Pemimpin Itu Cerminan Rakyat

by Muhammad Mantsani ♥ Associate Writer | May 16, 2024 | Birokrasi Melayani, Politik | 0 comments

Tahun 2024 bisa dikatakan tahun pemilihan umum (pemilu). Mulai dari pemilihan presiden, pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hingga nantinya akan ada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak.

Setelah pemilihan presiden dan DPR selesai, yang marak dibicarakan sekarang adalah Pilkada. Di setiap kelompok masyarakat sering kita dengar pembahasan soal ini. Mulai dari siapa bakal calon yang akan maju, siapa berpasangan dengan siapa, dan tokoh mana yang akan mendukung siapa.

Bahkan, di semua tempat hampir kita bisa dengar soal Pilkada yang akan dilangsungkan pada tahun ini. Baik itu di tempat publik seperti pasar, taman, warung, hingga di ranah keluarga akan membicarakan soal ini.

Siapa yang Boleh Maju di Pilkada?

Bakal calon Kepala Daerah tentu sudah paham akan persyaratan menjadi calon kepala daerah. Akan tetapi, pertanyaannya bukan tentang syarat umum yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebenarnya siapa yang boleh Maju dalam Pilkada?

Sering kita temukan tiba-tiba ada baliho-baliho Bakal Calon Kepala Daerah terpasang di pinggir-pinggir jalan. Banyak di antara mereka adalah pengusaha, aparat pemerintahan baik yang aktif atau pun yang sudah purnabakti, bahkan calon petahana yang masih menjabat.

Semua orang boleh maju. Akan tetapi ada syarat khusus yang harus dipenuhi oleh calon-calon tersebut, yaitu seberapa besar kekuatan uang yang mereka punya dalam pilkada tersebut. 

Terlebih di daerah-daerah yang masih terlalu jauh jika dibilang maju, politik uang masih menjadi sesuatu hal yang laku dalam setiap Pilkada. Siapa yang mampu memberikan sesuatu yang nyata dan diberikan kontan di depan mata masyarakat, itulah yang mempunyai peluang yang besar untuk terpilih.

Calon Kepala Daerah Pilihan Masyarakat 

Yang menarik untuk dipertanyakan adalah, apakah masyarakat akan memilih dengan mempertimbangkan gagasan-gagasan oleh calon-calon Kepala Daerah tersebut? Atau memilih hanya dengan kesamaan suku, kesamaan keluarga, atau bahkan karena sekadar uang yang dibagikan calon?

Penulis tidak mengatakan semua daerah melakukan politik uang. Akan tetapi coba lihat di sekitar kita, apakah hal itu sering terjadi? Apakah masyarakat sudah dengan sadar memilih dengan hati dan keinginan sendiri?

Jika dilakukan jajak pendapat, kita temukan bahwa kondisi di masyarakat kita akan cenderung memilih kandidat yang memberikan mereka sesuatu secara langsung. Bahkan politik uang di masyarakat sudah menjadi rahasia publik. 

“Calon kandidat ini uangnya segini, calon kandidat yang itu uangnya segitu” adalah hal yang lazim, sering dibicarakan di masyarakat.

Masyarakat, khususnya yang masih tinggal di pedesaan dan tidak memiliki pendidikan yang tinggi, cenderung tidak peduli calon kandidatnya tersebut memiliki visi-misi dan gagasan apa untuk daerahnya. 

Yang terpenting  adalah, seberapa bisa calon kandidat tersebut membantu, baik memberikan uang secara langsung, atau memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok masyarakat.

Kondisi Masyarakat

Masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke bawah, cenderung selalu mengharapkan bantuan langsung ketimbang bantuan untuk lapangan pekerjaan atau lapangan usaha. Mereka akan lebih berharap nominal uang yang diberikan sekali waktu dibanding dengan keberlanjutan ke depannya.

Hal ini terjadi karena masyarakat kita khususnya di daerah-daerah yang jumlah penduduk miskinnya banyak, dan lapangan pekerjaan biasanya adalah sektor primer (pertanian), terlebih lagi tingkat pendidikanya tidak terlalu tinggi, sudah terbiasa dengan yang namanya bantuan. 

Hal ini sudah berlangsung dari zaman penjajahan hingga sekarang. Tidak mengherankan apabila ada calon kandidat kepala daerah yang memberikan uang cenderung akan lebih dipilih oleh masyarakat ketimbang calon kandidat lain yang memiliki visi-misi dan gagasan yang lebih baik untuk daerahnya.

Masyarakat tidak peduli dengan gagasan yang bagus untuk daerah. Mereka lebih tertarik pada hal yang sudah pasti. Uang yang diberikan saat menjelang pemilihan adalah hal yang pasti. Gagasan yang diusung oleh calon kandidat belum tentu terlaksana. Itulah alasan betapa politik uang masih laku di kalangan masyarakat.

Tidak mengherankan apabila untuk menjadi kepala daerah, biaya yang dikeluarkan begitu mahal. Bukan hanya biaya operasional seperti kampanye, membiayai tim-tim. Yang membuat biaya begitu mahal adalah betapa politik uang masih laku dan masih menjadi syarat akan kemenangan. 

Cerminan masyarakat, uang dan kekuasaan

Tidak peduli seberapa tinggi pendidikan, seberapa panjang gelar akademik, seberapa bagus gagasan dan visi-misi untuk daerah, selama tidak memiliki uang yang cukup untuk “membayar suara masyarakat”, peluang terpilih akan tetap kecil. 

Tersebab masyarakat kita belum siap untuk perubahan. Masih tetap dalam “lingkaran setan” politik uang, yang barangsiapa punya uang, dia akan punya kuasa. 

Maka, siapa pun yang akan terpilih nantinya di pilkada, itulah cerminan dari rakyatnya. Kalau pemimpin yang terpilih nantinya terjerat kasus korupsi, maka cerminan rakyatnya juga demikian.  

1
0
Muhammad Mantsani ♥ Associate Writer

Seorang Aparatur Sipil Negara di Badan Pusat Statistik. Penulis memiliki minat pada bidang literasi, membaca dan menulis. Buku yang sudah diterbitkan penulis antara lain, “Surat Cinta untuk Pemuda”, dan “Madrasah Kehidupan”.

Muhammad Mantsani ♥ Associate Writer

Muhammad Mantsani ♥ Associate Writer

Author

Seorang Aparatur Sipil Negara di Badan Pusat Statistik. Penulis memiliki minat pada bidang literasi, membaca dan menulis. Buku yang sudah diterbitkan penulis antara lain, “Surat Cinta untuk Pemuda”, dan “Madrasah Kehidupan”.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post