Strategi Pengelolaan Pendamping di Perhutanan Sosial RI: Sebuah Rantai Solusi untuk Percepatan

by | Mar 6, 2024 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

forest trees

Krisis iklim telah dimulai. Mitigasi dan adaptasi telah disiapkan dengan sebaik mungkin di tengah zaman yang tidak menentu dan cepat berubah. Pemerintah Republik Indonesia meyakini bahwa ketahanan iklim yang berawal dari ketahanan tapak adalah hal yang harus diwujudkan sebelum 2030, tahun terakhir Sustainable Development Goals (SDGs). 

Salah satu langkah yang perlu diambil untuk mengantisipasi krisis pangan, air dan energi yang diakibatkan oleh  krisis iklim adalah dengan menyiapkan sumberdaya yang cukup bagi kehidupan rakyat Indonesia, khususnya bagi masyarakat sekitar kawasan hutan yang punya fungsi ganda.

Program Perhutanan Sosial

Menyelamatkan (merawat) hutan dilakukan sekaligus untuk memanfaatkan sumber daya hutan dengan sebaik mungkin. Untuk itu, keadilan sosial  perlu menjadi falsafah bangsa ini dalam mengambil kebijakan pengelolaan hutan, sumberdaya, serta ekosistem yang ada di dalamnya.

Hal ini dicanangkan dalam Program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam upaya mewujudkan keadilan sosial di hutan sosial. Hal ini karena berkaitan dengan hajat hidup masyarakat luas, khususnya masyarakat hutan.

Namun, untuk mencapai kondisi ideal dalam Perhutanan Sosial, bukan sesuatu yang mudah.  Walaupun demikian, target realisasi 12,7 juta hektar harus dapat terealisasi dengan baik. 

Salah satu penunjang lancarnya
program perhutanan sosial adalah tersedianya pendamping dalam jumlah yang cukup.
Para pendamping ini berperan untuk merealisasikan program dan kegiatan
yang bertema green energy serta mampu menunjang
kesejahteraan rakyat. 

Pada titik ini, hal krusial yang masih menjadi kendala yaitu terkait dengan  strategi pengelolaan pendamping yang tepat. Untuk itu, beberapa pendekatan yang bisa digunakan di antaranya:

  • Memperluas informasi mengenai Perhutanan Sosial.
  • Membuka kesempatan bermitra secara inklusif di hutan sosial.
  • Membuat tema-tema tertentu di hutan-hutan tertentu.
  • Membuat model bisnis digitalisasi hutan sosial.
  • Mengintegrasikan KUPS dengan layanan informasi di daerah.

  1. Memperluas informasi mengenai hutan sosial (hutsos)

Pendekatan ini kita mulai dari memberikan informasi penting terkait hutsos pada generasi muda melalui buku-buku pelajaran di sekolah. Materi tentang Perhutanan Sosial dapat dimasukan sebagai salah satu bab yang ada di mata pelajaran tentang lingkungan hidup. 

Dengan cara ini, anak-anak usia sekolah dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai tingkat Menengah Atas (SMA), sudah mendapatkan  pemahaman mengenai apa itu Hutan Sosial. Pemahaman ini membuat Hutan Sosial dikenal dari Sabang sampai Merauke. 

Langkah ini sangat efektif, karena dengan akses kelola yang cukup panjang (35 tahun), Hutan Sosial bisa menjadi Program legendaris yang tidak saja dilakukan oleh orangtua mereka namun juga bisa dilaksanakan oleh mereka. Bisa jadi, mengelola Hutan Sosial akan menjadi pilihan pekerjaan bagi mereka di kemudian hari. 

2) Membuka kesempatan bermitra secara inklusif di hutan sosial  

Hutan berada di wilayah desa, kabupaten dan provinsi. Untuk itu, kabupaten dan provinsi yang notabene memiliki kedaulatan wilayah (otoritas) dapat kita pandang sebagai mitra strategis. Merekalah yang sangat tahu bagaimana wilayahnya, penduduknya, mata pencaharian dan bonus demografinya. 

Dari pemerintah daerah itulah kita bisa menemukan berapa jumlah potensi pekerja di usia kerja yang bisa kita manfaatkan sebagai pendamping di hutan sosial. Tentunya dengan klasifikasi dan standarisasi yang kita perlukan. 

Dalam hal ini peran Balai saja tidak cukup. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus membuka peluang lebih besar untuk merekrut para pendamping di daerah dengan strategi jemput bola, misalnya dengan merevisi (corrective action) kebijakan mengenai perekrutan pendamping. 

Kita bisa melibatkan Disnakertrans di kab/kota/prov untuk melakukan rekrutmen pendamping. Tentunya hal ini sangat bisa membantu PSKL dalam merekrut pendamping potensial di daerahnya masing-masing. 

3) Membuat Tema-Tema tertentu di Hutan-Hutan tertentu 

Setiap hutan punya cerita, punya karakter, dan punya ciri khas. Ada yang menghasilkan kopi, ada yang tidak. Ada yang subur, ada yang tidak. Untuk itu maka kita perlu membuat riset sederhana terkait hal ini. 

Kita tanyakan langsung kepada penduduk setempat, apa harapan mereka terhadap hutannya dan sustainability ke depan. Dengan menanyakan hal ini maka kita mendapat jawaban, hutan seperti apa sebenarnya yang mereka impikan. 

