Desa/Kelurahan Siaga Aktif, Kampung Siaga Bencana dan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana: Tiga Kebijakan Satu Tujuan?

by | May 25, 2022 | Birokrasi Efektif-Efisien, Birokrasi Melayani | 0 comments

Beberapa kebijakan di tingkat pusat seringkali beririsan atau bahkan nyaris tumpang tindih. Hal ini mungkin terjadi karena beda fokus kegiatan dan beda tujuan, namun sama dalam hal sasaran. Salah satunya adalah kebijakan terkait dengan Desa/Kelurahan Siaga dan Tangguh.

Kementerian Kesehatan (ketika masih bernama Departemen Kesehatan) mengeluarkan kebijakan berupa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1529 tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (sebagai pengganti/tindak lanjut dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga).

Di sisi lain, Kementerian Sosial mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri Sosial Nomor 128 Tahun 2011 tentang Kampung Siaga Bencana, sedangkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. 

Jadi, inisiatif yang mengatur pembentukan karakter sejenis pada tingkat desa/kelurahan ini bersumber pada tiga instansi pemerintah pusat: Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Tujuan Masing-masing

Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1529 tahun 2010 bertujuan untuk percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri.

Dengan demikian diharapkan derajat kesehatannya meningkat dengan penekanan pada kebijakan, komitmen, akses ke fasilitas kesehatan, penanggulangan bencana,  kedaruratan kesehatan, penyehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Sedangkan Kampung Siaga Bencana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 128 Tahun 2011 bertujuan untuk:

  • memberikan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan risiko bencana,
  • membentuk jejaring siaga bencana berbasis masyarakat dan memperkuat interaksi sosial anggota masyarakat,
  • mengorganisasikan masyarakat terlatih siaga bencana,
  • menjamin terlaksananya kesiapsiagaan bencana berbasis masyarakat yang berkesinambungan, dan
  • mengoptimalkan potensi dan sumber daya untuk penanggulangan bencana.

Sementara Desa/Kelurahan Tangguh Bencana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012 bertujuan untuk:

  • melindungi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak merugikan bencana,
  • meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan, dalam pengelolaan sumber daya dalam rangka mengurangi risiko bencana,
  • meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi pengurangan risiko bencana,
  • meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan sumber daya dan teknis bagi pengurangan risiko bencana,
  • meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam pengurangan risiko bencana (PRB), pihak pemerintah daerah, sektor swasta, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat dan kelompok-kelompok lainnya yang peduli. 

Tujuan yang Beririsan dan Cara Pandang Berbeda

Ketiga kebijakan tersebut bersumber dari institusi pusat yang berbeda dan mempunyai cara pandang yang berbeda, walaupun secara umum bertujuan sama, yakni antisipasi dan kewaspadaan terhadap bencana. Sebagaimana yang dipahami bersama, bencana tidak hanya bencana alam, tetapi juga bencana non-alam, seperti pandemi atau wabah penyakit tertentu.

Hal ini menjadikan ketiga kebijakan tersebut menjadi selaras, walaupun dengan fokus garapan yang berbeda. Irisan dari tujuan ketiga kebijakan tersebut adalah pada kebijakan di tingkat daerah dan desa/kelurahan, komitmen, kerja sama dan peran serta masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana, termasuk kedaruratan kesehatan. 

Indikator dan Kegiatan Masing-masing

Desa/Kelurahan Siaga Aktif mempunyai 8 (delapan) indikator penilaian berupa forum masyarakat desa/kelurahan, kader pemberdayaan masyarakat/kader kesehatan, akses pelayanan kesehatan dasar, Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM), mempunyai dukungan dana, mempunyai peraturan/kebijakan tertulis di tingkat desa/kelurahan (peraturan desa/sejenisnya) dan pembinaan PHBS.

