Fenomena-fenomena perubahan iklim telah terjadi di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Perubahan iklim berdampak pada perubahan alam dan kehidupan manusia, misalnya kualitas dan kuantitas air, hutan, kesehatan, dan bahkan bisa mengakibatkan gagal panen serta menurunnya hasil tangkapan ikan.
Perubahan iklim dan degradasi sumber daya alam Indonesia dapat menyebabkan banyak kerugian, mulai dari kerusakan lingkungan hingga pengurangan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada tahun 2050. Untuk itu, perlu dilakukan pengendalian atas perubahan iklim.
Lalu, bagaimanakah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di berbagai instansi pemerintahan di birokrasi negeri ini dapat berperan?
Upaya Pengendalian Perubahan Iklim
Upaya pengendalian perubahan iklim dilakukan melalui aksi mitigasi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan adaptasi untuk meningkatkan ketahanan terhadap dampak dari perubahan iklim.
Program mitigasi perubahan iklim berskala nasional yang dirancang oleh Pemerintah Indonesia tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). Sasaran utama dari implementasi RAN GRK adalah penurunan emisi GRK Indonesia sebesar 26% dengan usaha sendiri, serta dapat diperluas hingga 41% jika Indonesia mendapat bantuan internasional.
Secara nasional, target penurunan emisi GRK dengan kondisi unconditional adalah sebesar 834 juta ton CO2e atau 29% dibandingkan dengan skenario business as usual pada tahun 2030 sebesar 2.869 juta ton CO2e. Selain itu, berbagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim tertuang di dalam Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API).
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim: K/L Terkait
Implementasi RAN GRK utamanya melibatkan enam kementerian/lembaga, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).
Untuk implementasi RAN API melibatkan banyak kementerian/lembaga yang bertanggung jawab atas tiap sektor di bidang ketahanan ekonomi, ketahanan sistem kehidupan, ketahanan ekosistem, ketahanan wilayah khusus, dan sistem pendukung.
Kementerian dan Lembaga yang ditugaskan dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim adalah sebagai berikut:
Pengendalian Perubahan Iklim: Kebutuhan Dana dan Penandaan
Pelaksanaan aksi iklim untuk mencapai target nasional untuk mengatasi perubahan iklim membutuhkan sumber daya keuangan yang besar. Berdasarkan Second Biennial Update Report (BUR) 2018, Indonesia membutuhkan pembiayaan mitigasi perubahan iklim Indonesia sebesar USD247,2 miliar (sekitar Rp3.461 triliun) untuk mencapai target penurunan emisi pada tahun 2030.
Sektor kehutanan dan energi merupakan dua sektor utama yang paling membutuhkan dana. Perkiraan kebutuhan dana di sektor kehutanan sebesar Rp77,8 triliun dan sektor energi sebesar Rp3.307,2 triliun (tahun 2018-2030).
Kebutuhan pendanaan ini diprediksi akan semakin tinggi mengingat Indonesia berencana mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Dana yang besar ini diharapkan dapat digunakan dengan efektif untuk pengendalian perubahan iklim.
Sebagai upaya peningkatan transparansi dan pemantauan kinerja anggaran, Kementerian Keuangan telah menginisiasi penganggaran iklim (climate budget tagging (CBT) yang efektif diterapkan sejak 2016.
Penandaan anggaran mendeteksi besarnya dana publik untuk penanganan perubahan iklim dalam APBN. Selama 5 tahun terakhir, rata-rata belanja kementerian/lembaga untuk Perubahan Iklim mencapai Rp86,7 triliun per tahun.
Tahun 2020, alokasi anggaran perubahan iklim untuk membangun infrastruktur mencapai Rp72,80 triliun (93,6%) dengan 62 output. Sementara itu, alokasi anggaran noninfrastruktur mencapai Rp5,01 triliun (6,4%) dengan 138 output. Anggaran perubahan iklim untuk infrastruktur bersumber dari Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian ATR/BPN, dan BNPB.
