa Kekaisaran Sassanid dan awal Islam, umat Yahudi menikmati masa toleransi positif, meskipun kadang-kadang menerima tindakan diskriminatif dengan sebutan “ahl al-dhimma” (non-Muslim yang dilindungi).

Sebelum Revolusi Islam 1979, populasi Yahudi di Iran diperkirakan mencapai 80.000-100.000 jiwa. Kehidupan  mereka relatif makmur di bawah kekuasaan Shah Pahlavi yang dekat dengan Amerika Serikat dan Israel. 

Dukungan, kebebasan, dan perlindungan mereka rasakan sehingga mereka dapat aktif di bidang perdagangan, pendidikan, dan kedokteran. 

Pengaruh Revolusi Islam Iran

Namun demikian, Revolusi Islam 1979 dan pendirian Republik Islam Iran pada tahun yang sama mengubah lanskap sosial-budaya ini. Khomeini memegang teguh prinsip anti-Zionisme yang menyebabkan banyak umat Yahudi bermigrasi ke Israel, AS, atau Eropa karena ketidakpastian politik dan meningkatnya sentimen anti-Zionis. 

Sentimen ini sering dikaitkan dengan Yahudi Iran secara tidak tepat. Motivasi lainnya adalah keinginan untuk meningkatkan taraf ekonomi. 

Lior Sternfeld dalam bukunya, Between Iran and Zion, Jewish Histories of Twentieth-Century Iran (2020) memberi penjelasan mendalam tentang aspek sejarah umat Yahudi di Iran, proses pembauran mereka ke dalam struktur masyarakat Iran, dan kompleksitas hubungan mereka dengan Zionisme. 

Sternfeld menyatakan bahwa Yahudi Iran
memiliki tingkat fleksibilitas yang berbeda dengan nenek moyang mereka di Israel. Ia menekankan bahwa Yahudi Iran telah lama menjadi bagian
dari upaya membangun Iran. 

Ia sampai pada kesimpulan integratif tersebut setelah melalui serangkaian wawancara mendalam dengan komunitas Yahudi Iran dan berbagai sumber relevan lainnya dalam menulis bukunya. 

Komunitas Yahudi mengelola sekitar 20 Sinagog di seluruh wilayah Iran. Berbagai Sinagog tersebut berpusat di Teheran, dengan Sinagog terbesarnya adalah Sinagog Yusef Abad. 

Mereka juga memiliki rumah sakit Yahudi yang diberi nama RS Dr. Sapir. Rumah sakit ini dibuat dan didesain untuk melayani semua warga tanpa memandang agama.

Terisolasi, namun Memilih Bertahan

Secara sosial, komunitas Yahudi di Iran hidup relatif terisolasi dari masyarakat mayoritas muslim Syiah. Sentimen anti-Zionisme Iran sangat kuat meski tidak lantas membuat terjadinya perundungan dan tindakan semacam lebih lanjut. 

Pada akhirnya, mereka lebih fokus pada kehidupan komunal di sekitar Sinagog dan sekolah agama. Umat Yahudi Iran dibebaskan menjalankan tradisi Yahudi seperti Sabat, Paskah, dan Purim, serta memiliki akses ke makanan khas mereka, Kosher. 

Pemerintah Israel sendiri, secara konsisten mendorong Yahudi Iran untuk pindah dan “balik” ke Israel. Sesuai dengan ideologi Zionis, Israel memandang langkah ini sebagai bagian dari misi untuk mengumpulkan diaspora Yahudi ke tanah yang dijanjikan. 

Organisasi seperti Jewish Agency for Israel telah menawarkan insentif finansial dan logistik untuk memfasilitasi proses perpindahan tersebut, terutama selama periode ketegangan seperti pasca-Revolusi 1979. 

Menurut laporan lembaga Israel Hayom pada Februari 2025, meskipun ada tawaran untuk membantu imigrasi, banyak Yahudi Iran menolak karena alasan budaya, ekonomi, dan keamanan. 

Bukan Sentimen Ideologis Keagamaan

Saat ini, Yahudi Iran mengalami dilema yang tidak mudah. Israel, tanah leluhur mereka, tengah berperang dengan Iran. Perjuangan wakil Yahudi di parlemen sering kali harus berjalan di garis yang sangat tipis. 

Perjuangan tersebut ditandai dengan dukungan terhadap kebijakan pemerintah Iran sembari memperjuangkan hak komunitas. 

Siamak Moreh Sedgh, wakil Yahudi di Majelis atau parlemen Iran, secara terbuka mengutuk serangan Israel sebagai pelanggaran kedaulatan Iran. Pernyataan ini dapat dibaca sebagai sebuah pernyataan yang mencerminkan tekanan untuk menunjukkan loyalitas nasional di tengah konflik dengan Israel. 

Di luar urusan politik dengan Iran, Israel sesungguhnya memerangi diri mereka sendiri dalam bentuk komunitas Yahudi yang ada di Iran. Kondisi ini sekaligus menegaskan bahwa perang Iran-Israel tidak didasari sentimen ideologis keagamaan.

1
0
Saiful Maarif ♣️ Expert Writer

Saiful Maarif ♣️ Expert Writer

Author

ASN pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama. Juga seorang analis data dan penulis lepas sejak tahun 1999.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post