Desa/Kelurahan Tangguh Bencana memiliki 60 (enam puluh) indikator penilaian yang terbagi dalam beberapa klaster, antara lain legislasi/kebijakan di tingkat desa/kelurahan (peraturan desa/sejenisnya), perencanaan, kelembagaan (forum PRB dan relawan serta perangkatnya dan kerja sama), pendanaan, pengembangan kapasitas terkait dengan kebencanaan, dan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Sedangkan Kampung Siaga Bencana mempunyai 12 (dua belas) kegiatan, antara lain:

  • penyadaran bahaya bencana,
  • menyiapkan sistem peringatan dini lokal,
  • pendataan dan pemetaan daerah rawan bencana dan jalur evakuasi,
  • potensi dan sumber daya,
  • lumbung sosial penanggulangan bencana,
  • pelatihan tenaga bencana,
  • simulasi (gladi bencana),
  • jejaring kerja,
  • apel lokal siaga bencana,
  • pendataan korban bencana dan tindakan penanggulangan bencana,
  • upaya pengurangan resiko dan membantu upaya pemulihan sosial.
  • mempunyai gardu bencana, dan direktorinya (terdiri dari standar operasional prosedur, peta rawan bencana dan data potensi sumber daya bencana).

Pada kebijakan lain, terdapat beberapa indikator di desa yang beririsan dengan desa/kelurahan siaga aktif, seperti Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.

Aturan ini menyiratkan beberapa indikator GERMAS terkait dengan desa/kelurahan, seperti desa yang mealokasikan dana desa untuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM), dan desa/kelurahan yang melaksanakan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM).

Selain itu juga desa yang mengembangkan pemanfaatan pekarangan untuk menanam sayur dan buah, desa pangan aman, desa yang masyarakatnya melaksanakan olahraga secara komunal, sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di desa, dan desa/kelurahan yang menyelenggarakan program pemberdayaan anti narkoba. 

Menuju Integrasi Desa/Kelurahan Siaga Aktif, Tangguh Bencana, dan Siaga Bencana

Mencermati beberapa peraturan terkait dengan desa/kelurahan siaga aktif, tangguh bencana dan siaga bencana, diperlukan upaya penyederhanaan program dan kegiatan institusi pusat di daerah hingga di desa terkait peraturan pelaksanaan dan kebijakan lainnya.

Termasuk dalam hal ini ialah dari segi penganggaran, di mana seyogyanya kebijakan terkait Desa/Kelurahan Siaga Aktif, Desa/Kelurahan Tangguh Bencana dan Kampung Siaga Bencana dapat diintegrasikan.

Pengintegrasian tersebut dapat melalui Peraturan Pemerintah atau Peraturan Bersama Menteri, sehingga pelaksanaan di lapangan dapat saling melengkapi antara Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Di samping itu, desa/kelurahan akan lebih mudah melaksanakan kebijakan tersebut, karena tidak tumpang tindih dengan kebijakan lainnya, tidak membuat forum dan kegiatan yang berbeda, tetapi dengan tujuan yang sama.

Hal lainnya ketika di lapangan, personel yang terlibat di dalam forum dan kegiatan sejenis, sudah dapat dipastikan akan diisi oleh orang-orang yang mempunyai minat di bidang tersebut dan dapat dipastikan jika ada 3 atau 4 forum yang sejenis, maka akan diisi oleh person itu-itu juga.

Ketika di desa/kelurahan mempunyai forum desa/kelurahan siaga aktif, forum desa/kelurahan siaga bencana, forum desa/kelurahan tangguh bencana, forum GERMAS atau forum/kelompok masyarakat lainnya yang sejenis, maka akan diisi oleh individu-individu itu juga.

Hal tersebut telah terjadi pada kader kesehatan, kader pemberdayaan masyarakat (jika ada), kader pembangunan manusia (KPM), kader dasa wisma, kader PKK dan lainnya akan diisi oleh orang itu-itu juga. 

Epilog: Integrasikan Ketiganya

Integrasi desa/kelurahan siaga aktif, tangguh bencana dan siaga bencana tentunya mencakup tujuan, indikator program, indikator masukan (input), indikator proses (process) dan indikator keluaran (output), bahkan pada indikator dampak (impact).

Dengan pengintegrasian tersebut, tentunya akan menyederhanakan birokrasi di lapangan, lebih efektif dan efisien. Pengintegrasian tersebut dapat menjadi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat untuk Desa/Kelurahan Siaga Aktif dan Tangguh Bencana atau sebutan lain, disesuaikan dengan tujuan, komponen dan indikator yang diintegrasikan. 

0
0
Nugroho Kuncoro Yudho ◆ Active Writer

Nugroho Kuncoro Yudho ◆ Active Writer

Author

Praktisi kesehatan dan pemerhati masalah sosial kemasyarakatan berdomisili di Sampit, Kalimantan Tengah.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post