Masalah dalam Efektivitas Anggaran
Setidaknya ada dua permasalahan utama terkait efektivitas anggaran perubahan iklim. Pertama, masalah kelengkapan dan akurasi penandaan anggaran. Masih terdapat output pada Kementerian/Lembaga menyangkut pengendalian perubahan iklim namun belum ditandai sebagai output mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Misalnya, di Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L) tahun anggaran 2020, ditemukan bahwa pada KLHK masih ada output yang belum ditandai sebagai output mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yaitu penyediaan fasilitas pengelolaan sampah di DAS Citarum, pengelolaan sampah terpadu di Wilayah Pesisir, dan rehabilitasi hutan mangrove. Alokasi anggarannya sebesar Rp414,77 miliar.
Kedua, masalah efektivitas penggunaan anggaran perubahan iklim. Banyaknya anggaran yang dialokasikan untuk perubahan iklim sayangnya belum sepenuhnya optimal untuk mencapai target-target pengendalian perubahan iklim.
Capaian pengurangan emisi GRK secara nasional pada tahun 2019 menurut KLHK menunjukkan bahwa emisi aktual GRK sebesar 1.866.552 Gg CO2e dengan capaian pengurangan emisi GRK terhadap target yang ditetapkan di tahun 2019 sebesar 9,63% atau 44,85 Juta ton CO2e.
Di tahun 2018, capaian pengurangan emisi GRK sebesar 55,60% dari target. Hasil ini tentu masih perlu ditingkatkan untuk ke depannya.
Peran APIP: Mengawal Efektivitas Anggaran
Terkait dengan masalah tersebut, Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) khususnya pada Kementerian/Lembaga yang ditugaskan dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat berperan dalam mendorong kelengkapan dan akurasi penandaan anggaran perubahan iklim serta memastikan efektivitas penggunaan anggaran perubahan iklim.
Ruang lingkup pengawasan APIP dapat meliputi penandaan anggaran dan penggunaan anggaran antara lain terkait:
- kualitas perencanaan program dan kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
- pengalokasian anggaran terkait perubahan iklim;
- kelengkapan dan keakuratan penandaan anggaran perubahan iklim;
- efektivitas pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; dan
- efektivitas penggunaan anggaran iklim yang tepat untuk mendukung agenda pemerintah mencapai target pengendalian perubahan iklim.
Peran APIP dapat diwujudkan melalui pengawasan antara lain:
1. Menguji kesesuaian target pengurangan emisi GRK yang tertuang pada dokumen perencanaan dan penganggaran terhadap target yang telah dicanangkan
APIP perlu memastikan sasaran program/kegiatan dan indikator kinerja program/kegiatan terkait perubahan iklim beserta targetnya yang tertuang di dokumen Rencana Kerja dan RKA-K/L telah sesuai dengan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang telah dicanangkan di RAN GRK. Semakin tinggi pengurangan emisi GRK dan semakin tinggi peningkatan ketahanan iklim berarti semakin baik kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
2. Menguji program, kegiatan, dan rincian informasi kinerja lainnya yang tertuang pada dokumen perencanaan dan penganggaran sesuai untuk mencapai target pengurangan emisi GRK
APIP perlu memastikan bahwa seluruh program dan kegiatan, output, hingga detil belanja yang direncanakan di dalam dokumen RKA-K/L telah mendukung sasaran dan tujuan dari mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
APIP dapat menggunakan pedoman penentuan aksi mitigasi perubahan iklim yang disusun oleh KLHK sebagai acuan. Buku pedoman tersebut menjelaskan output kegiatan yang dapat memberikan kontribusi langsung (kegiatan inti) dan tidak langsung (kegiatan pendukung) dalam menurunkan emisi GRK/meningkatkan cadangan karbon.
3. Menguji anggaran yang dialokasikan untuk program dan kegiatan perubahan iklim telah memenuhi value for money
APIP perlu memastikan bahwa anggaran disusun sesuai dengan prinsip value for money (ekonomis, efisien, dan efektif), disesuaikan dengan urgensi serta dampak kegiatan tersebut terhadap pencapaian target penurunan emisi nasional.
