Pengalihan Kewenangan Pendidikan Menengah ke Provinsi: Permasalahan dan Harapan

by Bambang Suwardi Joko ◆ Professional Writer | Aug 29, 2021 | Birokrasi Melayani | 2 comments

Pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur kewenangan mengelola pendidikan menengah (SMA/SMK) dan pendidikan khusus dari pemerintah kabupaten/kota (pemkab/kota) ke (pemerintahan provinsi (pemprov), banyak daerah mulai meningkatkan perannya dalam pendidikan -khususnya pendidikan menengah.

Dalam undang-undang tersebut, pada hal pendidikan dijelaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah mengelola pendidikan menengah naik level menjadi tanggung jawab pemprov. Dengan demikian, pemkab/kota difokuskan mengelola pendidikan dasar dan menengah pertama. Peraturan ini diterbitkan pada tahun 2016.

Perlu Lebih Banyak Sosialiasi

Penelitian Siswantari dkk. (Puslitjak, 2018) terkait Evaluasi Pengelolaan SMA dan SMK – pasca pengalihan pendidikan ke pemerintah provinsi menghasilkan rekomendasi penting. Di antaranya pemerintah (Kemdikbud dan Kemendagri) perlu lebih aktif menyosialisasikan berbagai peraturan yang relevan.

Peraturan ini termasuk tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi Disdik provinsi dan sekolah menengah setelah pengalihan urusan. Bukankah salah satu filosofi pengalihan urusan pendidikan menengah tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman, sehingga timbul kesadaran untuk memberikan pelayanan seoptimal mungkin.

Setelah kebijakan ini berjalan, terdapat beberapa kesan dari para pihak yang terlibat. Satu di antaranya disampaikan oleh Kepala SMAN 2 Rangkasbitung yang juga Ketua MKKS SMA Kab. Lebak.

“Meski belum diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan jika dilihat parameter dari hasil capaian UN, tetapi terjadi peningkatan kesejahteraan bagi guru/PTK secara signifikan, peningkatan akses (gedung dan dan sarpras serta jalan menuju ke sekolah) dan ketersediaan sumber daya baik berbentuk pemeliharaan, penambahan dan pembangunan USB.”

Dari Sisi Positif

Pemerintah pusat melalui pemprov terus mendorong pengelolaan SMA dan SMK agar menjadi lebih baik. Sekolah yang terkena langsung dampaknya tentunya harus mampu beradaptasi. Dalam prosesnya, peralihan kewenangan ini berdampak adanya kota/kabupaten yang justru merasa “rugi” karena tidak bisa mendanai SMA/SMK.

Mereka khawatir karena tidak bisa mendanai, berimbas kualitas SMA/SMK turun, padahal siswanya juga anak-anak dari kota dan kabupaten itu sendiri. Di sisi lain, ada pula sambutan negatif karena perubahan sistem yang ditimbulkan oleh peraturan ini. Beberapa daerah yang telah menerapkan wajib belajar 12 tahun dengan biaya sepenuhnya dari pemkab/kota harus mengalami perubahan sistem.

Sebelum ada UU Pemda, dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas terdapat pasal yang menyebutkan pemerintah kota dapat mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Artinya, seolah-olah terdapat dua norma undang-undang yang memuat pengaturan secara berbeda terhadap objek yang sama.

Dari sisi positifnya, dengan pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemkab/kota ke pemprov, setidaknya alokasi anggaran kabupaten/kota tidak harus digunakan untuk mendanai SMA/SMK. Anggaran pendidikan dapat dialokasikan untuk mengatasi masalah lain, misalnya memaksimalkan pelaksanakan program wajib belajar 9 tahun (baik dari segi dana maupun SDM), serta beragam harapan lain:

  • Tercukupinya anggaran baik untuk gaji, operasional, maupun pengembangan kualitas SMA/SMK; mengingat sebagai daerah otonom keharusan mengalokasikan 20% anggaran untuk pendidikan
  • Karier dan pengalaman PNS yang mengabdi di SMA-SMK menjadi terbuka ke jenjang yang lebih tinggi
  • Standardisasi kualitas SMA/SMK di daerah akan menjadi lebih mudah dilakukan karena pengelolaannya pada satu tangan (Pemprov)
  • Adanya pembagian yang jelas dalam pengelolaan; tingkat SD sampai SMP ditangani kabupaten/kota, SMA/SMK ditangani pemprov, dan pendidikan tinggi ditangani pemerintah pusat;
  • Sebagai implikasinya masing-masing jenjang pemerintahan menjadi fokus.

