Saya memang hanyalah seorang penikmat musik berselera rendah yang tidak memahami not balok, apalagi menguasai alat musik. Namun, saya sangat tertarik dengan tayangan video di YouTube tentang seleksi penyanyi di acara The X-Factor Indonesia 2021. Seleksi tersebut didukung oleh para musisi andal sebagai juri, di antaranya Judika, Bunga Citra Lestari, Ariel-Noah, Rossa, dan Anang Hermansyah.
Dalam video yang saya tonton, para juri diminta untuk menyeleksi dan menilai ke-5 orang kontestan The X-Factor untuk menyanyikan lagu berjudul “Talking to the Moon” (dinyanyikan oleh Bruno Mars). Lagunya sama, namun masing-masing harus menyanyikan dengan versi sendiri.
Kemudian, rasa takjub sekaligus bingung dirasakan oleh para juri yang kesulitan menilai kelima kontestan karena mereka mampu menyanyikan lagu dengan versi dan karakter mereka yang begitu apiknya. Tak satupun yang mirip.
Tak heran jika para juri memutuskan untuk meloloskan kelimanya untuk bersaing pada babak berikutnya. Saya pun memahami kebingungan para juri, karena mereka berhasil menyanyikan lagu melewati standar performance yang mereka harapkan.
Kekuatan karakter suara para kontestan memiliki ciri khas tersendiri. Berbeda dengan cara membawakan lagu oleh penyanyi aslinya, namun dibawakan begitu apik dan menarik perhatian para penonton pula. Cover version dari lagu Bruno Mars itu menjadi semakin sulit untuk dibandingkan satu sama lain.
Kinerja: Karena Dunia Panggung itu Kejam
Walaupun saya bukan pecinta musik, namun pertunjukan tersebut cukup menjadi refleksi bagi saya pribadi. Sesuai dengan judul artikel ini, refleksi itu berkaitan dengan kinerja (performance), dan keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Ulasannya mungkin ringan dan sederhana, tapi saya berharap bisa menjadi gambaran dan bahan diskusi bersama untuk diterapkan bagi pribadi dan dalam organisasi.
Kinerja bagi seorang artis di atas panggung sangatlah penting, mereka pasti akan berjuang maksimal untuk mempersembahkan kinerja terbaiknya. Mengapa? Karena output yang mereka hasilkan segera langsung dimanfaatkan/dinikmati oleh penonton/stakeholder.
Seorang artis terkenal pernah mengatakan bahwa dunia panggung itu memang kejam, tak ada toleransi untuk kesalahan dalam sebuah performance, dengan alasan apapun. Konsekuensinya hanya dua: Anda diterima atau ditendang (tersingkir).
Seorang juri akan mengomentari seobjektif mungkin, bahkan dengan kata-kata pedas, untuk memacu semangat para calon agar menghasilkan kinerja terbaik. Kerasnya pendidikan dan pelatihan para calon artis dalam bernyanyi, demi memuaskan para penonton dalam suatu pertunjukan di panggung.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kinerja yang kita hasilkan atas suatu kegiatan (output) harus berkorelasi positif dengan manfaat (utilitas) atas pelayanan yang kita hasilkan kepada pengguna/stakeholder (utilitas).
Fokus pada Mimpi dan Apa yang Dimiliki
Saya pun pernah menonton, sebagai tambahan, bagaimana kisah para calon yang berjuang untuk sampai dalam tahap seleksi di acara tersebut. Dengan dana, tenaga, dan waktu yang mereka miliki, semua itu mereka fokuskan secara integral dan penuh integritas untuk menggapai impiannya.
Jika pun mereka berasal dari pelosok negeri, datang ke Jakarta dengan biaya terbatas dan tak mampu menginap di hotel murah sekalipun, mereka rela memohon pada para kerabat yang ada di Jakarta untuk sekedar menumpang menginap. Dalam kondisi apapun dan di manapun, mereka tak menyerah untuk terus berlatih menyanyi dan menyanyi.
Dari perjuangan menjadi penyanyi ini, pelajaran penting yang diajarkan ialah: “Untuk menghasilkan kinerja yang baik, janganlah lebih dulu berpikir, meminta, atau memberikan syarat-syarat yang harus disediakan, tetapi optimalkan apa yang Anda miliki untuk menghasilkan kinerja yang terbaik”.
Keunggulan Kompetitif: Pakem Dulu, Lalu Improvisasi
Keunggulan kompetitif adalah keunggulan khas yang dimiliki seseorang untuk bisa bersaing dengan kompetitor lainnya. Persaingan ini bukan dengan saling menjegal atau menjelekkan satu sama lain di hadapan para juri atau penonton. Namun, setiap kontestan akan mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam bernyanyi di atas panggung.
Sangat terlihat, bagaimana setiap calon juara itu mampu menutupi kelemahan, menonjolkan karakter terbaiknya dengan improvisasi pada nada dan bait lagu itu. Improvisasi, dalam hal ini, merupakan kepiawaian melewati standar yang ditetapkan demi sebuah tujuan tertentu.