Mengingat besarnya kebutuhan pendanaan untuk pengendalian perubahan iklim, dan keterbatasan kapasitas fiskal, sudah sepatutnya setiap rupiah anggaran perubahan iklim digunakan dengan bijak.
APIP perlu memastikan setiap belanja yang dianggarkan lebih berkualitas, efektif, dan produktif dalam pencapaian target pembangunan nasional dan efektivitas penanganan isu strategis terkait perubahan iklim.
Langkah pengujian anggaran yang dapat dilakukan sesuai dengan pedoman Reviu RKA-K/L yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan serta Peraturan Dirjen Anggaran tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L.
4. Menguji kesesuaian penandaan anggaran perubahan iklim
APIP perlu melakukan evaluasi untuk memastikan bahwa kegiatan yang telah ditandai benar-benar mencerminkan kegiatan mitigasi perubahan iklim. APIP juga perlu memastikan seluruh output yang terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim telah dilakukan tagging/penandaan anggaran.
APIP juga perlu memastikan bahwa pejabat/petugas terkait di Kementerian/Lembaga memiliki pemahaman yang memadai tentang penandaan anggaran perubahan iklim.
5. Menguji kesesuaian capaian output kegiatan pengendalian perubahan iklim
APIP perlu memastikan angka capaian pengurangan emisi GRK telah sesuai dengan ketentuan dan dilakukan dengan metode yang tepat. Penghitungan pengurangan emisi GRK dari aksi mitigasi dan kegiatan adaptasi telah diatur dengan penyelenggaraan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PI) melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.71/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017.
Salah satu tantangan adalah memperhitungkan output dari kegiatan yang secara tidak langsung berdampak pada pengurangan emisi GRK, seperti penyusunan regulasi percepatan bauran EBT, subsidi teknologi ramah lingkungan atau kegiatan pengembangan kapasitas melalui pelatihan dan workshop.
Tantangan lainnya adalah beragamnya metode penghitungan penurunan emisi yang dilakukan di berbagai Kementerian/Lembaga.
Di Kementerian ESDM, penurunan emisi CO2 diukur dari energi yang dihemat dari pengoperasian PLTS yang telah dibangun, sedangkan di Kementerian Perhubungan penurunan emisi CO2 dihitung dari emisi kendaraan bermotor yang direduksi dengan penggunaan kereta api sebagai transportasi massal terutama di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
APIP dapat pula memberikan saran mengenai metode pengukuran penurunan emisi CO2 yang lebih akurat dan berkualitas.
5. Mengevaluasi dampak dari anggaran perubahan iklim terhadap pengurangan emisi GRK
APIP perlu melakukan evaluasi atas seberapa efektif penggunaan anggaran perubahan iklim untuk mencapai target pengurangan emisi GRK. Analisis dapat dilakukan atas dampak pengurangan emisi GRK dari kondisi baseline dengan anggaran mitigasi perubahan iklim yang digunakan, sehingga diperoleh informasi mengenai emisi GRK yang dihindari per rupiah (CO2e/Rp).
Pemantauan secara berkelanjutan dilakukan atas seberapa jauh penurunan emisi GRK yang telah dicapai terhadap target sesuai dengan besaran anggaran yang telah digunakan. Hasil evaluasi ini perlu juga dipantau sebagai pertimbangan untuk perencanaan dan penganggaran kegiatan mitigasi perubahan iklim periode selanjutnya.
Penutup: Komitmen dan Kolaborasi
Perubahan iklim adalah isu penting yang memerlukan komitmen dan kolaborasi yang solid dari berbagai pihak terkait. Perlu ada rasa kepemilikan masing-masing Kementerian/Lembaga terhadap tanggung jawab pengurangan emisi, mulai dari level pimpinan sampai seluruh pelaksana kegiatan terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
APIP sebagai trusted advisor dan agent of change perlu mendorong penganggaran dan pelaksanaan kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara efektif demi mencapai target pengurangan emisi GRK yang telah dicanangkan.
Pelaksana Tugas Belajar pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
0 Comments