Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Pemerintah diterbitkan dengan pertimbangan utama untuk meningkatkan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah. Dalam pemenuhannya disusun regulasi PBJ pemerintah yang bisa memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan kontribusi dalam penggunaan produksi dalam negeri, peningkatan peran UMKM, serta mendukung pembangunan berkelanjutan.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 merupakan pengganti dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang PBJ Pemerintah yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dinamika birokrasi dan usaha yang menuntut dilakukannya penyempurnaan terutama tentang peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan peningkatan kualitas produk hasil PBJ.
Pasal 88 dari Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur tentang kewajiban bagi kelompok kerja (Pokja) Pemilihan dan Pejabat Pengadaan untuk menjadi Pejabat Fungsional Pengelola PBJ paling lambat tanggal 31 Desember 2020. Dengan kata lain dalam waktu 95 hari lagi ketentuan ini akan diberlakukan. Sudah bagaimanakah persiapan dan prakondisi dari penerapan pasal 88 tersebut ?
Dari total pemegang Sertifikat Ahli PBJ Pemerintah yang berjumlah 296.900 orang secara nasional, ternyata baru 2.304 orang (0,78 %) yang telah menjadi Pejabat Fungsional Pengelola PBJ Pemerintah dengan komposisi 1.237 orang di kementerian/lembaga dan 1.067 orang di pemerintah daerah. Belum lagi kita bicara tentang tingkat penyebaran sumber daya manusia di masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah tersebut.
Banyak faktor yang menjadi penyebab lambannya proses transformasi Sertifikat Ahli PBJ Pemerintah menjadi Sertifikat Jabatan Fungsional Pengelola PBJ Pemerintah, mulai dari ketidaktahuan, faktor umur, prosedur yang berbelit-belit, dan kesengajaan.
Faktor ketidaktahuan diakibatkan minimnya sosialisasi, baik dari pemerintah pusat maupun dari Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Yang lebih berbahaya adalah UKPBJ sendiri yang berada dalam kondisi ketidaktahuan.
Faktor umur ini berkaitan dengan usia pensiun, jabatan, atau golongan kepangkatan yang sudah terlalu tinggi yang tidak memungkinkan lagi untuk menjadi Pokja Pemilihan ataupun Pejabat Pengadaan, ataupun faktor skill yang sudah tidak memungkinkan lagi akibat umur yang sudah cukup lanjut yang sudah tidak memungkinkan untuk belajar peraturan baru lagi.
Mengenai prosedur yang berbelit-belit, harus diakui bahwa prosedur untuk menjadi Pejabat Fungsional Pengelola PBJ tidaklah efisien. Prosedur tersebut mengharuskan proses peralihan melalui dua instansi yang belum tentu saling mendukung satu sama lain, yaitu instansi yang membidangi PBJ pemerintah dan instansi yang membidangi kepegawaian.
Belum lagi bila kita membahas tentang analisis jabatan dan analisis beban kerja. Akibat kurangnya pengetahuan mengakibatkan analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK) terhadap Jabatan Fungsional Pengelola PBJ tidak dilakukan.
Faktor terakhir adalah kesengajaan. Saat ini kondisi PBJ sebetulnya cukup memprihatinkan akibat kriminalisasi. Proses penegakan hukum yang melebihi porsinya membuat banyak personil barang/jasa kapok dan tidak ingin melanjutkan lagi karirnya di bidang pengadaan barang/jasa.
Dengan demikian, ketika ada ketentuan kewajiban menjadi Pejabat Fungsional maka yang bersangkutan dengan sengaja tidak melakukan proses transformasi sertifikat dan lebih memilih menjadi staf biasa, atau memilih jabatan fungsional lainnya yang lebih aman untuk dirinya atau berkarir di jabatan struktural.
Dari kesemua penyebab di atas yang perlu dilakukan adalah penyederhanaan prosedur untuk menjadi Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan penghapusan kriminalisasi pengadaan barang/jasa pemerintah.
