Pendidikan Islam Indonesia memiliki peluang besar dalam mengenalkan dan memperkuat konsep Islam rahmatan lil ‘alamin dan moderasi beragama, secara lokal maupun global. Salah satu perhatian penting dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 adalah moderasi beragama dalam dalam lingkup pendidikan nasional.
Amanah untuk memperkuat dan mengembangkan moderasi beragama dalam pendidikan tersebut tentu merupakan justifikasi penting bagi Pendidikan Islam. Secara konkret, Kementerian Agama menjadikan tahun ini sebagai “Tahun Toleransi”.
Dengan afirmasi dalam RPJMN dan pencanangan Tahun Toleransi tersebut, Pendidikan Islam juga berkesempatan besar untuk mengenalkan moderasi beragama Indonesia ke pentas dunia secara lebih terstruktur dan sistemik. Pandangan dan semangat ini menjadi penting sebagaimana afirmasi Kishore Mahbubani tentang perdamaian dunia dan peluang Indonesia di dalamnya.
Dalam buku Asean Miracle: A Catalyst for Peace (2017), Kishore Mahbubani menggambarkan bahwa dalam sketsa konflik dunia dewasa ini, banyak negara merasa perlu sedemikian rupa meyakinkan diri terhadap identitas nasionalismenya di tengah menguatnya konflik di berbagai negara, dan sentimen ideologi yang menguji nalar berbangsa dan bernegara dalam berbagai bentuknya.
Problem identitas nasionalisme tersebut kerap menjadi faktor penting yang mendorong berbagai negara berlomba-lomba membangun wawasan geopolitik yang mendorong pandangan dan aksentuasi kebijakan untuk saling curiga, membelakangi, dan menyudutkan.
Akibatnya, nilai-nilai harmoni dalam berbangsa dan bernegara di berbagai kawasan sering mendapat tantangan serius dan terus berada dalam ancaman disharmoni dalam rupa-rupa bentuk pertikaian, perselisihan, radikalisme, dan berbagai pembangkangan sosial.
Tantangan dan ancaman ini memicu retaknya kohesi sosial dan kebangsaan. Indonesia, dalam pandangan Mahbubani, telah lama menginspirasi dengan konsep “musyawarah” dan “mufakat” dalam mengelola potensi masalah keberagaman dan keberagamaan.
Pendulum yang Hilang
Dalam kaitan dengan pendidikan Islam dan konflik sosial yang terjadi di sekitarnya, kawasan Timur Tengah layak dimunculkan. Pasalnya, harapan besar layak disematkan pada kawasan ini sebagai kiblat peradaban Islam di mana pendidikan Islam berada di dalamnya.
Namun sayangnya, konflik berkepanjangan di kawasan Timur Tengah ini menjadi pertanyaan serius mengenai persemaian pendidikan Islam dalam mengusung nilai perdamaian dan rahmat bagi semesta.
Situasi demikian dalam banyak hal menjadikan pendidikan Islam dalam konteks global seperti kehilangan pendulum. Jika pendidikan Islam pada dasarnya mengajarkan segala nilai perdamaian, lalu mengapa Timur Tengah selalu bergejolak karena perang sebagai antitesa nilai-nilai perdamaian?
Memang, perang dan konflik kawasan adalah akumulasi berbagai faktor sosial, politik, budaya, bahkan dalam beberapa hal membawa sentimen rasial. Namun demikian, jika kita melihat bahwa konstruksi peradaban membutuhkan pendidikan sebagai penopangnya, maka sesungguhnya peradaban dan tata nilai di dalamnya turut berperan dalam mendefinisikan lingkungan sosial budaya yang menjadi konteks berkembangnya.
Dengan kata lain, dalam konteks performa nilai-nilai pendidikan yang menyokong berkembangnya budaya dan peradaban, Timur Tengah mengalami masalah yang sangat serius. Tidak mudah untuk menjadikan nilai-nilai pendidikan Islam yang dikembangkan pada wilayah tersebut sebagai teladan karena riuhnya konflik yang berkepanjangan.
Tidak ditemukan promosi perdamaian yang langgeng dan berkelanjutan. Sebaliknya, pendidikan Islam di Indonesia adalah sepenuhnya berada dalam upaya mendorong terciptanya nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin.
Dengan demikian, di tengah kebingungan global dalam konteks identifikasi kiblat Pendidikan Islam dunia, pendidikan Islam Indonesia menempati posisi terdepan dalam meraih kesempatan tersebut.
Pendidikan Islam Indonesia sebagai Destinasi
Pendidikan Islam Indonesia dengan konsep Islam rahmatan lil alamin dan moderasi beragama berada di garis terdepan dalam menawarkan platform dan spektrum pendidikan Islam dunia. Hal ini dilatari beberapa hal mendasar.
Pertama, Indonesia adalah negara yang paling otoritatif dalam berbicara mengenai Islam. Dalam lanskap demografis yang sangat strategis, Indonesia bukan hanya merupakan negara Islam terbesar di dunia, tapi juga negara dengan lembaga pendidikan Islam terbanyak di dunia. Dalam kondisi demikian, lembaga pendidikan Islam bersama-sama mengajarkan corak Islam rahmatan lil alamin.
Kedua, kompatibilitas Islam Indonesia dengan modernitas dan demokrasi. Indonesia didukung perangkat kelembagaan Islam terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, serta organisasi sejenis lainnya yang mengusung moderatisme yang berjalan seiring dan sejalan dengan arus modernisme dan demokrasi.
Pendidikan Islam berada dalam konteks besar negara-bangsa yang memiliki kepercayaan diri yang besar sebagai entitas yang didukung oleh keberagaman agama, budaya, etnis, dan lain sebagainya. Keberagaman tersebut tetap kukuh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam kaitan ini, penting kiranya entitas Pendidikan Islam meneguhkan diri untuk menjadi bagian terdepan dari upaya untuk menjaga keharmonisan tersebut. Kalangan Pendidikan Islam perlu berkomitmen lebih jauh untuk terus mengembangkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dan moderasi beragama, sekaligus menjadi pendulum baru peradaban Islam.
Menanti: Universitas Islam Internasional Indonesia
Semangat untuk menjadikan Islam Indonesia sebagai pusat peradaban Islam dunia menguat dan menemukan momentum pentingnya pada 29 Juni 2016, saat Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).
Perpres ini merupakan salah satu tonggak pelembagaan ide semangat besar tersebut. Sesuai dengan Perpres Nomor 57 tahun 2016 tersebut, UIII tidak hanya mengkhususkan diri untuk program magister dan doktor bidang studi Ilmu Agama Islam, tetapi juga ilmu-ilmu sosial, humaniora, serta sains dan teknologi.
Dengan semangat global, kampus ini lebih menyasar mahasiswa luar negeri. Pilihan ini, di samping mengenalkan corak moderatisme Islam Indonesia, juga berupa upaya menjadikan para mahasiswa tersebut sebagai duta Islam Indonesia.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia sudah sewajarnya menjadi kompas peradaban Islam dunia.
Perdamaian dunia dan kegelisahan di dalamnya, sebagaimana dalam gambaran Kishore Mahbubani, semoga bertemu dan direspons dengan tepat dalam semangat besar Moderasi Beragama dalam RPJMN 2020-2024, pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia sebagai pusat peradaban Islam dunia, dan pencanangan Tahun Toleransi.
*Tulisan ini juga dipublikasikan pada Moderasi dan Masa Depan Pendidikan Islam (kemenag.go.id)
ASN pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama. Juga seorang analis data dan penulis lepas sejak tahun 1999.
0 Comments