Masih terngiang di telinga kita ketika Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan penuh semangat menyampaikan pidato pelantikannya sebagai Presiden RI periode 2019-2024. Ada 5 agenda besar yang akan dibenahi dan diselesaikan dalam 5 tahun masa kepemimpinannya.
Salah satu amanat dan tugas besar yang disampaikan melalui pidatonya tersebut adalah penyederhanaan birokrasi secara besar-besaran.
“Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan”.
Pertanyaan besarnya adalah: sudah sejauh mana instruksi bapak Presiden ini dikerjakan oleh jajaran di bawahnya?
Realitas di Daerah: Jebakan Sistem dan Minimnya Waktu untuk Pembangunan
Penyederhanaan birokrasi masih terkendala pada banyaknya peraturan yang apabila dikerjakan semuanya maka waktu 8 jam kerja sehari dalam satu tahun hanya akan habis untuk mengotak-katik administrasi yang diwajibkan oleh semua peraturan tersebut. Takkan ada waktu untuk pembangunan dan pelayanan publik.
Apalagi, bila kita meneropong kondisi pemerintah daerah dengan otonomi daerahnya yang masih sangat terjebak dengan segala ketentuan dari peraturan yang lebih tinggi, yang membuat gerak dan langkah otonomi daerah jauh dari efektif dan efisien.
Saya coba mengupas realita penyederhanaan birokrasi dalam bingkai otonomi daerah pada tahapan perencanaan anggaran, organisasi, dan penilaian/audit.
Ketidakefisienan pada perencanaan anggaran, kepegawaian, dan penilaian/audit membuat waktu yang tersisa untuk pembangunan dan pelayanan publik menjadi berkurang. Dengan kata lain, waktu untuk pembangunan dan pelayanan publik jauh lebih sedikit daripada waktu untuk perencanaan anggaran, proses kepegawaian, dan penilaian/audit.
Pada perencanaan anggaran, masih berada pada bingkai UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Artinya, UU ini dibuat 15 tahun sebelum perintah Presiden Joko Widodo tentang penyederhanaan birokrasi. Tanpa mengubah UU nomor 25 tahun 2004, maka isu penyederhanaan birokrasi hanyalah angin lalu.
Lambatnya Perencanaan Anggaran
Coba kita simak lebih mendalam. Tahapan perencanaan anggaran tahunan dimulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional. Untuk pemerintah daerah mulai dari tingkat desa sampai kabupaten.
Musrenbang ini dilaksanakan pada kisaran bulan Maret-April setiap tahunnya. Kemudian dilanjutkan ke tahapan penyusunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) kemudian dilanjutkan ke penyusunan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Proses ini kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rancangan Penjabaran APBD. Dari sini saja mulai dari Musrenbang sampai lahirnya APBD melewati 4 tahapan. Di pertengahan tahun ada lagi proses penyusunan Rancangan Perubahan APBD yang didahului sebelumnya dengan Perubahan RKPD, Perubahan KUA-PPAS.
Berapa bulan waktu yang dihabiskan untuk memperoleh APBD dan Perubahan APBD? Apakah ini sudah sejalan dengan Instruksi Presiden Joko Widodo tentang penyederhanaan birokrasi?
Saya pribadi memandang bahwa tahapan penyusunan RKPD dan KUA-PPAS merupakan langkah atau tahapan yang tidak efisien. Kedua tahapan ini dihapuskan saja. Tahapan perencanaan anggaran cukup dengan Musrenbang setelah itu langsung dilakukan penyusunan Rancangan APBD.
Musrenbang dilakukan di bulan September, penyusunan Rancangan APBD dilakukan di bulan Oktober, pembahasan Rancangan APBD di DPRD dilakukan di bulan November, dan penyusunan Penjabaran APBD dilakukan di bulan Desember.
Dengan demikian, di bulan Januari sudah bisa dilakukan tender proyek atau proses pengadaan/penunjukan langsung untuk proyek kecil. Dengan efisiensi model seperti ini maka Badan Perencanaan Pembangunan Daerah bisa dimerger dengan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah menjadi satu perangkat daerah.
Pengelolaan Pola Karir: Standarisasi Nasional
Pada pengelolaan organisasi maupun pengisian jabatan masih banyak ditemukan ketidakefisienan. Untuk penyusunan organisasi mempedomani Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 72 tahun 2019.
Penempatan jabatan dalam organisasi diatur dengan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2020.