Prosedur juga harus dipersingkat. Adanya dua instansi yang harus dilalui yaitu instansi yang membidangi PBJ dan instansi yang membidangi kepegawaian harus dipersingkat menjadi satu atap saja. Instansi yang membidangi kepegawaian agar membuka pintu lebar-lebar dan memberikan kewenangan penuh kepada instansi yang membidangi PBJ pemerintah.
Kewenangan ini ialah untuk memproses peralihan status PNS yang memiliki Sertifikat Ahli Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan persyaratan seminimal mungkin dan prosedur yang sesingkat mungkin.
Dalam hal ini diperlukan koordinasi dan kesepakatan bersama antara Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) untuk menyusun persyaratan dan prosedur yang lebih singkat dan sederhana.
Kesepakatan ini penting agar target waktu 31 Desember 2020 tercapai dengan jumlah dan penyebaran sumber daya manusia yang mencukupi untuk semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Sedangkan untuk menghilangkan kriminalisasi pengadaan barang/jasa akibat penegakan hukum yang melebihi porsinya, maka LKPP perlu berkoordinasi dengan Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Semuanya tergantung dari kita semua apakah serius dalam menjalankan regulasi yang kita buat sendiri ataukah akan melakukan pengunduran jadwal dan batas waktu 31 Desember 2020.
Perlu diingat bahwa pengunduran itu membawa konsekuensi hilangnya marwah dan kehormatan dari regulasi akibat tidak terpenuhinya ketentuan yang tercantum dalam regulasi. Tentunya bukan hanya marwah regulasi yang akan ternoda tapi juga marwah dan kehormatan pejabat yang menandatangani regulasi itu juga akan ikut ternoda. Pejabat yang dimaksud adalah bapak Presiden sebagai penandatanganan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018.
Penulis adalah alumni Teknik Mesin ITS Surabaya. ASN staf pada Inspektorat Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Pernah menjadi Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja pada Dinas Tenaga Kerja periode 2018-2019, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah periode 2015-2018 dan Kepala Bidang Pembinaan Jasa Konstruksi Dinas PU periode 2014-2015. Penulis adalah pengasuh blog www.selamatkanreformasiindonesia.com
Mantap Bung Daulay atas artikelnya. Saya juga tertarik dg himbauan terkait penetapan pejabat fungsional PBJ dg date line 31 desember 2020, karena KemenPAN-RB pun saat ini sedang lakukan program untuk penerapan jabatan fungsional bagi seluruh K/L/D. Saya berharap program yang menggebu-gebu ini tidak sekedar lantaran Instruksi Presiden belaka, namun harus didukung infrastruktur-nya baik pedoman dan juklak serta diklat berjenjang serta lembaga pengampu yang melakukan pembinaan bagi keberlanjutan sebagai pejabat fungsional atas karirnya.Karena yang saya tahu untuk jabatan fungsional yang cukup establish adalah jabatan fungsional auditor, dimana pengampunya BPKP bagi auditor atau APIP di K/L maupun di Pemda. Saya selaku mantan auditor pernah merasakan bagaimana sulitnya untuk mendapatkan angka kredit atas tugas fungsional agar tepat waktu. Iming2nya pejabat fungsional bisa naik pangkat lebih cepat dari kenaikan pangkat reguler yakni 4 tahun, namun jarang sekali terjadi bahkan sebaliknya jika pegawai tersebut tidak disiplin membuat laporan angka kredit. Nah saya membayangkan jika fungsional PBJ pun masih gamang, bagaimana dengan jabatan fungsional lainnya, dan saya dengan hampir ribuan jenis dan apakah KemenPAN-RB sudah menyiapkan infrastruktur terkait dengan pedoman dan pengampu dari masing2 jabatan fungsional.
Sekali lagi saya cuma berdoa semoga program ini berjalan dengan sukses, karena jangan sampai akan terjadi preseden buruk di kemudian hari.