“Pelukan Terakhir Bahuguna”, Memperingati Hari Pohon Sedunia

by Saiful Maarif ♣️ Expert Writer | Nov 30, 2023 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

man under tree during daytime

Pada setiap tanggal pengujung November, penduduk bumi memperingati Hari Pohon Sedunia. Pada dasarnya, dalam relasi kolektif penduduk bumi, pohon memiliki ikatan memori yang kuat. 

Catatan Encyclopedia of Britannica menunjukkan, setidaknya bermula pada abad ke-18 masyarakat dunia mulai merasakan perlunya mengingatkan peran krusial pohon dalam bentuk perayaan hari penting di dunia. 

Masyarakat dunia melakukannya sebagai upaya pengingat bersama akan upaya penyelamatan pepohonan, kelestarian lingkungan, dan belakangan untuk menghadapi dampak krisis perubahan iklim. 

Penghormatan terhadap Pohon

Dalam kelanjutannya, beberapa hari penting dunia menjadi penanda perlunya penghormatan terhadap pohon. 

Penduduk dunia dalam setahunnya kurang lebih memeringati: 

  • Hari Menanam Satu Juta Pohon Sedunia (World One Million Tree Planting Day) pada bulan April, 
  • Hari Hutan Sedunia (World Forest Day) pada bulan Maret, dan 
  • Hari Pohon Sedunia (World Tree Day) pada setiap bulan November.

Di Indonesia, Hari Gerakan Satu Juta Pohon diperingati pada setiap tanggal 10 Januari dan pertama kali dilakukan pada tahun 1993.  

Pohon, dengan begitu, memiliki posisi yang demikian penting dalam turut mewarnai hajat hidup manusia hingga memiliki rangkaian komemoratif demi pengingat peran dan fungsi vitalnya. 

Hal demikian menjadi keniscayaan karena pada dasarnya pohon memiliki beberapa fungsi dasar yang sangat membantu kelangsungan hidup manusia (Manning, 2020) dalam beberapa hal. 

Pertama, Selaku Penyerap Karbon Dioksida (CO2)

Melalui proses fotosintesis, pohon mampu menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer lalu mengubahnya menjadi oksigen yang sangat diperlukan kehidupan. 

Dengan begitu, penanaman pohon dapat membantu mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer. 

Dalam perspektif ini, menanam pohon adalah upaya nyata dalam mengurangi efek Gas Rumah Kaca (GRK) dan dengan sendirinya menjadi salah satu jawaban penting menghadapi krisis perubahan iklim.

Kedua, Selaku Kontributor Kondisi Mikroiklim yang Sejuk 

Pepohonan dengan dimensi besar memiliki kemampuan untuk menciptakan mikroiklim yang sejuk di sekitarnya. Jika terdapat banyak pepohonan besar di sekitar area terbuka, maka suhu lingkungan dengan sendirinya akan menjadi lebih nyaman. 

Dalam skala yang lebih jauh, keberadaan hutan yang luas mampu menurunkan suhu secara memadai, mengurangi dampak panas perkotaan (urban heat island), dan mencegah terjadinya suhu ekstrem (heat wave).   

Makna Intrinsik Pelukan Bahuguna  

Serangkaian momentum peringatan warga dunia terhadap pohon diselenggarakan untuk memeringati pentingnya keberadaan dan peran pohon serta sebagai bentuk kepedulian dan kasih masyarakat dunia secara umum terhadap lingkungan sekitar. 

Dalam cara pandang kiprah manusia di muka bumi sebagai rahmat untuk semesta (rahmatan lil alamin), kasih sayang pada alam dan lingkungan mampu menjadi energi yang kuat dan menggerakkan praktik baik yang menopang kemanusiaan dan peradaban. 

Itulah mengapa dunia mesti bersedih saat Sunderlal Bahuguna, salah satu pelopor gerakan Chipko di India, meninggal karena Covid-19 pada 2021 dalam usia 94 tahun. 

Melalui gerakan Chipko, yang banyak dipengaruhi ajaran Mahatma Ghandi,
Bahuguna mengajarkan pandangan untuk memeluk pohon
sebagai bentuk perlawanan dari upaya deforestasi dan industrialisasi yang serakah
dan membabi buta.    

Perlawanan dan praktik baik Bahugana dengan memeluk pohon mungkin terdengar aneh dan janggal. Pelukan bisa jadi lebih berarti kuat dan memenuhi kelaziman saat dilakukan dengan sesama manusia. 

Namun demikian, Bahugana melakukannya untuk pepohonan yang tengah berhadapan dengan keserakahan nafsu industrialisasi yang mengabaikan alam dan lingkungan di negara bagian Uttrakhand, India.    

Camaraderie, Teman Sejawat Sejati Kehidupan

Apa yang dijalankan Bahuguna sesungguhnya memiliki makna reflektif dalam mewakili tindakan serupa namun dalam bentuk lain, bisa jadi malah lebih dramatis, yang dijalankan para aktivis dan lembaga pemerhati lingkungan hidup di berbagai belahan dunia. 

