Pengangguran vs Kesulitan HR Hunting SDM

by | Nov 20, 2023 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Indonesia tengah menuju tahapan puncak bonus demografi, yang pastinya tidak hanya menawarkan “bonus”, namun juga akan menghadapi berbagai tantangan. Puncak bonus demografi ini berada pada kisaran tahun 2020 sampai dengan 2035.

Sebuah periode di mana jumlah usia produktif, dengan rentang usia 15 sampai dengan 64 tahun, mendominasi populasi penduduk Indonesia. Usia produktif lebih banyak daripada usia nonproduktif yaitu kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas (Badan Pusat Statistik atau BPS). 

Produktivititas vs Mismatch Profil Tenaga Kerja

Bonus demografi jika dikelola dengan baik, akan meningkatkan produktivitas bangsa ini. Tenaga kerja dengan usia produktif mempunyai kelebihan dalam segi kekuatan fisik, kecerdasan digital, inovasi, maupun kreativitasnya. 

Namun sebaliknya jika kesempatan bonus demografi ini tidak dimanfaatkan dengan baik, hanya akan menimbulkan penumpukan angkatan kerja yang tidak bekerja atau istilahnya disebut pengangguran. 

Data empiris pun menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang tinggi tanpa didukung oleh modal manusia yang baik maka hanya akan menghasilkan rendahnya output perekonomian (BPS).

Data jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 7.989.280 orang atau 5,45 % dari jumlah angkatan kerja1. Hal ini tentu harus menjadi perhatian pemerintah karena pengangguran berusia muda di Indonesia berada pada peringkat ke-2 di antara negara-negara di Asia Tenggara2.  

Namun kenyataan yang terjadi begitu berbeda. Disebutkan bahwa yang mengalami kesulitan bukan hanya pencari kerja saja, akan tetapi pengelola Human Resource (HR) juga sering mengalami kesulitan dalam memenuhi Sumber Daya Manusia (SDM) di instansinya3

Berarti ada mismatch antara profil tenaga kerja dengan profil SDM yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Tenaga kerja yang tersedia membludak, namun kompetensinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan penggunanya.

Mengatasi Tantangan Mismatch SDM dengan Teknologi

Tantangan dan ancaman Indonesia sebelum kemerdekaan adalah menghadapi para penjajah. Namun, seiring 78 tahun Indonesia merdeka, tantangan dan ancaman telah berubah. 

Setelah sebelumnya kehidupan manusia berada pada era 4.0 (era revolusi industri), kini Jepang menggagas era society 5.0, di mana masyarakat informasi yang dibangun di atas era 4.0 serta bertujuan mewujudkan masyarakat yang makmur4.

Era society 5.0 ini dapat menjadi peluang dan kesempatan emas bagi pemerintah Indonesia untuk menghadapi masalah pengangguran yang masih tinggi. 

Tantangan multi dimensi akan dapat diatasi di era society 5.0 melalui peluang-peluang bagi kemanusiaan, karena konsepnya berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based). Berbeda dengan era 4.0 yang berpotensi mendegradasi berbagai bentuk peran manusia.

Dengan kemajuan ini,
semestinya mismatch antara profil tenaga kerja dengan kebutuhan SDM
suatu perusahaan dapat didukung dengan kehadiran
era society 5.0

Pengangguran versus kesulitan HR dalam hunting SDM hanya perlu dicari letak masalah dan solusi terhadap masalah tersebut. 5W dan 1H5 (What, Who, When, Why, Where, dan How) dapat dijadikan cara untuk menganalisisnya.

