Tinjauan Kritis Distorsi Keterlibatan Presiden (Cawe-Cawe) terhadap Netralitas ASN

by | Jan 29, 2024 | Politik | 0 comments

Perhelatan Pemilihan Umum serentak di Indonesia yang akan berlangsung  pada tanggal 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta Wakil Rakyat terpilih untuk periode 2024 s.d. 2029 diwarnai adanya pernyataan dari Presiden Jokowi yang memastikan akan cawe-cawe atau terlibat langsung, terutama dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 tersebut.

Hal ini sebagaimana disampaikan Presiden dalam berbagai kesempatan. Terdapat lebih dari tujuh kali Presiden Jokowi mengatakan keterlibatannya atau cawe-cawe dengan alasan untuk kepentingan negara, terutama ingin terlibat langsung dalam pesta demokrasi. Salah satunya memastikan keberlangsungan pembangunan hingga 2045.

Sedangkan klraifikasi dari pihak istana sebagaimana diungkapkan oleh Kedeputian Bidang Protokol, Pers, dan Media, Sekretariat Presiden bahwa Presiden Jokowi hanya ingin memastikan pesta demokrasi berlangsung secara demokratis, jujur, dan adil.

Sementara dari sisi pengamat politik, menyimak pendapat dari Pangi Syarwi Chaniago, pernyataan Jokowi sebelumnya yang secara terang-terangan mengatakan akan ikut campur (cawe-cawe) dalam Pilpres 2024 ini telah keluar dari norma dan tradisi demokrasi yang sehat.

Semestinya, seorang presiden, tidak terlibat dan melibatkan diri secara langsung dalam menentukan siapa penerusnya.

Netralitas ASN dalam Pelaksanaan Pemilu

Pemerintah telah membuat ragam pengaturan untuk membatasi hubungan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan kegiatan politik praktis guna meningkatkan netralitas. Namun, setiap kegiatan Pemilihan Umum kegiatan selalu diwarnai maraknya pemberitaan tentang pelanggaran netralitas oleh oknum ASN.

Hasil Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada Tahun 2020 Bawaslu, posisi ASN masuk ke dalam tren kerawanan masuk bagian tertinggi, yaitu di 167 kabupaten/kota dari 270 daerah.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hayati, 2020, bahwa netralitas ASN menjadi batu sandungan dalam proses penetapan batas dan pelayanan kepada warga negara dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Persoalan netralitas ASN tidak dapat dipungkiri sebagai masalah yang terus terjadi pada berbagai perhelatan pemilihan pemimpin di negara ini. Hal ini tetap terjadi walau sejatinya pemerintah telah membuat ragam pengaturan untuk membatasi hubungan ASN dengan kegiatan politik praktis guna meningkatkan netralitas.

Aparatur Sipil Negara Pasal 9 ayat 2 Undang – Undang No 5 Tahun 2014 menjelaskan pegawai ASN wajib bersih dari karisma intervensi kelompok partai politik. Wujud netralistas diharapkan dengan tidak ada keberpihakan kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan apapun.

Hasil Penelitian Terdahulu

Perilaku ASN yang tidak netral berimplikasi terhadap kurangnya kinerja profesionalitas ASN itu sendiri dan menimbulkan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan tugas, fungsi dan pokok dari Apatur Sipil Negara (Suswantoro, 2018).

Upaya pencegahan selalu dilakukan oleh pemilu sebelum pelanggaran. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadi suatu perbuatan yang merugikan hukum subyek atau kepentingan umum.

Penyelenggara sudah melakukan tahapan sosialisasi, program, dan jadwal sebelum pesta demokrasi dimulainya dalam setiap hajatan pesta demokrasi seperti pemilu (Dwiyanto, 2017).

Penelitian terdahulu terhadap netralitas ASN menjadi bukti bahwa netralitas ASN dalam pemilu menjadi topik yang menarik untuk diteliti serta dapat menjadi referensi ilmiah dalam penerapan yang dilakukan.

Di antara penelitian lainnya dilakukan oleh Muhammad Khaisar Ajiprasetyo (2020) dengan judul “Fungsi Pengawasan Asas Netralitas Terhadap ASN Di Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Badan Pengawas Pemilu DIY”.

