Optimalisasi Local Content Indonesia pada Sektor TIK: Sebuah Ulasan tentang Pentingnya RUU TKDN

by | Nov 9, 2021 | Birokrasi Akuntabel-Transparan | 0 comments

Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia perlu berupaya keras menerapkan local content guna menjaga serta melindungi kepentingan nasional dalam era kompetitif yang sangat terbuka antarnegara. Kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), yang merupakan optimalisasi local content ini, juga penting diterapkan pada sektor industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Namun ternyata, menerapkan TKDN ini bukan tanpa tantangan.

Persyaratan dan Polemik Local Content

Indonesia adalah salah satu pengguna terbesar dari berbagai produk TIK di dunia, yang sayangnya rangkingnya belum sebanding dengan kemampuan memproduksi sendiri di dalam negeri. Oleh karena itu, perlu upaya keras guna mendorong perkembangan industri ini dan meningkatkan kemandirian dalam negeri.

Terdapat  3  bentuk  persyaratan  yang  dapat  ditemukan  dalam penerapan Local  Content  Requirements oleh  negara  penerima  modal. Aspek-aspek yang termuat sebagai berikut:

  1. Pembelian atau penggunaan barang-barang buatan dalam negeri
  2. Jumlah kandungan lokal yang dipergunakan dalam proses produksi ditentukan secara pasti
  3. Merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan kegiatan investasi asing

Ketiga persyaratan tersebut memang menguntungkan bagi negara kita, tetapi juga menimbulkan beberapa polemik di antaranya:

  1. Adanya diskriminasi terhadap barang impor dan pemaksaan terselubung untuk membeli produk dalam negeri
  2. Pemilik modal kehilangan kesempatan untuk menentukan pilihan kebijakan dalam menjalankan usahanya
  3. Pelaku usaha domestik yang tidak kompetitif untuk jangka panjang

Regulasi tentang TKDN: PP, Permen, dan MoU

Pasal 56 Pemerintah  Nomor  29  Tahun  2018  Tentang  Pemberdayaan  Industri  mengatur bahwa produk dalam negeri  wajib  digunakan  oleh pengguna Produk Dalam Negeri sebagai berikut:

  1. Lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, lembaga pemerintah lainnya, dan satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan Barang/Jasa apabila sumber pembiayaannya berasal dari APBN/D termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau luar negeri.
  2. BUMN, BUMD, dan swasta dalam pengadaan Barang/Jasa yang pembiayaannya berasal dari APBN/D; pekerjaannya dilakukan melalui pola kerja sama antara Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan badan usaha; dan/atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.

Regulasi mengenai local  content  requirements ditemukan dalam  Peraturan  Menteri  Perindustrian  Republik  Indonesia  Nomor  16/M-Ind/Per/2/2011  tentang  Ketentuan  dan  Tata  Cara  Penghitungan  Tingkat  Komponen  Dalam Negeri.

Hal  ini  ditegaskan  pula  dalam  Nota Kesepahaman (MoU) antara Departemen Perindustrian Republik Indonesia dengan Kementerian Badan Usaha Milik  Negara  Nomor  522/M-Ind/12/2005  tentang  Pengutamaan  Penggunaan  Produk  Dalam Negeri.

Peraturan  tersebut membuktikan diakuinya prinsip Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebagai   usaha   pemerintah   mendukung produk   nasional   di   tengah membanjirnya produk impor. Selain itu, menjadi dasar dalam kerangka program peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

Definisi TKDN pada TIK

Secara khusus, pemenuhan TKDN pada industri telepon seluler bertujuan memajukan produksi komponen lokal industri ini di dalam negeri, serta menjadikan tumbuh kembangnya sektor TIK menjadi lebih berkualitas dan berkontribusi besar terhadap  kepentingan  nasional.

Sebagai catatan penting, TKDN pada sektor TIK berlaku pada pembuatan perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Sesuai  Permen Industri No. 29 tahun 2017, definisi TKDN pada TIK adalah besarnya komponen dalam negeri, pada produk telepon seluler, komputer genggam, atau komputer tablet.

Perhitungan  nilai  TKDN dilakukan dengan tiga skema, yakni skema perhitungan hardware, skema perhitungan software, dan skema perhitungan berbasis pengembangan inovasi. Selain memberikan dampak yang signifikan bagi Indonesia sendiri, kebijakan TKDN juga menarik  para investor asing untuk berinvestasi  di  Indonesia.

Investasi  di sektor TIK meningkat karena adanya perluasan pada produk telepon genggam, yang salah satunya menerapkan surface mount technology pada proses manufaktur ponsel di beberapa pabrik dalam negeri.

Pada praktiknya, regulasi tentang TKDN pada sektor TIK ternyata tidak menjadi penghalang bagi vendor atau investor dalam  berinvestasi  di  Indonesia. Namun  begitu, dalam  penerapannya  masih  ditemukan  beberapa  kendala  dalam  pemenuhan persyaratan mengenai TKDN.

