Selamat Datang Abangda, Novel Baswedan

by Dedy Nurmawan Susilo ▲ Active Writer | Mar 9, 2018 | Birokrasi Bersih | 0 comments

Assalamualaikum Abangda Novel Baswedan…

Selamat datang kembali ke tanah air.

Sekitar sepuluh bulan lalu, beberapa hari setelah Abangda disiram air keras, aku juga menulis surat  melalui birokreasi.com. Sebenarnya surat itu tidaklah penting, Abangda. Hanya goresan singkat sebagai dukungan dan doa untuk Abangda dan rekan-rekan Abangda di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Walaupun surat itu tidak direspon, aku tidak akan kapok menulis kembali untuk Abangda. Cinta saya pada Abangda dan KPK ini tulus tak menuntut balas, tak serupa cinta kekasih gelap yang berharap sama rasa atau disawer uang ratusan juta.

Abangda apa kabar? Ingin sekali rasanya aku bertemu Abangda dan tertularkan semangatmu yang selalu menggelora. Melalui berbagai media massa, kulihat Abangda masih tampak gagah. Jaket dan topi hitam yang Abangda kenakan terlihat begitu serasi. Jaket dan topi itu seolah menjadi pertanda bahwa Abangda siap kembali terjun ke medan laga.

Perang melawan korupsi memang belum berakhir, Abangda. Warna putih pada bola mata Abangda sama sekali tak menunjukkan kelemahan. Sebaliknya, warna putih itu memancarkan keberanian dan kesucian tekad Abangda—juga tekad kami semua—untuk bangkit melawan korupsi. Mata Abangda ibarat Sharingan milik Sasuke Uchiha, sebuah mata surgawi yang mampu melihat kebenaran dari seluruh ciptaan tanpa penghalang, yang mampu mengalahkan Madara. Madara itu jahat Abangda, ia ingin merusak dunia, sama seperti korupsi.

Selama sepuluh bulan terakhir ini, tentu banyak hal yang terjadi. Aku yakin Abangda juga mengamati perkembangan di Tanah Air. Soal pemberantasan korupsi, tentu tidak ada kabar yang paling menarik dan patut diperbincangkan selain kasus e-KTP. Alhamdulillah Abangda, “Papa” sudah sehat, tak lagi pura-pura sakit, tak lagi tidur saat sidang, tak lagi diare dan puluhan kali ke toilet. Mungkin “Papa” sudah lelah lari dari kenyataan lalu berujung menabrak tiang lampu. “Papa” kini tampak tegar di persidangan. Konon di rutan Papa juga sudah bersedia cuci piring sendiri.

Luar biasa Abangda, tentu KPK dan 250 juta rakyat Indonesia harus berterima kasih pada tiang lampu yang telah menghentikan laju “Papa” malam itu. Aku setuju dengan saran, ada baiknya tiang lampu itu kita angkat sebagai Duta Antikorupsi.

Bukan apa-apa Abangda, mengangkat Duta Antikorupsi dari kalangan manusia terlalu riskan. Manusia gampang berubah Abangda, yang dulu jujur bisa jadi korup. Lain dengan tiang lampu. Ia kan tetap tegak meski ditabrak mobil, takkan tergoda harta-tahta-wanita, dan juga tahan disiram air keras. Tiang itu akan tetap melaksanakan tugasnya untuk memberi penerangan di saat gelap. Ia takkan pernah mengorupsi aliran listrik yang diamanahkan padanya. Lain dengan manusia Abangda, lain!

Abangda, tahun ini hampir ganjil 19 tahun reformasi bergulir. Sejak itu, perbaikan demi perbaikan kita lakukan demi memberangus korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan disahkan, KPK didirikan, sistem pengendalian intern dibangun, birokrasi direformasi, dan bahkan baru-baru ini katanya mental direvolusi. Namun, mengapa korupsi masih saja merajalela? Apa yang salah dengan negara kita ini, Abangda? Mengapa mereka masih saja suka melakukan korupsi? Apa mereka ndak takut kuwalat? Ndak takut mati? Ndak takut neraka? Atau…jangan-jangan mereka takut lapar?