Salah satu ketidakefisienan dalam organisasi dan kepegawaian adalah tidak adanya pola promosi jabatan dan pola karir yang diatur secara nasional sehingga mutasi jabatan terjadi tidak teratur waktunya dan tidak teratur pola promosinya.
Seseorang bisa diangkat dalam jabatan dan bisa dicopot dari jabatan tanpa alasan yang jelas. Bisa ditempatkan pada posisi yang belum tentu sesuai dengan kapasitas, pengalaman dan latar belakang disiplin ilmu yang dimilikinya.
Ketiadaan pola promosi jabatan dan pola karir ini membuat banyak PNS stres dan harus menempuh jalan di luar peraturan untuk memperoleh jabatan seperti pendekatan pribadi ataupun pendekatan kelompok bahkan pendekatan politik yang ternyata jauh lebih efektif daripada yang sudah digariskan pada UU nomor 5 tahun 2014 maupun PP nomor 72 tahun 2019.
Ketiadaan pola promosi jabatan dan pola karir ini membuat karir PNS menjadi zigzag dan tidak bisa melahirkan birokrat yang tangguh seperti di zaman orde baru. Ini sangat berpengaruh pada kulitas kerja dan kualitas pelayanan publik yang pada akhirnya berpengaruh pada pencapaian kualitas pembangunan daerah.
Oleh karena itu, bila organisasi dan kepegawaian akan diefisienkan maka tidak ada jalan lain pola promosi jabatan dan pola karir harus diatur secara ketat dan terstandarisasi secara nasional sebagaimana kita lihat pada organisasi TNI dan Polri yang memiliki pola promosi jabatan dan pola karir yang jelas dan terstruktur secara nasional, sehingga bisa melahirkan pemimpin yang tangguh dan profesional dalam menjalankan tugas negara.
Penilaian/Audit dan Perbaikan Kinerja Birokrasi
Pada tahapan penilaian dan audit, perlu dilakukan penyederhanaan baik kelembagaan maupun jenis serta metode audit. Lembaga audit mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Daerah (provinsi, kabupaten dan kota).
Model dan metode penilaian maupun audit mulai dari reviu yang semakin lama semakin banyak ragamnya, audit reguler internal, audit reguler eksternal, Laporan Pelaksanaan Pemerintah Daerah (LPPD), Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah (LAKIP), Evaluasi Reformasi Birokrasi, Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK dan entah apa lagi di mana masing-masing instansi membuat metode penilaian dan audit masing-masing.
Hal ini perlu disederhanakan dengan melakukan merger dan spesialisasi tugas penilaian dan audit. Semua jenis reviu dihapuskan saja karena reviu ini dilakukan terkesan dikarenakan ketidakpercayaan terhadap kualitas kinerja pejabat daerah.
Serahkan saja sepenuhnya tanggung jawab tersebut kepada si pejabat daerah atas semua risiko yang akan ditanggungnya apabila terjadi penyimpangan. Apabila pola promosi jabatan dan pola karir telah berjalan dengan baik maka produk kerja pejabat juga akan semakin baik.
Keberadaan dari begitu banyaknya reviu saat ini tidak berdampak pada perbaikan kinerja birokrasi dan hanya terkesan sebagai sebuah tahapan baru yang bersifat seremoni dan formalitas prosedural belaka. Tidak menambah efisien justru menambah ketidakeifisienan dan keterlambatan.
Demikian juga beberapa bentuk penilaian seperti SAKIP, LPPD, MCP KPK, evaluasi Reformasi Birokrasi dan lainnya digabungkan saja menjadi satu penilaian yang terintegrasi. Terlalu banyaknya bentuk penilaian sangat tidak efisien.
Mimpi indah tentang efisiensi birokrasi pada tiga tahapan di atas apabila dijalankan dengan baik akan mengubah wajah birokrasi pemerintah daerah. Persentase pembangunan dan pelayanan publik akan meningkat drastis.
Salam reformasi!
Penulis adalah alumni Teknik Mesin ITS Surabaya. ASN staf pada Inspektorat Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Pernah menjadi Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja pada Dinas Tenaga Kerja periode 2018-2019, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah periode 2015-2018 dan Kepala Bidang Pembinaan Jasa Konstruksi Dinas PU periode 2014-2015. Penulis adalah pengasuh blog www.selamatkanreformasiindonesia.com
0 Comments