Kemudian itu dibuat sebagai tema sehingga Hutan Sosial di Indonesia memiliki ciri khas yang beragam, Unity in Diversity. Hal ini tidak saja menjadi daya tarik secara nasional namun sangat bisa menjadi daya tarik internasional. 

Dengan tema yang ditetapkan sendiri oleh warga, maka warga akan lebih mempunyai rasa memiliki, sehingga dalam pengelolaannya mereka akan sangat bertanggung jawab dan mengamalkan konsep Responsible Forest Management. 

Untuk membuat tema-tema ini kita bisa menggandeng universitas dan lembaga pendidikan tinggi setempat yang pastinya memiliki kaum muda kreatif, yang nantinya tidak saja hadir di hutan sebagai penikmat hutan namun juga bisa sekaligus menjadi pendamping di Hutan Sosial.

4) Membuat model bisnis digitalisasi Hutan Sosial 

Hal ini dapat kita lakukan dengan menggandeng lembaga konsultan software yang sudah berpengalaman namun berbisnis secara sosial. Setiap program pasti memiliki model bisnis namun model bisnis social enterprise untuk hutan sosial harus memiliki pembeda. 

Teknologi Blockchain bukan lagi hal yang mahal namun hal yang penting dan sangat bermanfaat karena Blockchain ibarat folder berbentuk dompet yang datanya bisa diakses hanya oleh Instansi legal (dalam hal ini KLHK) sehingga aman dalam waktu yang panjang (long algorithm). 

Model bisnis hutan sosial bisa di desain by request. Dengan diterapkannya hal ini maka akan terserap pula tenaga kerja dengan latar belakang teknologi informasi di hutan sosial sehingga pendamping hutan sosial bisa beragam tidak hanya alumni dari kehutanan, geografi atau pertanian dan teknik saja.

E-marketplace untuk hutsos juga bisa dibuat per cluster namun tetap integrated. Go-KUPS selama ini sudah sangat baik dan mudah diakses, hanya tinggal memoles sedikit saja sudah bisa menjadi satu Super Apps Hutsos yang multiguna (based on android or IOS).

Berita baiknya adalah PT. Google Indonesia juga sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan PSKL untuk mewujudkan hal ini. Iklan Produk Hutsos bisa ditampilkan di Google bila telah terjalin kerjasama.

5) Mengintegrasikan KUPS dengan Layanan Informasi di daerah

Integrasi ini adalah strategi pamungkas untuk sektor ekonomi riil bagi hutsos. Sangat beragam sekali produk dari Hutsos dan hal ini bisa dikerjasamakan dengan DEKRANASDA di setiap daerah. 

Tak hanya itu Dinas Pariwisata pun bisa menjadi mitra strategis bagi event-event budaya di setiap daerah yang selalu ramai mendapat perhatian publik. Oleh karenanya, produk-produk hutan sosial bisa menjadi magnet tersendiri di acara tersebut. 

Layanan Informasi daerah tidak terbatas pada lingkup pemerintah daerah saja. Ada juga RRI daerah (regional) dan TVRI daerah yang selalu punya slot acara (gratis/by commitment) untuk mempromosikan produk-produk lokal. Kita bisa arahkan slot acara ini untuk produk-produk HUTSOS. 

Selain media informasi daerah, Kominfo di setiap kab/kota/provinsi juga sangat potensial untuk dijadikan mitra strategis dalam upaya menyampaikan pesan-pesan HUTSOS ataupun juga dalam menyampaikan informasi mengenai keperluan pendamping di waktu tertentu.

Penyederhanaan Strategi Rekrutmen Pendamping

Last but not least. Di mana ada kemauan disitu ada jalan. 

Strategi rekrutmen pendamping harus disederhanakan, tidak terlalu kaku dan harus menarik sehingga pendamping hutan sosial bukan lagi satu pekerjaan yang biasa-biasa saja atau monoton namun merupakan suatu pekerjaan yang menyenangkan dan berkesan. 

Kabar baiknya adalah KEMENKO Ekonomi memiliki Program bernama PRAKERJA yang setiap tahunnya menargetkan 1 juta orang yang dididik secara gratis untuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. 

Kita bisa bekerjasama dengan PRAKERJA
bila kita memandang perlu untuk menyiapkan tenaga-tenaga pendamping muda
khususnya di sektor IT dan digital (marketing, leadership, dll). 


Selain itu, KEMENPERIN juga membuka
kesempatan (di bidang rekayasa hijau) untuk menjalin partnership
dalam upaya menyiapkan produk green energy yang tentunya bisa dihasilkan
dari hutan sosial. 

Banyak peluang untuk percepatan HUTSOS sebagaimana sebuah peribahasa “Banyak jalan Menuju Roma” untuk mewujudkan Hutan Sosial yang maju, Modern dan Berkeadilan di Indonesia Raya Tercinta ini.

0
0
Lyta Permatasari ◆ Active Writer

Lyta Permatasari ◆ Active Writer

Author

Penulis merupakan Alumni S3 Ilmu Lingkungan Universitas Brawijaya, seorang ASN Analis Pemberdayaan Masyarakat Ditjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Alumni Best Diplomats Leadership 2023.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post