Lebih dari itu, jika soal risiko, para aktivis tersebut sudah terbiasa menyediakan jiwa raganya untuk keyakinan atas pembelaan alam dan lingkungan tanpa pamrih, apalagi kepentingan materiil.

Salah satu yang bisa kita nilai dari lelaku Bahuguna dan para aktivis lingkungan tersebut bisa jadi adalah pandangan yang melihat alam dan lingkungan sebagai, katakanlah, camaraderie, teman seperjuangan dalam mengarungi kehidupan. 

Pepohonan dan alam sekitar yang turut mewarnai kehidupan sehari-hari persis dilihat sebagai teman sejawat yang perlu dilindungi dan dihormati. 

Sebagai sejawat sejati, terang apa yang dirasakan sakit oleh pepohonan akan menjadi terasa sakit pada diri manusia; sebagai paru-paru dunia, pepohonan turut menentukan kualitas bumi dan kesehatan manusia di dalamnya.

Pohon dan Perubahan Iklim     

Pada tahun 2022, lembaga nirlaba Botanic Gardens Conservation International (BGCI) yang berbasis di London melansir data memprihatinkan mengenai eksistensi pepohonan di dunia. 

Dalam laporan yang berjudul State of the World’s Trees Report tersebut dijelaskan bahwa saat ini umat manusia tengah berkemungkinan menghadapi kepunahan sepertiga (17,510 spesies pohon) jenis pepohonan di dunia. 

Kondisi kepunahan ini, menurut BCGI, dapat berpengaruh secara serius terhadap jenis pepohonan lain, ekosistem sekitarnya, dan tentu saja kehidupan manusia secara umum.  

Lebih dari itu, pembelaan terhadap peran dan fungsi pohon tentu terkait dengan kondisi lingkungan hidup dan tantangan perubahan iklim. Saat ini dunia tengah menghadapi ancaman krisis perubahan iklim yang kian nyata akibat pemanasan global. 

Penyebab utama pemanasan global adalah lepasnya emisi gas rumah kaca (GRK) ke udara yang memerangkap panas matahari di dalam bumi. 

Berbagai temuan ilmiah dan studi  menegaskan bahwa salah satu faktor lepasnya banyak emisi GRK adalah penggundulan (deforestasi)  hutan yang  membuat upaya penyerapan emisi GRK menjadi tidak optimal.

Kondisi demikian jelas sangat mengkhawatirkan, karena pada dasarnya hutan merupakan penyumbang 30% oksigen di muka bumi. 

Jika luas hutan menurun akibat deforestasi pada satu pihak  dan  tutupan hutan makin menipis pada waktu yang beriringan, maka serapan karbon dioksida (CO2) dan produksi oksigen akan terhambat. 

Pada saat yang bersamaan, kawasan industri juga tidak henti-hentinya memproduksi CO2 yang meningkatkan emisi karbon lewat berbagai klaim dan afirmasi, bahkan hingga klaim ramah lingkungan yang pada dasarnya semu belaka. 

Karbon semacam ini dikatakan sebagai karbon dioksida yang murni merupakan hasil karya kelalaian dan sifat maruk serta eksploitatif manusia atau antrhophocene carbon dioxide (Archer et.al, 2009). 

Kondisi tersebut, jika dibiarkan, akan menyebabkan celah atmosfer yang menganga dan berpotensi mengundang ancaman kebencanaan yang lebih besar ke depannya. 

Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama berbagai sektor terkait untuk meningkatkan kepedulian demi keberlangsungan hutan.

Interrelasi Pohon dan Manusia: Saling Menjaga-Mengasihi

Dalam inter-relasi manusia dan pepohonan tersebut, saling mengambil manfaat di dalamnya masih sangat dimungkinkan, tentu dengan pendekatan saling menjaga dan mengasihi. 

Cara pandang yang lebih menghargai keberadaan hutan dan pepohonan secara umum menjadi penting untuk ditegakkan. 

Jangan sampai orang melihat hutan hanya sebagai lahan yang dimanfaatkan komoditasnya saja, mengambil kalkulator ekonomis untuk menghitung berapa luasnya, lalu memproyeksikan nilai dan harga komoditasnya. 

Perangai seperti ini jelas mengabaikan peran mendasar pohon bagi kelangsungan hidup umat manusia itu sendiri.  

Dengan begitu, jangan sampai Hari Pohon Sedunia dan tiadanya Bahuguna malah menjadi pelukan terakhir bagi pepohonan karena semakin menipisnya kesadaran akan peran penting pohon sebagai paru-paru dunia.

1
0
Saiful Maarif ♣️ Expert Writer

ASN pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama. Juga seorang analis data dan penulis lepas sejak tahun 1999.

Saiful Maarif ♣️ Expert Writer

Saiful Maarif ♣️ Expert Writer

Author

ASN pada Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama. Juga seorang analis data dan penulis lepas sejak tahun 1999.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post