  • What. Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah tingginya angka pengangguran, sedangkan HR mengalami kesulitan dalam hunting SDM. Padahal secara kuantitas jumlah angkatan kerja masih banyak yang tidak mempunyai pekerjaan. Kondisi ini sungguh membuat miris kan??
  • Who. Siapa yang bertanggung jawab atas kondisi ini? Banyak pihak tentu saja. Kondisi ini dapat diperbaiki minimal dari sisi angkatan kerja dan pihak HR. Lebih lanjut dapat diperkuat oleh kebijakan pemerintah untuk menangani mismatch antara profil tenaga kerja dengan kebutuhan SDM suatu perusahaan.
  • When. Kapan kondisi ini akan segera ditangani? Dengan adanya era society 5.0, maka peran manusia dapat dioptimalkan kembali. Era society 4.0 yang awalnya berpotensi mendegradasi peran manusia, tetap menyokong perkembangan era society 5.0, karena kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) akan mentransformasi Big Data dan dikumpulkan melalui internet (The Internet of Things) yang berguna meningkatkan kemampuan manusia6
  • Why. Mengapa kondisi ini terjadi? Hal ini ditinjau dari sisi HR maupun SDM-nya.  Kita kupas terlebih dahulu dari sisi HR. Mengapa HR sampai kesulitan rekrutmen pegawai? 
  1. Pertama, karena adanya competency gap, apa yang dicari HR berbeda dengan proses hunting SDM. Kompetensi, pendidikan, pengalaman kerja, dan sikap SDM, menjadi bahan pertimbangan yang menjadi kendala HR menentukan kandidat pegawai yang tepat.
  2. Kedua, minimnya media pemberian informasi HR dalam mengumumkan lowongan kerja kepada calon pegawai. Era informasi digital belum tentu sepenuhnya tepat dalam penyampaian informasi, perlu teknik tambahan yang menjadi inovasi HR. 
  3. Ketiga, persaingan HR dalam mencari kandidat pegawai yang diharapkan pada setiap perusahaan pasti terjadi, sehingga itulah pentingnya inovasi dalam pencarian SDM tersebut. 
  4. Keempat, proses negosiasi yang terjadi antara HR dengan calon pegawai tidak berhasil dengan baik, ibaratnya HR menginginkan SDM yang berkualitas, akan tetapi dengan gaji yang belum sesuai.

Dari Sisi Angkatan Kerja

Lalu kenapa masih banyak pengangguran, padahal HR-pun kesulitan mencari tenaga kerja? Mari kita lihat dari sisi angkatan kerja. 

Pertama, kompetensi hard skill dan soft skill SDM yang masih lemah, sehingga tidak mampu memenuhi kriteria yang dipersyaratkan HR. 

Kedua, profiling yang ditampilkan oleh pencari kerja melalui curriculum vitae yang dilampirkan saat melamar kurang meyakinkan, sehingga dapat menurunkan ekspektasi dari HR

Ketiga, performance ketika proses wawancara kerja kurang optimal dan meyakinkan pihak HR. Keempat, pelamar fresh graduate dapat mengikuti pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan skill dan pengalaman.

How. Lalu bagaimana langkah yang tepat untuk menjembatani mismatch antara pengangguran dan HR yang kesulitan hunting SDM? Tentu semuanya bukan hanya dilihat dari sisi HR dan SDM angkatan kerja, perlu peran pemerintah dalam membuka peluang dan mencari solusi akibat mismatch tersebut.

Referensi: 

1Statistik Indonesia 2023, BPS, Februari 2023

2https://pustaka.bunghatta.ac.id/index.php/405-pengangguran-usia-muda-tantangan-mencapai-bonus-demografi, diakses 27 Juli 2023

3https://money.kompas.com/read/2022/04/20/070000126/tidak-hanya-pencari-kerja-tapi-hr-juga-kesulitan-mencari-pekerja?page=all, diakses 26 Juli 2023.

4https://www.djelas.id/siapkah-indonesia-menghadapi-era-society-5-0/, diakses 27 Juli 2023.

5https://bogorkab.go.id/post/detail/kalimat-5w1h#:~:text=5W%2B1H%20sendiri%20diambil%20dari,%2Dcontoh%20kalimat%205W%2B1H%20.6https://socs.binus.ac.id/2020/11/01/siapkah-indonesia-menyosong-society-5-0-dengan-seiring-perkembangan-big-data-yang-semakin-pesat/

1
0
Sulistianingsih ◆ Active Writer

Sulistianingsih ◆ Active Writer

Author

Analis Kebijakan Ahli Muda pada Puslatbang PKASN LAN. Sangat termotivasi untuk membahas pendidikan dan hal yang berhubungan dengan ilmu ekonomi.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post