Penyisiran Anggaran dalam APBD

by | Dec 27, 2019 | Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Baru-baru ini pemerintah daerah dikagetkan dengan rencana penyisiran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pasca pengangkatan Bapak Tito Karnavian sebagai Menteri. Kekagetan ini terutama terjadi mengingat siklus pengelolaan keuangan daerah tengah berada pada penghujung pelaksanaan APBD tahun 2019, sekaligus persiapan final APBD tahun anggaran 2020.

Rencana penyisiran anggaran APBD ini kemudian ditanggapi dengan pro dan kontra. Saya pribadi memandangnya secara positif. Tidak bisa kita pungkiri bahwa struktur APBD masih jauh dari postur yang ditentukan pada Pedoman Penyusunan APBD yang regulasinya ditetapkan setiap tahun oleh Kemendagri.

Kesesuaian dengan pedoman ini memang belum pernah diperiksa konsistensinya. Belum lagi, alokasi APBD masih menghadirkan banyak masalah. Di antaranya, tingginya belanja tidak langsung, belanja pegawai dan belanja barang/jasa; sementara belanja modal dialokasikan rata-rata hanya di bawah 50%.

Belanja barang/jasa di sini pengertiannya adalah belanja atas barang yang umur penggunaannya di bawah 12 bulan. Belanja pegawai dan belanja barang/jasa ini merupakan alokasi yang ‘bisa dimainkan’ untuk pembiayaan nonbudgeter. Sedangkan pada belanja modal, sebagian di antaranya tidak tepat sasaran dan tidak berdaya guna.

Perbaikan di Hilir, Bukan di Hulu

Meskipun menyambut positif wacana tersebut, tetapi saya melihat bahwa penyisiran anggaran ini adalah sebuah upaya kuratif atau upaya perbaikan yang terjadi hanya di hilir, bukan di hulu. Walaupun penting, tetapi tidak cukup untuk memperbaiki kinerja perencanaan dan pelaksanaan APBD.

Perlu upaya-upaya penting lainnya yang dilakukan semenjak siklus penganggaran berada di hulu. Di antaranya adalah standarisasi sistem e-government, penyempurnaan sistem pelaksanaan anggaran, penyempurnaan sistem seleksi terbuka jabatan dan depolitisasi birokrasi. Kesemuanya terkait langsung dengan siklus dan ekosistem anggaran.

Anggaran diproses pada aplikasi e-government. Menyisir anggaran berarti harus juga menyisir aplikasi e-government. Sistem e-government dimulai dari e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-delivery, e-asset dan e-audit.

Hampir semua instansi pemerintah daerah membangun sistem e-government secara sendiri-sendiri dan memiliki variasi bentuk dan sistem yang berbeda satu sama lain. Hanya e-procurement yang terstandarisasi secara nasional yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dengan beberapa sistem aplikasi mulai dari sistem LPSE, sistem RUP, sistem e-katalog dan sistem lainnya.

Semua pemerintah daerah tinggal memakai aplikasi e-procurement yang sudah pakem. LKPP dapat dengan mudah memantau semua pergerakan aplikasi e-procurement dan siap memberikan layanan bantuan ataupun konsultasi terhadap permasalahan yang menyertainya.

Seperti itu yang dilakukan terhadap mekanisme pengadaan barang/jasa (PBJ), seragam dan terkendali oleh LKPP. Bagaimana dengan APBD? Rupanya, berbagai jenis aplikasi e-government yang dipergunakan dalam pengelolaan APBD menimbulkan masalah tersendiri. Aplikasi-aplikasi e-government ini sangat lokalistik dan tidak terintegrasi satu sama lain antar pemerintah daerah. Wajar jika kemudian Kemendagri kesulitan untuk memantau pergerakan APBD, meskipun telah terbantu dengan sistem informasi.

Untuk efektifitas dan efisiensi, sebaiknya Kemendagri membangun sebuah sistem e-government yang terpadu dan terkoneksi satu sama lain. Sistem ini sebaiknya terstandar secara nasional, sehingga Kemendagri bisa memantau secara online semua pergerakan APBD. Termasuk di dalamnya untuk melakukan penyisiran anggaran secara real time.

 

3 Rekomendasi Lainnya

  • e-delivery

Penyempurnaan sistem pelaksanaan anggaran juga bisa dilakukan dengan percepatan pembuatan e-delivery dan e-delivery lanjutan. Dengan kata lain, sistem pelaksanaan anggaran yang terdokumentasi secara online akan meminimalkan proses manual dalam pelaksanaan anggaran. Terutama pada proses kemajuan keuangan dan kemajuan pelaksanaan kontrak.

Dengan aplikasi e-delivery dan e-delivery lanjutan, Kemendagri bisa memantau secara online penyerapan anggaran. Dengan itu pula Kemendagri bisa membantu mengatasi kendala-kendala yang terjadi di lapangan. Seperti pelaksanaan proyek di akhir tahun yang rawan dengan problematika, bisa terpantau dengan baik.

