Tak terasa, sembilan tahun perjalanan waktu saya dalam dunia literasi. Dunia membaca dan menulis yang menggerakkan saya untuk terus berbagi pengalaman melalui buku.
Perjalanan menjadi seorang penulis buku tidaklah mudah. Banyak hal yang perlu saya damaikan dalam diri sendiri.
Menulis perlu menurunkan ego agar sebuah buku dapat rampung. Saat buku telah selesai ditulis pun saya perlu membaca dan membacanya lagi. Baru kemudian saya terbitkan.
Kini setelah sembilan tahun, saya beberapa kali menengok sebuah kamar di rumah yang menjejer beberapa karya saya. Ada rasa bangga dan haru terbersit di hati; banyak hal yang belum sesuai harapan. Namun, niat dan langkah untuk memulai paling tidak sudah ada.
Melalui tulisan ini saya ingin bercerita tentang proses menulis yang saya jalani selama sembilan tahun terakhir. Saya bersyukur hidup ditemani banyak teman, di banyak tempat. Dengan ketulusan mereka memotivasi dan memberi apresiasi atas kerja kecil ini. Merekalah yang selama ini membantu saya dalam membangun sebuah harapan. Harapan untuk terus berbagi cerita dan pengalaman melalui menulis.
Menulislah yang terus menguatkan perjalanan hidup saya. Saya jadi ingat sebuah pepatah lama, “Jika engkau ingin mengetahui dunia, membacalah. Jika dunia ingin mengenalmu, menulislah”.
Pepatah itu seakan menghujam dalam diri saya dan terus memotivasi saya untuk terus menulis. Di banyak kesempatan tulisan (buku) telah menjadi tali pengikat emosional (kekeluargaan). Setiap saya membagi buku di acara Bimbingan Teknis SOP yang dilaksanakan oleh Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah, banyak peserta yang kemudian memberikan komentar dan apresiasi. Mereka dengan berbagai latar belakang telah menjadi bagian dari proses kreatif ini. Mereka seringkali mengirimkan testimoni terkait buku yang saya terbitkan. Sebuah rasa yang tak dapat diuangkan.
Untuk itu, saya selalu meluangkan waktu untuk mencatat beberapa hal di dalam handphone dan kertas kecil. Kadang saya tulis lagi sendiri dalam laptop, seringkali saya meminta teman untuk menuliskannya kembali. Inilah yang saya sebut di awal, saya beruntung mempunyai banyak teman yang senantisa bersedia membantu.
Betapa indahnya hidup. Hidup dengan banyak teman dan bersanding dengan buku yang menginspirasi. Namun, seringkali kita kurang mampu bersyukur dalam memaknai hidup. Kita jarang melihat sisi-sisi baik dan indah dari kehidupan. Kita selalu menyalahkan diri sendiri dan kehidupan itu saat terlanda kegundahan dan kesulitan. Walaupun seringkali kita mau jujur, hidup ini lebih banyak senang, riang, dan gembira, dibandingkan dengan sedih, susah, dan gundah. Life is beautiful. Hidup ini indah dan menyenangkan.
Maka tataplah hari dengan penuh bahagia. Hari dan kehidupan akan menjadi indah saat kita mampu berpikir positif terhadap apa yang terjadi. Pikiran positif inilah yang akan menjadikan kita “terhormat”. Terhormat di hadapan manusia dan Tuhan Sang Pencipta.
Biarlah kenangan pahit, luka hati, pergi dari diri kita. Tak perlu membenci diri sendiri. Jika hal itu terjadi lebih baik Anda tumpahkan lewat tulisan. Karena menulis adalah sarana meluapkan emosi yang baik.
Menulis itu pun tidak untuk menggurui orang lain. Menulis adalah untuk menggurui kita sendiri. Mengingatkan kita di saat banyak peristiwa yang tak sesuai harapan; memantik kita untuk segera bangkit di kala “lelah”; dan terus berbuat kebaikan untuk meraih kehidupan yang baik.
Catatan-catatan kecil itulah yang suatu saat akan menjadi sebuah buku. Saat kita dapat menulis satu hari satu halaman, maka dalam tiga bulan kita sudah mempunyai satu naskah buku siap terbit. Mudah bukan? Kita tidak perlu harus menulis di depan computer selama dua minggu utuh. Cukup membiasakan diri menulis satu halaman terkait peristiwa yang menyapa setiap saat.
Menulis itu bukanlah perkara sulit. Merangkai kejadian melalui kata akan meningkatkan kualitas diri dan bangsa. Bangsa Indonesia akan dapat mengejar ketertinggalan dalam hal literasi. Kejar ketertinggalan, waktu terbatas dan kesempatan terbuka lebar. Selamat menulis.
Luar biasa????????????