Aku geleng-geleng kepala Abangda, tak habis pikir bagaimana bisa pejabat yang sudah punya segalanya masih saja tega memperkosa hak rakyat secara semena-mena? Mereka sudah digaji tinggi, dapat mobil dinas, istri/suami dinas, rumah dinas, kok ya masih tega nilep duit negara?

Sementara di luar sana banyak orang yang untuk sekedar makan saja susah. Sungguh, teganya…teganya…teganya mereka itu. Apa mereka ndak sadar bahwa uang yang mereka korupsi itu sejatinya untuk rakyat? Mereka sebenarnya ngerti kan kalau uang itu untuk membangun infrastuktur jalan, jembatan, dan lain sebagainya agar investasi tumbuh, pengangguran berkurang, juga ekonomi berkembang?

Uang negara itu untuk membiayai pendidikan, membangun sekolah, membeli buku, menggaji guru agar generasi kita cerdas, berintegritas, dan punya daya saing. Uang negara itu untuk rakyat, bukan untuk mereka.

Aku jadi berpikir Abangda, koruptor itu lebih jahat daripada pelakor, lebih ganas dari lelaki hidung belang. Sejahat-jahatnya pelakor, seganas-ganasnya hidung belang, yang dirusak moral dan ekonominya hanya satu keluarga. Lha, kalau koruptor Abangda, yang menjadi korban biasanya lebih dari seratus keluarga.

Duh maaf Abangda, lagi-lagi aku membahas pelakor. Maklum emang lagi trend, dan begitulah masyarakat kita, sangat seksis. Semoga urusan mencegah atau memberantas korupsi pun tidak ikutan seksis. Jangan lalu urusan korupsi pun yang disalahkan perempuan, lha kok enak jadi laki-laki. Laki-laki seolah selalu dianggap wajar kalau berbuat salah. Duh maaf Abangda, malah makin ngelantur, kadang gemes sih….

Singkatnya Abangda, koruptor itu harus kita bikin kapok. Kejahatan mereka itu tak tanggung-tanggung, dampaknya mungkin setara dengan terorisme dan narkoba. Kalau Abangda tidak percaya, coba tanya mereka yang gagal melamar kerja atau gagal meminang pujaan hati gara-gara KTP-nya tak kunjung jadi.

Oh ya Abangda, soal e-KTP, tolong diusut tuntas hingga ke akar-akarnya. Pastikan semua yang terlibat dan menikmati aliran dananya mendapat ganjaran yang setimpal. Jangan sampai tragedi e-KTP terulang lagi dan menimpa kartu-kartu yang lain. Kalau sampai itu terjadi, bisa gawat.

Bukan hanya pengacara tersangka yang bakalan repot-repot bikin benjolan sebesar bakpao, namun kita juga bakalan susah. Jika kartu-kartu lain dikorup juga, ke mana-mana kita pergi harus membawa map berisi surat-surat keterangan. Aduh repot betul, Abangda.

Akhir kata Abangda, berbagai ucapan selamat datang dan penyambutan mengiringi kedatangan Abangda  ke pangkuan Ibu Pertiwi. Kehadiran Abangda seolah membakar semangat kami untuk bangkit berdiri.

Kami bosan Abangda, dan kami akan melawan!

Abangda kini adalah lambang perlawanan terhadap korupsi. Abangda dan KPK adalah bagai matahari yang senantiasa kami harapkan terbit, karena di sini siang dan malam sama saja, selalu terasa gelap. Teruslah berjuang Abangda, luruskan niat kuatkan tekad.

Tangkap para begal negara ini tanpa pandang bulu, seret mereka ke penjara, sita harta dan miskinkan mereka. Jangan pernah gentar melawan mereka karena sungguh yang patut kita takuti hanya Allah saja.

Selamat kembali bertugas Abangda, sehat selalu!

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…

Dari Aku Abangda, yang ngaku-ngaku jadi adikmu.

 

 

0
0
Dedy Nurmawan Susilo ▲ Active Writer

seorang penunggang motor tipe GL Max

Dedy Nurmawan Susilo ▲ Active Writer

Dedy Nurmawan Susilo ▲ Active Writer

Author

seorang penunggang motor tipe GL Max

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post