Panduan untuk Menjadi Whistle Blower yang Baik

by | Dec 24, 2021 | Birokrasi Berdaya | 0 comments

Homo homini lupus, itulah kalimat bahasa latin yang memiliki makna ‘Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya’. Istilah ini sering dikonotasikan pada hal yang bersifat negatif. Namun, dalam pemberantasan korupsi, praktik homo homini lupus dapat bermakna positif yang mewujud menjadi whistle blowing system.

Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya dapat diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Perlu aksi nyata yang melibatkan masyarakat umum. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menumbuhkan peran masyarakat sebagai serigala yang baik dengan memanfaatkan fasilitas whistle blowing system

Whistle blowing system adalah mekanisme pengaduan dugaan tindak pidana tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi dilakukan dalam organisasi tempatnya bekerja, di mana pelapor bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.

Melalui tulisan ini, penulis mencoba memberikan panduan menjadi serigala yang baik (whistle blower) agar aduan yang disampaikan lebih bernilai dan dapat dijadikan bahan tindak lanjut bagi pengelola aduan. Secara singkat, terdapat tiga langkah yang perlu diperhatikan.

1) Kemampuan Minimal seorang Whistleblower

Sebagai langkah pertama, seorang whistle blower perlu memiliki kemampuan minimal seorang auditor. Apa itu auditor? Sederhananya, auditor adalah orang yang melakukan pekerjaan audit. Dalam aktivitasnya, auditor melakukan aktivitas pengujian/penilaian bukti untuk mencari kesesuaian antara kondisi dibandingkan kriteria.

Terdapat empat hal yang perlu kita pahami, yaitu kriteria, kondisi, bukti, dan aktivitas pengujian/penilaian.

  • Kriteria adalah ketentuan, standar, acuan dan lain-lain yang wajib diikuti.
  • Kondisi adalah fakta apa yang kita dapatkan sebagai gambaran pemenuhan kriteria pada saat tertentu.
  • Bukti adalah informasi yang menggambarkan kondisi dan kriteria.
  • Aktivitas pengujian adalah proses menilai kesesuaian bukti antara kondisi dengan kriteria.

Bagaimana cara memulainya? Pertama, lakukan telaah kejadian yang kita duga sebagai pelanggaran.

Sebagai contoh, jika terdapat kegiatan pemberian bantuan sosial bagi masyarakat miskin dengan alokasi 10 kg/orang, kita harus mendapatkan kriteria untuk kegiatan tersebut. Kriteria ini dapat berupa dasar pemberian bantuan, ketentuan masyarakat miskin, ketepatan sasaran/jumlah/waktu penyaluran. Ketentuan ini biasanya tertuang dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Kemudian, kita harus memperhatikan kondisi yang terjadi. Beberapa hal yang perlu kita pastikan antara lain apakah kondisi penerima, jumlah yang diterima, dan waktu penerimaan telah sesuai atau tidak. Kita dapat mengumpulkan bukti untuk mendukung kondisi yang sedang kita potret dengan menggunakan Berita Acara Penerimaan (BAP), Daftar Calon Penerima, dan Sampel Penerima.

Saat kita sudah mendapatkan kondisi dan kriteria, maka selanjutnya kita melakukan pengujian. Bandingkan kondisi berdasarkan bukti yang telah kita miliki dengan kriteria yang seharusnya.

Kemampuan minimal ini diperlukan oleh seorang whistle blower, karena akan menolong untuk merumuskan pelaporan yang akan dijelaskan pada langkah kedua.

2) Membuat Laporan Pengaduan 5W+1H

Langkah kedua, seorang whistle blower membuat laporan pengaduan yang memadai dengan menggunakan pendekatan 5W+1H yang diambil dari kata tanya dalam bahasa Inggris What, Who, When, Why, Where, dan How. Penggunaan kata tanya tersebut bermanfaat untuk merekonstruksi tindak pidana tertentu/dugaan pelanggaran yang akan kita laporkan.