Tabel 1 Kewenangan/tugas Pengelolan Pendidikan,

Antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/kota

NOSUB URUSANPEMERINTAHAN PUSATPEMERINTAHAN PROVINSIPEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA
1Manajemen Pendidikana. Penetapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) b. Pengelolaan Pendidikan Tinggi (Dikti)a. Pengelolaan Pendidikan Menengah, b. Pengelolaan Pendidikan Khusus (Diksus).a. Pengelolaan Pendidikan Dasar, b. Pengelolaan PAUD dan Pendidikan non formal.
2KurikulumPenetapan Kurikulum Nasional Dikdas, Dikmen, PAUD, dan Pendidikan NonformalPenetapan Kurikulum Pendidikan Muatan Lokal Dikmen, dan Kurikulum Diksus.Penetapan Kurikulum Pendidikan Muatan Lokal Dikdas, PAUD dan Pendidikan Nonformal
3AkreditasiAkreditasi Dikti, Dikmen, Dikdas, PAUD, dan pendidikan nonformal.
4Pendidik dan Tenaga Kependidikana. Pengendalian formasi pendidik, pemindahan pendidik, dan pengembangan karier pendidik. b. Pemindahan PTK lintas Daerah provinsi.Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan lintas Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi.Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan dalam Daerah kabupaten/kota.
5Perizinan Pendidikana. Penerbitan izin PTS yang diselenggarakan oleh masyarakat. b. Penerbitan izin penyelenggaraan satuan pendidikan asing.a. Penerbitan izin pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat. b. Penerbitan izin Diksus yang diselenggarakan oleh masyarakat.a. Penerbitan izin pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat. b. Penerbitan izin PAUD dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat.
6Bahasa dan SastraPembinaan bahasa dan sastra Indonesia.Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya lintas Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi.Pembinaan bahasa dan sastra yang penuturnya dalam Daerah kabupaten/kota.

Sumber: Lampiran Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan   Daerah (http://pih.kemlu.go.id/files/UU0232014.pdf).

Pembinaan dan Pengawasan

Sejatinya, dengan peralihan pengelolaan SMA/SMK dari pemkab/kota kota ke pemprov diharapkan terjadi pemerataan di bidang pendidikan secara masif di provinsi, misalnya: `

  • kesenjangan kualitas dan kuantitas guru SMA/SMK di setiap kabupaten/kota diminimalisir;
  • percepatan wajib belajar 12 tahun cepat terlaksana,
  • pemkab/kota menjadi lebih fokus dalam pembinaan tingkat SD dan SMP,
  • Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas); serta
  • dinas pendidikan di provinsi memiliki ruang yang cukup untuk pembinaan pendidikan di sekolah, pengawas pendidikan di provinsi juga memiliki sekolah binaan.

Ketika kewenangan pengelolaan berjalan, masalah pengawasan dan pembinaan menjadi salah satu yang cukup dikhawatirkan. Wilayah provinsi begitu luas, jarak antarkabupaten dan kota dengan kondisi geografis yang berbeda.

Dapat dibayangkan jika ada masalah pendidikan di salah satu daerah yang lokasinya jauh dari provinsi, maka pemecahan tersebut membutuhkan waktu lebih lama. Mau tidak mau, pemecahan masalah akan dilaksanakan di tangan provinsi, sehingga daerah yang letaknya jauh harus merujuk mencari solusi tanpa bisa mengambil keputusan sendiri.

Hal ini tentu menimbulkan tidak efisiennya waktu dan jarak tempuh. Seperti yang disampaikan Kepala SMAN 17 Kota Palembang:

“Adalah sarpras sekolah, belum menjangkau sekolah-sekolah yang letaknya di daerah-daerah pelosok provinsi, maka diperlukan adanya pemerataan bantuan dana dari pemerintah daerah untuk menjangkaunya”.

Peran Kantor Cadang Dinas (KCD) dan Harapan Kepala Sekolah

Terkait akses pelayanan sekolah ke dinas pendidikan, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan seperti:

  1. Program pembinaan dan pengawasan berupa kunjungan rutin ke sekolah (SMA/SMK dan Diksus) yang ada di masing-masing provinsi, agar daerah yang jauh dari pusat ibukota tidak mengalami ketertinggalan serta tidak luput dari jangkauan,
  2. Maksimalkan peran Kantor Cadang Dinas (KCD) Pendidikan. Melalui sebuah wawancara dengan Kepala KCD wilayah Kota Tangerang dan Kota Tangsel pada 21 April 2021, diketahui pentingnya pembagian tugas yang jelas dari Disdikprov. Sesuai dengan Pergub Nomor 19 Tahun 2018, peran KCD sangat penting mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan penatausahan pendidikan SMA/SMK dan pendidikan khusus.

Adapun para kepala SMA dan SMK juga memiliki harapan yang tersematkan melalui perubahan kewenangan pengelolaan menjadi level pemerintah provinsi. Hasil wawancara penulis terhadap harapan ini dituangkan dalam Tabel 2.

