
Mikroplastik, partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, saat ini menjadi sorotan bersama karena dampaknya terhadap lingkungan, kesehatan, dan keberlanjutan ekosistem. Mikroplastik bahkan telah menjadi bagian dari materi hujan di ibu kota (detiknews, 28/10/2025), menempel di air hujan yang tentu saja mengandung bahaya.
Keberadaannya yang sulit terdeteksi namun meresap
di mana-mana—dari lautan, sungai, hingga udara yang kita hirup—menjadikan mikroplastik sebagai ancaman tak kasat mata, namun nyata, yang mendesak untuk ditangani.
Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kurang dari 5 mm (sering hingga skala mikrometer atau nanometer). Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN, 2017) dan UNEP (2021), mikroplastik dibagi menjadi dua kategori utama, yakni:
- primer, plastik yang diproduksi secara sengaja dalam ukuran kecil, misalnya microbeads dalam kosmetik (scrub wajah, pasta gigi) atau nurdles (pelet plastik pra-produksi); dan
- sekunder, yaitu plastik yang dihasilkan dari degradasi plastik besar akibat sinar UV, gelombang laut, atau gesekan mekanis (misalnya kantong plastik, botol, atau ban kendaraan yang terpecah).
Data ilmiah mikroplastik
Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik telah mencemari rantai makanan secara luas; ikan, kerang, bahkan air minum kemasan. Mikroplastik juga secara meyakinkan dapat berakibat secara serius pada kesehatan serta lingkungan.
Sebuah studi oleh World Wide Fund for Nature (WWF) pada 2019 memperkirakan manusia secara tidak sadar mengonsumsi sekitar 5 gram mikroplastik setiap minggu, setara dengan selembar kartu kredit, meskipun pengetahuan ilmiah telah berevolusi sejak itu untuk memberikan gambaran yang lebih akurat.
Di lautan, jumlahnya bahkan lebih mencengangkan. Estimasi pada 2023 menunjukkan lebih dari 170 triliun partikel plastik mengambang di samudra dunia, sementara data 2023 lainnya mencatat sekitar 358 triliun partikel mikroplastik di permukaan laut global.
Dampak kesehatannya masih terus diteliti, tetapi studi terkini menunjukkan potensi gangguan hormonal, kerusakan organ, hingga risiko kanker tidak bisa diabaikan.
Sebuah penelitian di The New England Journal of Medicine pada Maret 2024 menemukan bahwa pasien penyakit jantung dengan mikroplastik di pembuluh darah leher dua kali lebih berisiko mengalami serangan jantung atau stroke.
Selain itu, Laporan dari Cell Reports Medicine pada 21 Mei 2024, berjudul The potential of micro- and nanoplastics to exacerbate the health impacts and global burden of non-communicable diseases (Potensi Mikro- dan Nanoplastik dalam Memperburuk Dampak Kesehatan serta Beban Global Penyakit Tidak Menular) menunjukkan hubungan intens antara mikroplastik dengan peradangan dan penyakit tidak menular.
Sementara itu, penelitian yang diterbitkan oleh jurnal American Association for the Advancement of Science (AAAS) pada Januari 2025, oleh Huang et al. yang dijalankan pada tikus menunjukkan partikel mikroplastik mampui bergerak ke otak dan menyumbat pembuluh darah, seterusnya berpotensi meningkatkan risiko Alzheimer.
Di sisi lingkungan, mikroplastik mengganggu ekosistem laut, meracuni biota, dan menghambat proses fotosintesis alga yang krusial bagi keseimbangan oksigen bumi.
Sumber mikroplastik
Sumber mikroplastik sangat beragam, mulai dari degradasi plastik sekali pakai, serat sintetis pakaian, hingga butiran mikro yang sengaja ditambahkan pada produk kosmetik.
Indonesia, sebagai salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di dunia—dengan kontribusi 80 persen dari lima negara Asia (termasuk China, Thailand, Vietnam, dan Filipina) terhadap plastik yang tidak dikelola dengan baik di lautan—memiliki tanggung jawab besar dalam mengatasi masalah ini.
Posisi Indonesia sebenarnya telah turun dari peringkat kedua menjadi kelima secara global pada 2023, tetapi impor limbah plastik masih melonjak. Data UN Comtrade 2024 mencatat impor 262.900 ton limbah plastik senilai USD 105 juta, dengan Australia mengirimkan 22.333 ton pada 2023-2024, naik 27,9 persen.
Kondisi demikian ditambah dengan faktor yang dapat memperlemah mitigasi dan respons penanganan mikroplastik, semisal pengelolaan sampah yang masih lemah, rendahnya kesadaran masyarakat, dan kurangnya regulasi ketat terhadap industri plastik.
Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri. Pemerintah menargetkan pengurangan sampah laut hingga 70 persen pada 2025 melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut melalui Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (RAN-PSL) 2018–2025.
Terdengar sayup sebelumnya, Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut diharapkan mengalami penguatan setelah isu mikroplastik kembali mengemuka.
Bersiap diri
Dalam semangat tersebut, diperlukan langkah konkret dan terpadu. Pemerintah perlu memperketat regulasi penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong inovasi material ramah lingkungan, sejalan dengan komitmen global seperti traktat plastik PBB yang ditargetkan selesai pada 2025.
Industri harus bertransisi menuju produksi yang berkelanjutan, misalnya dengan mengganti mikroplastik dalam kosmetik dengan bahan alami, sementara investasi global di pengelolaan sampah plastik mencapai USD 155 miliar pada 2024, meskipun 82 persennya masih fokus pada daur ulang daripada pencegahan.
Masyarakat juga harus dilibatkan secara aktif, karena pada dasarnya mereka bukan penonton, mereka adalah penentu lewat gaya hidup yang dapat dikembangkan.
Masyarakat dapat dilibatkan melalui edukasi dan kampanye pengurangan plastik, seperti membawa botol minum sendiri atau memilih produk dengan kemasan minim plastik, yang berpotensi mengurangi 866 juta ton sampah plastik di Indonesia menurut inisiatif National Plastic Action Partnership (NPAP).
Melibatkan Masyarakat
Masyarakat adalah garda terdepan karena 80 persen sumber mikroplastik primer berasal dari perilaku sehari-hari (IUCN, 2017). Masyarakat dapat bergotong royong mengembangkan perilaku yang dapat menekan persebaran mikroplastik melalui:
- kampanye pengurangan cucian sintetis,
- penggantian botol dan sedotan plastik,
- pemilihan kosmetik bebas microbeads
(sering disebut mikrobutiran atau microbeads plastic, merupakan partikel plastik padat berukuran sangat kecil, biasanya 0,1–5 mm, bahkan hingga <1 μm, yang sengaja ditambahkan ke dalam produk konsumen untuk fungsi tertentu, terutama mengikis, menggosok, atau memberi tekstur), - memilah dan mendaur ulang sampah plastik, dan
- berpartisipasi dalam membersihkan sungai dan pantai.
Mikroplastik bukan sekadar masalah lingkungan, tetapi juga cerminan pola konsumsi dan gaya hidup kita. Tanpa aksi kolektif yang nyata, ancaman ini akan terus membayangi masa depan bumi dan generasi mendatang.
Saatnya kita bertindak bersama sebelum partikel mikroplastik benar-benar meninggalkan dampak yang terlalu besar dan rumit untuk diperbaiki.














0 Comments