  • Penyempurnaan Sistem Seleksi Terbuka Jabatan

Selanjutnya, perlu dilakukan penyempurnan dalam sistem seleksi terbuka jabatan. Selama ini, anggaran dikelola oleh para pejabat dengan kewenangan yang sangat besar. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kualitas pengelolaan APBD perlu juga dilakukan penyisiran rekrutmen pejabat. Khususnya, untuk jabatan eselon I dan II, perlu dilakukan rekrutmen lewat Seleksi Terbuka Jabatan yang lebih fair dan kompetitif.

Sistem yang ada selama ini masih sangat jauh dari memuaskan dan masih terkesan bisa direkayasa sesuai dengan pesanan pimpinan. Belum ada sistem yang standar dan terbuka yang memungkinkan proses seleksi berjalan secara objektif dan transparan. Sehingga menimbulkan minimnya minat para aparat sipil negara (ASN) untuk mengikuti Seleksi Terbuka Jabatan.

Semua penilaian dan skoring yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Jabatan masih bersifat tertutup dan belum ada audit objektif terhadap proses Seleksi Terbuka Jabatan tersebut. Belum ada pemusatan informasi, misalnya dalam bentuk pengumuman pada satu website khusus, atau dengan fasilitas khusus yang menampung seluruh informasi Seleksi Terbuka Jabatan pada website Kemendagri.

Padahal, kemudahan ini akan sangat membantu ASN untuk memperoleh informasi tentang Seleksi Terbuka Jabatan pada semua website instansi pemerintah yang jumlahnya ratusan. Tidak hanya bagi calon pelamar, keterbukaan informasi ini akan memberikan manfaat bagi instansi karena memungkinkan proses seleksi menghasilkan kandidat terbaik yang berasal dari banyak tempat.

Kemendagri harus melakukan penyempurnaan proses Seleksi Terbuka Jabatan ini agar dapat menghasilkan pejabat yang berkualitas dan mampu mengelola anggaran secara efektif efisien dan jauh dari keinginan untuk bermain di area nonbudgeter.

Semua Panitia Seleksi jabatan Terbuka sebelum bekerja harus mendapat pembekalan dulu dari Kemendagri dibantu oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK) agar Panitia Seleksi Terbuka Jabatan tidak bekerja hanya sekedar formalitas saja, apalagi dengan kinerja dalam rangka mengakomodir pesanan kekuasaan.

Selain itu, harus ada audit standar terhadap semua hasil kerja Panitia Seleksi Jabatan. Bila perlu ada 1 orang perwakilan ex officio dari Kemendagri dalam semua Panitia Seleksi Jabatan untuk memastikan semua proses Seleksi Terbuka Jabatan berjalan dengan baik dan objektif, jauh dari rekayasa kekuasaan.

Walau bagaimanapun juga, semua anggaran itu dijalankan oleh para pejabat. Bila pejabatnya baik maka tidak perlu pengawasan yang berlebihan kepadanya. Namun, apabila pejabatnya tidak baik maka akan menghabiskan energi dan waktu yang tidak sedikit untuk melakukan pengawasan.

  • Depolitisasi Anggaran

Yang terakhir adalah depolitisasi anggaran. Sudah menjadi rahasia umum bahwa politisasi anggaran sangat mendominasi pergerakan anggaran APBD. Mulai dari proses perencanaan sampai pada penggunaan anggaran tidak lepas dari pengaruh politik dan kepentingan di luar birokrasi.

Untuk permasalahan ini, Kemendagri harus mengembangkan sistem pengawasan dan pencegahan terhadap politisasi anggaran terutama pada saat pemilihan kepada daerah (pilkada) berlangsung. Sebab, politik pilkada berbiaya tinggi adalah hulu dari semua proses korupsi di pemerintahan daerah.

Mata rantai politik uang harus segera diputus secara sistemik. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan operasi intelijen dan penyusupan pada semua tim kampanye calon kepala daerah, untuk selanjutnya dilakukan proses pencegahan sekaligus penindakan.

Terhadap calon kepala daerah yang dari hasil deteksi dini intelijen berpotensi untuk melakukan politik uang, hendaknya diberikan peringatan dibantu oleh KPK. Apabila peringatan tidak diindahkan, maka Kemendagri bekerjasama dengan KPK bisa melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dan mendiskualifikasi calon kepala daerah yang bermain politik uang. Hanya dengan pembersihan proses politik uang selama pilkada, reformasi birokrasi pemerintah daerah bisa kita wujudkan.

Demikian sumbangsih pemikiran terhadap rencana penyisiran APBD beserta hal-hal pendukung ataupun penyelesaian hulu-hilir yang penulis tawarkan.  Kita, tentu saja, sangat berharap banyak agar Kemendagri – di bawah kepemimpinan Bapak Tito Karnavian – bisa melakukan reformasi birokrasi di pemerintah daerah.

Semoga.

 

 

1
0
Rahmad Daulay ★ Distinguished Writer

Rahmad Daulay ★ Distinguished Writer

Author

Penulis adalah alumni Teknik Mesin ITS Surabaya. Saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas Inspektur Daerah Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Pernah menjadi Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja pada Dinas Tenaga Kerja periode 2018-2019, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah periode 2015-2018, dan Kepala Bidang Pembinaan Jasa Konstruksi Dinas PU periode 2014-2015. Penulis adalah pengasuh blog www.selamatkanreformasiindonesia.com.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post