Pada awalnya mereka pasti akan menghafal dan mempelajari lagu tersebut sesuai dengan “pakem” (standar dan prosedur sebuah lagu). Selanjutnya, jiwa seni dan musikalitas akan mengilhami untuk melakukan improvisasi.
Saya ingat kata Shakespeare, bahwa seorang artis (seniman) terlebih dahulu harus memahami “pakem” atau pedoman, selanjutnya akan melanggar standar tersebut sesuai dengan intuisi yang dimilikinya, sebelum menghasilkan karya yang lebih baik untuk dinikmati para pelanggan.
Gaya mereka bernyanyi dengan karakter khas suara serta bagaimana mereka melakukan improvisasi yang terasa “pas” diterima (tidak berlebihan) di kuping para juri penilai atau penonton di acara tersebut adalah tujuan utama. Inilah yang disebut dengan keunggulan kompetitif.
Karakter suara mereka pastilah berbeda-beda, bisa menjadi keunggulan atau kelemahan dari masing-masing calon artis. Namun, kemampuan mereka untuk mengolah, memberdayakan dan mengoptimalkan agar terlihat menonjol dana memiliki “daya jual”, itulah menjadi ciri khas tersendiri.
Selain itu, mereka harus mampu memanfaatkan kelemahan karakter suara dengan berhati-hati memilih pada saat kapan nada dan bait dilakukan improvisasi untuk menutupi kelemahannya.
Misalnya, pada saat mereka harus bernyanyi pada saat Reff suatu lagu, umumnya mereka akan mengeluarkan nada tinggi. Namun, bagi mereka tidak memiliki suara tinggi, akan mencoba melakukan improvisasi dan menghasilkan nada menjadi sama baiknya saat diterima di kuping para pendengar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keunggulan kompetitif bukanlah bagaimana kita harus mencapai suatu standar tertentu secara maksimal agar hasil kinerja dan dimanfaatkan dengan nilai output lebih baik.
Akan tetapi, keunggulan kompetitif ialah bagaimana segala kekuatan dan kelemahan yang kita miliki dapat dilakukan berbagai penyesuaian (improvisasi) secara optimal untuk menghasilkan kinerja terbaik dan kinerja tersebut diterima (dimanfaatkan) oleh para penonton sebagai stakeholder.
Refleksi bagi Pribadi dan Organisasi
Sekali lagi, saya bukanlah pendengar atau penikmat lagu yang baik, apalagi seorang penyanyi. Mungkin saja, tulisan saya akan digugat karena berani menulis sesuatu yang bukan di ranah keahlian saya.
Namun, saya hanya ingin mengajak kita merenung atau merefleksikan diri, terutama sebagai pegawai dalam suatu organisasi, untuk memahami makna dari kinerja dan keunggulan kompetitif.
Berharap bahwa kita bekerja tidak sekedar dengan memahami dan tidak melanggar aturan dan prosedur. Namun, upaya kita harus selalu dikaitkan atas hasil kinerja agar bermanfaat dalam memberikan pelayanan bagi stakeholder.
Janganlah asal bekerja atau sekedar memenuhi perintah atasan maupun sesuai prosedur. Pelanggaran secara positif atau kebijakan diskresi diperlukan, namun bukan untuk melindungi kepentingan pribadi, melainkan demi upaya untuk memberikan hasil yang terbaik kepada pelanggan atau stakeholder.
Seperti yang saya uraikan di atas, janganlah mengeluh atas keterbatasan yang dimiliki organisasi baik dalam sisi anggaran, sarana, dan prasarana; dan waktu seolah kita tidak mampu menghasilkan kinerja yang baik.
Kerahkan semangat dan motivasi serta potensi keahlian agar dapat menjadi suatu keunggulan kompetitif dengan mencintai suatu pekerjaan apapun, dan selalu mau belajar dan bereksperimen (improvisasi) bagaimana caranya menghasilkan kinerja terbaik.
Epilog: Seperti kata Maslow
Jika Anda masih berpikir bahwa bekerja untuk menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup Anda, sesuai teori motivasi Abraham Maslow, berarti anda baru mencapai level kinerja terendah.
Namun, bila anda berusaha dengan segala cara mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan kinerja terbaik, dan Anda sangat menikmati apabila jerih payah Anda (hasil kerja atau pelayanan) dinikmati para pengguna/stakeholder, berarti Anda telah mencapai level tertinggi dari teori Abraham Maslow: “Kinerja Anda adalah aktualisasi diri Anda”.
Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Bro. Hobinya menulis secara otodidak mengenai permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan, dan korupsi. Pernah menerbitkan buku koleksi pribadi "Artikel ringan Cakbro: Sekitar Tata Kelola Organisasi" dan "Bunga Rampai SPIP".
E-mail: [email protected] Blogger: Cakbro. Blogspot.com
0 Comments