Penulis : ANDI P. RUKKA*
Penerbit : Indie Publishing
Tahun Terbit : 2015
Dimensi : 14 x 21 cm, x + 135 hal.
Otonomi daerah telah membawa proses politik dan administrasi langsung ke grass root. Menjadikannya sebagai konsumsi bagi masyarakat, yang ternyata, bahkan tidak memahami esensi dari sebuah proses pemerintahan. Ya, di luar sana masih begitu banyak masyarakat yang menghabiskan seluruh energinya berkutat dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup, tetapi terpaksa bermain di area sensitif sebagai subyek sekaligus sebagai obyek dari sebuah proses maha penting yang menentukan nasib bangsa.
Bisa dibayangkan, jika peristiwa demokrasi lokal yang sangat penting itu, dikelola dan dilaksanakan oleh orang-orang yang belum mahir berdesentralisasi, maka kehancuranlah yang akan menjadi muaranya. Padahal, desentralisasi sejatinya adalah tools bagi sebuah bangsa untuk meraih kemajuan. Desentralisasi itu adalah alat untuk mengubah keadaan. Kondisi Indonesia yang masih terlilit berbagai permasalahan, sangat memerlukan desentralisasi yang diterapkan dengan sebaik-baiknya, agar kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan, dan pada saat yang sama menangani berbagai persoalan.
Untuk menanamkan pemanahaman sederhana tapi tepat seperti itulah tujuan dari buku ini ditulis. Buku kecil ini sebenarnya tidak pantas disebut sebagai sebuah buku. Apalagi untuk sampai pada kategori buku rujukan. Sengaja dibuat sederhana agar mudah dicerna oleh pembaca dari berbagai lapisan strata, latar belakang pendidikan dan pengalaman. Sengaja dibuat singkat agar bisa selesai dibaca, cukup dalam dua atau tiga jam saja. Tentu dengan harapan, pesan, dan esensinya dapat terserap di kepala pembaca.
Buku ini diawali dengan menjelaskan kondisi Indonesia dewasa ini dibandingkan dengan negara-negara lain. Menggunakan berbagai indikator seperti Human Development Index, Prosperity Index, Gini Indeks, dan sebagainya. Dengan penggambaran tersebut, penulis berharap pembaca melihat Indonesia secara utuh, bulat, dan tidak terdistorsi oleh informasi yang menyesatkan. Pembaca bisa menyadari bahwa Indonesia masih sangat tertinggal dibandingkan, bahkan dengan negara-negara yang termasuk adik kelasnya.
Dengan ketertinggalan itu, ditambah dengan beban demografis dan kendala geografis yang kompleks, maka jatuhnya pilihan pada desentralisasi merupakan sebuah pilihan bijak. Hanya saja, setelah diimplementasikan secara efektif selama lebih dari lima belas tahun, manfaat dari kebijakan itu belum juga terlihat secara nyata. Bahkan kebijakan itu sendiri mengalami berbagai distorsi dan penyimpangan yang melahirkan masalah-masalah baru, sehingga gagal mencapai tujuannya.
Masalah-masalah yang muncul selama desentralisasi berjalan dan menjelma menjadi benang kusut antara lain adalah terjadinya desentralisasi korupsi. Terbukti dari banyaknya kepala daerah dan pejabat birokrasi di daerah yang tersangkut kasus korupsi. Kualitas pelayanan publik sangat rendah dikarenakan proses perumusannya lebih kental diwarnai oleh intervensi politik. Yang paling terasa dampaknya adalah terjadinya politisasi terhadap birokrasi oleh kepala daerah hanya untuk sekedar mempertahankan kekuasaan atau untuk tujuan-tujuan pragmatis. Dampak lainnya adalah meningkatnya eskalasi konflik horizontal yang menjurus pada terjadinya anarkisme, premanisme, dan sebagainya.
Dalam buku ini juga dibahas mengenai esensi dari Pemilihan Kepala Daerah. Mekanisme pemilihan yang pernah dipolemikkan, apakah langsung atau tidak langsung, menurut penulis sebenarnya tidak berguna jika kepala daerah yang terpilih dari proses itu tidak berkualitas. Pemilihan kepala daerah bagaimanapun bentuk dan caranya, seharusnya mampu menjamin terpilihnya kepala daerah yang memiliki integritas, kemampuan yang prima, dan niat yang tulus mengabdikan diri sepenuhnya kepada rakyat, daerah dan bangsanya. Jika proses pemilihan tidak bisa menyediakan pemimpin seperti itu, maka selama itu pula daerah-daerah akan selalu dijejali dengan masalah-masalah yang aneh.
Pada bagian akhir, sebagai saran untuk menyelamatkan kebijakan desentralisasi dan sekaligus menyelamatkan Indonesia dari jurang kehancuran, maka ada beberapa simpul solusi, yang menurut penulis harus “dibenahi” agar perjalanan kebijakan ini tetap tidak bergeser dari tujuannya, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun simpul-simpul solusi tersebut adalah kepala daerah sebagai pemimpin pemerintahan, para anggota DPRD sebagai lembaga yang menjadi representasi rakyat, birokrasi yang netral dan profesional, dan terakhir, adalah dengan meluruskan niat untuk mengabdi kepada bangsa apapun pilihan jalur pengabdian yang kita pilih.
Keberhasilan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah memang membutuhkan sejumlah syarat. Diantaranya adalah supervisi yang ketat dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sebagai pembina pemerintahan daerah. Kemudian hadirnya kekuatan-kekuatan penyeimbang berupa social control dan civil society yang bisa meredam kecenderungan kepala daerah melakukan penyalahgunaan kekuasaan.
Anda dapat memiliki bukunya dengan melakukan pemesanan di sini.
0 Comments