Di antaranya, alur perizinan yang masih berjalan dengan tidak efisien, kualitas dalam negeri yang masih belum memenuhi syarat kualitas tertentu, juga biaya dan waktu produksi  yang  tergolong  masih  tinggi. Di sisi lain, merek lokal mengalami persaingan yang semakin ketat dengan produk atau merek asing.

National Treatment Principle

Pada dasarnya, Indonesia  memiliki  beberapa  pilihan untuk  menerapkan  pengecualian  bidang-bidang  yang  akan  dikenai local content. Sebagai syarat, penerapannya dilakukan secara transparan sesuai dengan peraturan mengenai investasi itu sendiri, yakni undang-undang penanaman modal (UUPM).

Pilihan untuk menerapkan pengecualian secara transparan tersebut sebenarnya  juga  telah  diatur  oleh  WTO. WTO memberikan kebebasan  kepada negara-negara anggotanya dalam hal National  Treatment  Principle, dengan  catatan  hal  tersebut  tertuang dalam suatu peraturan atau undang-undang.

Sayangnya, pengenaan  TKDN atau Local Content Requirement tidak termasuk  dalam pengecualian National Treatment Principle yang diatur di dalam UUPM.  Padahal, tidak adanya  pengecualian  tersebut  akan  berdampak  negatif ketika Indonesia menerapkan TKDN.

Indonesia melanggar National Treatment Principle sebagaimana diatur pada General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (GATT 1994) di mana Local Content dianggap sebagai suatu performance  requirements yang justru akan menghambat perdagangan termasuk dalam lingkup regulasi tentang investasi.

Upaya  pemerintah  dalam melindungi  perekonomian  negaranya  di tengah  maraknya  serbuan  produk-produk  asing memang dapat dijadikan argumentasi TKDN. Namun, UUPM hanya terbatas mengatur pengecualian prinsip non-diskriminasi  dengan  membedakan  bidang-bidang  usaha  yang  tertutup  dan  terbuka, atau bidang  usaha  yang  terbuka  dengan  persyaratan.

Jika digarisbawahi, ada dua poin permasalahan terkait hal ini:

  1. Penerapan TKDN sebagai salah satu upaya national protection bertolak belakang dengan prinsip non-diskriminasi sebagaimana termaktub pada UUPM. Menurut Pasal 7 UUPM terkait perlakuan terhadap penanaman modal, pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanaman modal kecuali dengan undang-undang.
  2. Adanya inkonsistensi terhadap ketentuan pasal 7 UUPM yang menyatakan tidak akan ada diskriminasi seperti pemaksaan nasionalisasi berseberangan dengan kenyataan yang ada dalam PP No. 29/2018 dan Permenkominfo No. 27/2015 yang masih mengatur nasionalisasi dengan memberlakukan komponen TKDN pada produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet. Hal tersebut dikhawatirkan akan mengganggu kegiatan investasi saat ini.

Epilog: Rekomendasi Penyusunan RUU TKDN

Asas  yang  melandasi  kegiatan  penanaman  modal  di Indonesia  yakni  asas  perlakuan  yang  sama  dan  tidak  membedakan  asal  negara. Dengan demikian, maka sudah selayaknya Indonesia  memperlakukan hal yang sama bagi penanam modal dalam negeri  dan  penanam  modal  asing, khususnya soal kepastian hukum.

Sudah sepatutnya  Indonesia  memberikan  perlakuan hukum yang sama  bagi  para  investor  atau  penanam  modal  asing.  Perlu dipahami bahwa pengecualian  nasionalisasi hanya bisa dilakukan melalui  undang-undang, sedangkan saat  ini  belum  ada  undang-undang  yang  mengatur  terkait  TKDN.

Selain  itu, sampai  saat  ini  pun  dalam Program  Legislasi  Nasional  Tahun  2021-2024  tidak  ditemukan draf undang-undang terkait Tingkat Kandungan Dalam Negeri sebagai salah satu pedoman dasar yang  berkaitan  dengan  laju  investasi  di  Indonesia.

Melihat  akan  hal  tersebut  maka  penulis merekomendasikan  bagi  DPR  dan  Pemerintah  untuk  segera  mempertimbangkan  disusunnya Rancangan Undang-undang Tingkat Kandungan Dalam Negeri pada Program Legislasi Nasional selanjutnya.

Dengan kebijakan yang tepat dan ditegakkan dengan efektif, pelaksanaan kegiatan investasi   akan berjalan   lebih   maksimal, sehingga akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

1
0
Emmanuel Ariananto Waluyo Adi ◆ Active Writer

Emmanuel Ariananto Waluyo Adi ◆ Active Writer

Author

Alumni dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2018, yang telah disumpah sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2019. Saat ini bekerja sebagai Analis Hukum bidang Lingkungan Hidup pada Deputi bidang Kemaritiman dan Investasi Sekretariat Kabinet RI. Penulis dapat dihubungi melalui Email: [[email protected]]

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post