Hati Nurani, Moralitas, Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelaporan Keuangan Instansi Pemerintahan

by | Apr 9, 2022 | Birokrasi Bersih | 0 comments

Ditengarai, negeri kita tengah mencoba bangkit dari keterpurukan tata kelola pemerintahan menuju Clean Governance. Salah satu langkah terpenting di antaranya, dengan memberantas korupsi. Membangun sistem pengendalian yang lebih baik, mencegah, dan melakukan perbaikan atas dampak korupsi.

Telah sering kita dengar berita tentang aparat penegak hukum yang menjaring para pelaku korupsi melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT). Namun, ada sebuah adagium yang menyadarkan kita untuk merefleksi diri, “Hanya sapu bersih yang dapat membersihkan kotoran di sekitarnya”.

Maka selayaknya sebuah alat atau mesin, sapu itu perlu dibersihkan setiap kali ia selesai melaksanakan tugasnya. Terhadap sapu hendaknya diberikan perawatan secara berkala. Jangan sampai piranti untuk membersihkan itu justru ditempeli kotoran, terkontaminasi. Nanti, bukannya membersihkan, malah membuat lantai semakin kotor tidak karuan.

OTT Suap Aparat: Sebuah Tamparan Keras

Entah telah berapa kali terjadi, sebuah tamparan keras mendera institusi penegak hukum di negeri ini. Ramai dikabarkan beberapa waktu yang lalu, oknum aparat pencegahan korupsi yang justru terkontaminasi, diberitakan tertangkap tangan menerima uang suap.

Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dua orang auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat, Rabu (30/3/2022). Dua auditor Badan BPK Jabar yang kena OTT berinisial AMP alias APS dan F alias HF anggota tim yang diamankan dengan uang ratusan juta rupiah.

Sebelumnya, telah dilakukan penyelidikan terhadap laporan masyarakat atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh kedua orang oknum BPK Perwakilan Jawa Barat tersebut dalam melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan Kabupaten Bekasi Tahun 2021 pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi,” kata Dodi, Kamis (31/3/2022) (www.liputan6.com, Kamis 31 maret 2022).

Opini Audit: Kekuatan Legitimasi Instansi Pemerintah

Opini BPK-RI sebagai hasil pemeriksaan atas laporan keuangan merupakan salah satu indikator keberhasilan organisasi pemerintah. Dari beberapa jenis opini audit, yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (TMP), dan lainnya, maka WTP merupakan peringkat tertinggi bagi keberhasilan organisasi.

Indikator opini audit tersebut juga merupakan salah satu kriteria keberhasilan yang tercantum sebagai salah satu penilaian indikator dalam Reformasi Birokrasi yang dilakukan oleh Kemenpan RB.

Tidak mengherankan jika kepentingan ini memunculkan motivasi bagi berbagai instansi pemerintah dalam memperoleh predikat WTP. Sayangnya, beberapa instansi ditengarai menjadikannya rasionalisasi untuk mencari jalan pintas (shortcut way), melakukan cara apapun demi WTP.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ramamoorti (2008), bahwa fraud dapat terjadi karena rendahnya nilai moralitas individu, di mana moralitas berkaitan erat dengan nilai etika. Alasan rasionalisasi disebabkan karena adanya tekanan atau motivasi untuk mencapai sesuatu yang sebenarnya tidak dapat dicapai.

Dengan demikian, mereka terpaksa mencari pembenaran (justifikasi) atas perbuatan yang dilakukannya. Selain itu, kondisi tersebut di dukung (disuburkan) karena adanya kesempatan yang terbuka untuk melakukan tindakan tersebut.

Di sisi lain, Tuanakotta (2010) menyebutkan bahwa Association Certified of Fraud Examiner– (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Keuangan Bersertifikat membagi fraud menjadi tiga kategori, yaitu: kecurangan laporan keuangan (fraudulent statement), penyimpangan aset (asset misappropriation), dan korupsi.

Dengan demikian kasus suap yang dilakukan pemeriksa BPK-RI dapat dikategorikan sebagai korupsi, karena baik auditor maupun auditee menerima keuntungan atas tindakan kecurangan (fraud) yang dilakukan.

Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kelemahan dari sisi penegakan hukum dan rendahnya kesadaran penyelenggara pemerintah sebagai auditee, untuk menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Akuntabilitas dan Transparansi: Perwujudan Governansi

Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) sebagaimana tertuang dalam PP No. 60 Tahun 2008 didefinisikan sebagai suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui:

  1. kegiatan yang efektif dan efisien
  2. keandalan pelaporan keuangan
  3. pengamanan aset negara
  4. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

Oleh karena itu, risiko terjadinya fraud sebenarnya dapat dimitigasi, yaitu dikurangi/dihilangkan dengan cara mewujudkan governansi yang baik, di mana terdapat sanksi yang harus dipertanggungjawabkan bila tidak dilakukan sebagaimana seharusnya.