Tabel 2 – Program yang Berjalan dan Masih Perlu Peningkatan

NOSEKOLAHYANG TELAH DIRASAKANMASIH PERLU PENINGKATAN
1Drs. Wahyudi Widodo, M.Pd – SMAN 2 RangkasbitungDari pendanaan, terjadi peningkatan kesejahteraan bagi guru/PTK secara signifikan, peningkatan akses (gedung dan dan sarpras serta jalan menuju dan di sekolah). Baik yang berbentuk pemeliharaan, penambahan, dan pembangunan USB.Dari sisi peningkatan mutu guru/PTK, masih seperti saat bergabung di kabupaten, program peningkatan mutunya sangat terpengaruh oleh kebijakan pusat/LPMP Untuk kegiatan MGMP belum mendapat perhatian, selama ini lebih bergantung kepada inisiatif guru dan kepala sekolah (MKKS) Penganggaran kegiatan lomba-lomba kesiswaan masih kurang, sehingga berpengaruh kepada penyelenggaraan terlebih di masa pandemi.
2Drs. Arsil, M.Pd. – Kepala SMAN 1 Kota TangerangPeningkatannya sangat signifikan, baik dari segi mutu pendanaan sarpras, pendidik/ PTK, dan lain-lain.
3Dra. Hj. Purwiastuti Kusumastiwi – Kepala SMAN 17 Kota PalembangDari sisi pendanaan, sekolah-sekolah di Sumsel mendapat dana dari BOS dari Pusat dan PSG dari Pemda; Jika sekolah kategori kecil kemungkinan dari 2 sumber dana itu mencukupi. Namun, untuk sekolah yang besar diperlukan tambahan dana, untuk kekurangan dana dilakukan melalui komite yang berperan membantu dana operasional sekolah yang sifatnya sumbangan sukarela dari orang tua; Prosedur aliran dana BOS sudah sesuai hanya peruntukkannya (sesuai Juknis) jadi belum memenuhi kebutuhan yang disesuaikan situasi kondisi sekolah. Misal dana BOS tidak dibolehkan untuk membiayai dana kegiatan keluar sekolah.Dari sisi peningkatan kompetensi guru/PTK dan kurikulum belum secara signifikan dirasakan guru. Contoh, sosialisasi Asesmen Nasional (AN) yang seharusnya dilakukan Disdik lebih banyak dibantu oleh MKKS; Secara berkesinambungan, misalnya satu tahun sekali dilakukan peningkatan kompetensi guru melalui Bimtek, setidaknya wakil kurikulum untuk menyamakan persepsi berkaitan dinamika perubahan pembelajaran dan penilaian serta penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Untuk sarpras belum menjangkau sekolah-sekolah yang letaknya di daerah-daerah, diharapkan adanya pemerataan bantuan dana dari pemerintah untuk menjangkaunya.
4Dr. Anne Sukmawati KD.MMPd – Kepala SMKN 9 BandungDari pendanaan: Sekolah dapat Bantuan Operasional (BOSDA) dari Pemprov Jabar sebesar 15.000,-/siswa /bulan. BOSDA ini dapat digunakan untuk peningkatan mutu guru, tendik, dan pengadaan bahan praktik, serta alat praktik yang bukan investasi. Namun masih ada kriteria tertentu pemanfaatan dana BOSDA; Bagi guru honorer, Pemprov mengalokasi Rp.85.000/jam, ialah jumlah yang lumayan besar.
5Dra. Sri Wirdani, Kepala SMKN 6 Kota PadangPeningkatan mutu sekolah, guru/tendik, pemprov melalui Disdikprov melaksanakan peningkatan kompetensi guru dan tendik lewat diklat-diklat dan pelatihan. Untuk kurikulum, selalu ada pendampingan sekolah lewat pengawas sekolah dalam penyusunan kurikulum.Untuk pendanaan, masih dirasa kurang. Saat ini sekolah didanai oleh BOS reguler dan dari komite; Untuk sarpras, khusus SMK 6 Kota Padang bantuan sarpras hanya dari kementerian


1
0
Bambang Suwardi Joko ◆ Professional Writer

Peneliti Muda pada Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud
Gedung E Lt.19, Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270
Telp/WA: 081519986789
Email: [email protected]

Bambang Suwardi Joko ◆ Professional Writer

Bambang Suwardi Joko ◆ Professional Writer

Author

Peneliti Muda pada Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud Gedung E Lt.19, Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270 Telp/WA: 081519986789 Email: [email protected]

2 Comments

  1. Avatar

    saya pribadi lebih setuju lagi jika urusan pendidikan tidak dikelola oleh level kabupaten/propinsi, langsung pusat saja, agar standar mutu pendidikan terjaga dan tidak terkontaminasi dengan ‘politik”.

    Reply
    • Avatar

      uu apa dan nomor berapa yang mengantur tentang penyelengaraan pendidikan sma beralih fungsi dari daerah ke provinsi

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post