Mari kita bedah satu per satu. What yaitu apa perbuatan tindak pidana tertentu/pelanggaran yang diketahui telah terjadi atau akan terjadi yang perlu untuk dilaporkan. Misalnya:

  1. Terdapat Pembagian Bantuan yang tidak memenuhi penerima sebagai masyarakat miskin;
  2. Terdapat bantuan yang jumlahnya kurang dari 10 kg/orang;
  3. Terdapat penerima fiktif yang tidak ada di dalam daftar;

Who yaitu siapa yang bertanggung jawab/terlibat dalam perbuatan tindak pidana tertentu /pelanggaran tersebut dan sejauh mana peranannya. Misalnya pihak-pihak yang bertanggung jawab antara lain pendamping masyarakat, ketua RT, dan kepala bagian.

When yaitu kapan waktu terjadinya atau akan terjadinya perbuatan tindak pidana tertentu /pelanggaran tersebut. Misalnya kejadian pada bulan November tahun 2021.

Why yaitu mengapa perbuatan tindak pidana tertentu/pelanggaran tersebut dapat terjadi. Anggap saja kejadian tersebut terjadi karena tidak adanya pengawasan dari pejabat terkait selama proses pemberian bantuan.

Where yaitu di mana tempat terjadinya perbuatan tindak pidana tertentu/pelanggaran tersebut dilakukan. Dari bukti yang telah kita kumpulkan, kejadian terjadi di Kabupaten A Kecamatan B Kelurahan C.

How yaitu bagaimana cara perbuatan tindak pidana tertentu/pelanggaran tersebut dilakukan (modus, cara, dan sebagainya). Kita dapat memberikan uraian atas kondisi yang akan kita laporkan semisal:

  1. Terdapat Pembagian Bantuan yang tidak memenuhi penerima sebagai masyarakat miskin dilakukan dengan memasukkan nama-nama yang memiliki hubungan dekat dengan pendamping yang tidak memenuhi persyaratan;
  2. Terdapat bantuan yang jumlahnya kurang dari 10 kg/orang dilakukan oleh ketua RT yang bertugas membagi dengan membuka kemasan dan menutupnya kembali; dan
  3. Terdapat penerima fiktif yang tidak ada di dalam daftar dilakukan oleh pendamping desa dengan membuat tanda tangan fiktif.

3) Mempertimbangkan Maksud, Memastikan Motivasi

Langkah ketiga yang terakhir dan tidak kalah penting, seorang whistle blower perlu memastikan, bahwa laporan yang akan dibuat sedapat mungkin tidak dimaksudkan untuk mencemarkan nama baik, tidak bias, objektif, dan bukan berdasarkan sakit hati pribadi.

Sebaiknya, pertimbangan kuat yang mendasari kita bertindak sebagai whistle blower adalah kekhawatiran akan terjadinya dampak negatif yang luas jika suatu penyelewengan dibiarkan terjadi.

Pertimbangan ini, secara langsung ataupun tidak langsung, akan memengaruhi objektivitas laporan yang disusun, bagaimana pengaduan disampaikan, dan hal-hal teknis lainnya yang menambah atau mengurangi efektivitas pengaduan.

Demikian tiga langkah yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang whistle blower. Dalam hemat penulis, tidak sedikit orang baik di birokrasi dan negeri ini. Hanya saja, dibutuhkan semakin banyak orang baik yang cerdas dan berani. Maka, tidak pernah ada kata terlambat, mulailah memberanikan diri. Mari awasi bersama, untuk Indonesia yang lebih baik.

Dibenci karena menyampaikan kebenaran lebih berharga daripada disayang karena membiarkan kejahatan”.

4
0
Denni Agustri Siregar ♥ Associate Writer

Denni Agustri Siregar ♥ Associate Writer

Author

Auditor sejati, pantang menyerah. Mengabdi 20 tahun di BPKP, suka merenung untuk sesuatu yang lebih baik… Baginya, menjadi penulis sebagai ekspresi potensi diri.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post