Seluruh penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif juga diharuskan memiliki komitmen penuh dalam bekerja sama untuk menegakkan tata kelola yang baik dan mewujudkan pemerintahan yang bersih secara bersama-sama.

Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban, baik instansi pemerintah pusat dan daerah diharuskan untuk menerbitkan informasi yang akuntabel dan transparan. Hal tersebut didukung oleh Ferry dan Eckersley (2015), bahwa implementasi prinsip akuntabilitas dan tranparansi dapat menjembatani konflik kepentingan antara masyarakat dengan pemerintah.

Dalam hal ini pemerintah akan terdorong untuk menyampaikan informasi secara akurat dan tepat waktu kepada masyarakat. Karenanya, dengan kewajiban untuk transparan dan bertanggung jawab, semestinya korupsi dapat lebih dicegah.

Al-Kindi: Hati Nurani sebagai Pengendali Moralitas

Siapakah Al-Kindi? Dia-lah seorang filsuf dari negara timur (Arab), salah satu murid Aristoteles yang kemudian meletakkan dasar-dasar filosofi baru yang berbeda cara pandang dengan filsuf Yunani lainnya. Al-Kindi memandang teologi dengan menyesuaikan pengetahuan yang diperolehnya dengan doktrin agama.

Hal tersebut sangat bermanfaat bagi Al-Kindi dalam melakukan pencarian makna baru mengenai nilai kebenaran yang berbeda dengan para ahli filsafat sebelumnya. Menurut Al- Kindi, jalan menuju kebahagiaan duniawi dapat diwujudkan dengan mengurangi keinginan individu untuk memperoleh harta benda seminimal mungkin.

Dengan demikian, motivasi individu tidak terpengaruh oleh tekanan yang disebabkan oleh rasa keserakahan yang ada dalam diri manusia. Jalan menuju kebahagiaan duniawi lainnya adalah dengan mengenal Allah SWT dan melakukan tindakan-tindakan yang dapat membawa kita lebih dekat kepada-Nya.

Upaya ini dapat dilakukan untuk menjaga individu agar senantiasa memikirkan dan melakukan kebaikan, sehingga dapat mengindari perilaku yang tidak etis dan tidak bermoral.

Akuntabilitas, Moralitas, dan Profesionalitas

Sementara itu, berdasarkan paradigma positivisme, akuntansi merupakan ilmu pengetahuan yang bersumber pada data historis (empirisme) dan bukti yang relevan dan reliabel yang melalui serangkaian proses menghasilkan suatu outcome, berupa informasi yang benar dan akurat.

Sedangkan berdasarkan teori agensi, outcome atau hasil penyelenggaraan kegiatan akuntansi, salah satunya dalam bentuk pelaporan keuangan, merupakan bentuk pertanggungjawaban penyelenggara pemerintah kepada masyarakat (sebagai stakeholder) yang dipengaruhi oleh keahlian dan kondisi psikologinya.

Maka dalam hal ini, penyelenggara pemerintahan seharusnya mempertimbangkan moralitas dan profesionalitasnya dalam menjalankan fungsinya. Bentuk pertanggungjawaban tersebut dinamakan dengan akuntabilitas.

Adanya akuntabilitas penyelenggara pemerintah kepada masyarakat akan mendorong keterbukaan informasi (transparansi), dan apabila kedua prinsip tersebut mengedepankan nilai kebenaran dan kejujuran maka informasi yang dihasilkan bebas dari tendensi apapun yang lahir dari kepentingan pribadi/individu.

Seperti yang diungkapkan dalam Al-Qurán pada Surah Al-Anfal ayat 27:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS: Al-Anfal: 27)

Photo by Nick Fewings on Unsplash

Hati Nurani: Mengarah pada Kejujuran dan Kebenaran

Hati nurani merupakan anugerah dari Ilahi yang seharusnya dapat menjadi petunjuk bagi manusia dalam memisahkan kebenaran dengan kejahatan. Sikap yang bersumber dari hati nurani niscaya akan mendatangkan manfaat karena Allah menunjukkan perilaku umat-Nya yang baik melalui hati nurani.