Penelitian Ajiprasetyo ini membahas fungsi Bawaslu dalam pelaksanaan tahapan Pilkada, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan juga merujuk pada peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018.

Pelaksanaan pengawasan meliputi upaya pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu termasuk pengawasan asas netralitas dari ASN di DIY yang menjadi fokus pengawasan Bawaslu DIY.

Distorsi Cawe-Cawe Presiden terhadap Netralitas ASN

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan melakukan cawe-cawe di Pilpres 2024 bisa berimbas buruk terhadap ASN dan aparat penegak hukum.

Apalagi, jika pernyataan itu dikaitkan dengan kewenangan dan fasilitas negara. Oleh karena itu, presiden seharusnya bisa memosisikan diri di atas kepentingan bersama. “Kalau bicara untuk kepentingan dirinya, itu sudah mengkhianati kepentingan bangsa (Feri Amsari, 2023).

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan penjelasan peraturan ASN, netralitas diartikan sebagai setiap orang yang menjadikan ASN mandiri dari kekuasaan apapun, bagaimanapun independennya, berdasarkan kebutuhan pihak lain.

Netralitas Pasal 2 huruf (f) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pelaksanaan khitah dan pengelolaan (Munir, 2004).

Dengan demikian, implikasi netralitas ASN yang diharapkan pada Pemilu tahun 2024 adalah:

  • lepasnya pegawai ASN terhadap keikutsertaan kepentingan parpol tertentu,
  • tidak memihak untuk kepentingan parpol, dan atau
  • tidak berperan dalam kegiatan politik tertentu

karena dikhawatirkan pegawai tersebut melakukan penyalahanan kekuasaan.

Dengan adanya keterlibatan politik presiden dalam Pilpres 2024 ini, beberapa implikasi yang berdampak negatif mulai mengemuka. Beberapa indikatornya yakni:

  1. Netralitas birokrasi akan dipertanyakan, misalnya dalam kasus etika Hakim Ketua Mahkamah Konstistusi, penurunan baliho paslon tertentu, penangkapan terhadap penyebar berita yang dianggap merugikan paslon yang didukung presiden. Adanya campur tangan presiden tersebut menjadi pengaburan garis pemisah antara kekuasaan eksekutif dan lembaga negara lainnya.

2. Berpotensi menggerus pluralitas politik dan distorsi atas partisipasi warga negara. Di mana pada sebuah demokrasi yang sehat, rakyat seharusnya memiliki kebebasan untuk memilih calon presiden sesuai dengan pilihan dan hati nurani mereka.

3. Adanya potensi kekuasaan yang berlebihan, yang terlihat ketika presiden terlibat secara aktif dalam menentukan calon pemimpin bangsa ke depan. Hal ini dinilai sebagai manuver politik yang berbahaya, ketika presiden memiliki kendali penuh terhadap proses politik dan pemilihan yang berjalan.

Epilog

Keterlibatan atau cawe-cawe Presiden Jokowi pada Pilpres 2024 telah memunculkan sebuh isu yang dalam hal ini ada potensi abuse of power. Kondisi ini dikarenakan Presiden masih punya kendali total terhadap infrastruktur dan suprastruktur Pemilu 2024.

Secara etika politik, presiden semestinya netral dan meminta para menteri yang terlibat kontestasi Pilpres 2024 untuk mengambil cuti bahkan mundur dari jabatannya. Indonesia sebagai negara demokrasi harus menunjukkan kepada dunia bahwa dalam Pilpres 2024 kekuasaan presiden adalah netral.

Sebab, sistem pemilu di negara ini masih banyak kekurangan yang bisa berpotensi tergelincir pada pemilu partisan bukan menuju pemilu yang adil, terbuka, dan demokratis.

7
0
Lucky Akbar ◆ Professional Writer and Active Poetry Writer

Lucky Akbar ◆ Professional Writer and Active Poetry Writer

Author

Jabatan sebagai Kepala Bagian Pemindahtanganan dan Penghapusan Barang Milik Negara pada Biro Manajemen BMN dan Pengadaan, Sekretariat Jenderal Kemenkeu tidak menghalanginya untuk terus menulis.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post