Manusia yang berperilaku dan bertindak sesuai dengan hati nuraninya akan senantiasa bersikap jujur dan menjunjung tinggi nilai kebenaran. Oleh karena itu, penting bagi kita mendorong masyarakat untuk berperilaku etis dan bermoral, walaupun terkadang muncul pergolakan batin karena nafsu duniawi (hedonisme) sehingga diperlukan juga keimanan yang kuat.

Integrasi sikap jujur dan keimanan yang kuat akan mencegah individu untuk melakukan fraud dalam kondisi apapun, sekalipun sedang ada kesempatan.

Dalam Al-Qurán pada Surah Al-Baqarah ayat 10:

Di dalam hati mereka terdapat penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan.” (QS: Al-Baqarah: 10).

Juga dalam Hadits Nabi:

Ketahuilah bahwa dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari No.52 dan HR. Muslim No 1599).

Penutup: Bentuk Pertanggungjawaban

Akuntabilitas dan transparansi dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintah yang tertuang dalam laporan keuangan pemerintah berdasarkan pola penerapan akuntansi bukan sekedar perwujudan angka formalitas belaka, ataupun termasuk sebagai angka indikator keberhasilan organisasi semata.

Akan tetapi, akuntabilitas dan transparansi yang diwujudkan dalam angka-angka dan catatan laporan itu merupakan hasil dari suatu proses untuk mengukur sesuatu yang bersifat kualitatif yang diwujudkan melalui angka nominal (kuantitatif).

Selain itu, akuntansi merupakan gabungan dari ilmu sosial dan kejiwaan (psikologi). Berkaitan dengan aspek ilmu sosial, akuntansi mendorong individu atau organisasi menghasilkan informasi yang benar dan akurat yang nantinya menghasilkan opini audit yang kredibel dan bermanfaat bagi para pengguna atau stakeholder.

Sementara itu, berkaitan dengan aspek ilmu kejiwaaan, peranan akuntansi mendorong individu atau organisasi bertindak sesuai dengan nilai kebenaran manusia dan nilai kebenaran illahiah. Adanya nilai kebenaran tersebut diharapkan akan mendorong individu atau organisasi mempertanggungjawabkan perannya bagi masyarakat.

Dari sini, mari sejenak berefleksi, apakah laporan keuangan yang disusun berbagai institusi, dan diperiksa oleh lembaga yang berwenang secara legal itu, telah berperan sebagaimana mestinya? Apakah ia telah benar-benar menjadi media pertanggungjawaban dengan penuh kejujuran?

Apakah pemeriksaan yang dilakukan telah berdasarkan hati nurani dan kesadaran akan pertanggungjawaban peran? Teruntuk para birokrat di berbagai instansi pemerintahan, pemeriksa ataupun yang diperiksa, yang saya yakin sebagian adalah muslim yang beriman: selagi masih Ramadhan, mari berbenah dan melakukan perbaikan.

Referensi:

Al-Qurán, Surah Al-Anfal ayat 27 dan Surah Al-Baqarah ayat 10.
Armizha Rahmatika dan Isnalita (2016), Makna Konsep Akuntabilitas dan Transparansi dari Perspektif Al-Kindi, Universitas Airlangga, ISSN: 2354-6034 (Print) ISSN: 2599- 0187 (Online) IAIN Palangka Raya.
Ferry, L., & Eckersley, P. (2015). Accountability and transparency: a nuanced response to Etzioni. Public administration review, 75(1), 11-12.
Hadits Riwayat Bukhari No.52 dan Hadits Riwayat Muslim No 1599).
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Ramamoorti (2008). The psychology and sociology of fraud: Integrating the behavioral sciences component into fraud and forensic accounting curricula. Issues in Accounting Education, 23(4), 521-533.
Tuanakotta, T. M. (2010). Audit Forensik dan Audit Investigatif: Jakarta: Salemba Empat.
www.liputan6.com. Kejari Bekasi OTT 2 Pegawai BPK, Ditemukan Tas Ransel Berisi Rp350 Juta, https://www.liputan6.com/regional /read/4926027 /kejari-bekasi-ott-2-pegawai-bpk-ditemukan-tas-ransel-berisi-rp350-juta

2
0
Subroto ◆ Professional Writer

Subroto ◆ Professional Writer

Author

Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Bro. Hobinya menulis secara otodidak mengenai permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan, dan korupsi. Pernah menerbitkan buku koleksi pribadi "Artikel ringan Cakbro: Sekitar Tata Kelola Organisasi" dan "Bunga Rampai SPIP". E-mail: [email protected] Blogger: Cakbro. Blogspot.com

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post