Meningkatkan Kualitas Layanan dengan H.E.A.T. Strategy

by Nur Ana Sejati ◆ Professional Writer | Jan 19, 2017 | Birokrasi Melayani | 0 comments

Entah kali yang keberapa Ayla harus mendatangi dokter gigi. Pagi ini alasannya gigi barunya ‘wobbly’ atau goyang atau oglak-aglik. Saya sendiri selalu bersemangan untuk datang ke health center tersebut. Alasannya: observasi pelayanan.

Sejak awal saya memang tertarik mengamati kinerja health center tersebut. Dalam tulisan sebelumnya saya sempat menyinggung tentang data kinerja mereka yang mengharuskan front office memantau pertemuan pasien per enam bulan, keramahan dokter giginya juga menarik untuk diamati.

Dari sekian pertemuan itu Ayla sudah ditangani 3 dokter. Dilihat dari paras wajahnya, dokter gigi pertama asli bule. Dokternya super ramah. Selama menangani treatmen tambal maupun hanya sekedar membersihkan gigi, Ayla selalu dipuji. You’re doing a great job ran excellent entah berapa kali dia ucapkan. Dia juga selalu memberitahukan Ayla apa yang akan dia kerjakan. Usai treatment Ayla ditawari sticker. Begitulah..hingga bebapa pertemuan Ayla ditangani oleh dentist yang kira-kira usianya masih dibawah 30 tahun.

Dokter gigi kedua keturnan China. Saat pertama melihatnya, jujur tanpa bermaksud SARA, saya tidak bisa mengingkari hasrat untu membanding-bandingkan kinerja mereka berdua. Apakah yang bule lebih baik dari non-bule? Dentis kedua ini usianya sepantaran dengan yang pertama. Ternyata dokter gigi keturunan China ini sama ramahnya dengan yang pertama. Sepertinya ia adalah generasi kedua keturunan China yang dibesarkan dan menjalani pendidikan dasar di Australia. Hal ini terlihat dari pronunciationnya dan kalimat-kalimat yang ia ucapkan.

Dokter ketiga juga keturunan China. Juga sama-sama ramah dan informatif. Saat memasuki ruangan, Ayla ditanya nama dan kelas berapa. Kalimat-kalimat pujian, serta informasi yang ia sampaikan tak jauh beda dengan dokter kedua dan ketiga. Kesimpulan saya saat itu: Hmmm sepertinya pengaruh pendidikan di negeri ini sudah merubah sikap dan cara melayani.

Hal yang sama juga pernah saya amati pada pelayanan sebuah jasa printing dan fotokopi yang dikelola oleh warga asal China. Berbeda sekali cara pelayanan antara sang bapak yang masih kental logat negara asalnya, dengan anak yang sudah sangat fasih berbahasa Inggris. Termasuk ekspresi wajah ketika melayani juga sangat berbeda. Sang bapak cenderung menggunakan kalimat-kalimat standar.

Jadi, kesimpulan awal soal pelayanan dokter gigi adalah faktor seberapa lama seseorang sudah mengecap pendidikan di negeri ini. Atribut individu lebih berpengaruh.

Rupanya ada hal menarik yang sempat saya dapati untuk bisa menjelaskan mengapa ketiga dokter gigi tersebut dapat memberikan pelayanan secara seragam. Jawabannya ada pada selembar kertas kecil ukuran seperempat kertas kwarto yang ditempel pada papan pengumuman di lorong ruang pemeriksaan: H.E.A.T . Strategi.

Dari hasil meng-google, H.E.A.T. Strategi adalah salah satu strategi dalam ilmu manajemen pengelolaan kepuasan pelanggan atau customer satisfaction. Lebih spesifik lagi, strategi ini digunakan untuk mengatasi complain pelanggan, seperti pelayanan yang kurang memuaskan, barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi penjualan, dan sebagainya.

H.E.A.T. adalah singkatan dari Hear, Empathize, Apologize, dan Take action. H atau Hear adalah dengarkan….dengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien, atau oleh pelanggan anda apapun jenis barang atau layanan yang anda berikan. E atau Empathize..biarkan pasien tau bahwa anda mendengarkan keluhannya. Biarkan mereka memahami bahwa kita sangat memahami perasaan mereka atau kejengkelan mereka. A atau Apologize…Saying you are sorry this was his experience. Kata maaf sering menjadi kata yang ampuh untuk meredakan kemarahan atau rasa sakit seseorang. Terakhir, T atau take responsibility…intinya take solution. Soal ini saya teringat salah satu episode dalam meteor garden. Kata tomingse: kalau ada maaf, buat apa ada polisi? Senada dengan H.E.A.T. ini, apologize bukan akhir dari pelayanan. Apologize haruslah diiringi dengan T atau taking action. Cari atau berikan solusi agar bisa mengubah wajah murung pelanggan menjadi sumringah.

Dalam pendidikan kesehatan, H.E.A.T. strategi ini juga menjadi salah satu mata ajar bagi mahasiswa kedokteran. Di link ini: https://www.a4hi.org/symposium/2009/abstracts/8Early.pdf anda bisa menemukan detail penerapannya serta kalimat-kalimat yang digunakan untuk meningkatkan kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan. Sebagai salah satu bagian dari strategi, tentu pengajaran tentang hal ini adalah salah satu proses penanaman nilai. Untuk medapatkan hasil yang diharapkan, juga perlu strategi untuk menerapkannya di tingkat health center agar semua dentist memiliki sikap dan perilaku yang seragam.

Di papan ruang tunggu ada satu lagi yang cukup menarik perhatian. Health center tersebut memasang hasil survey kepuasan pelanggan. Jadi saya yang suka kepo ini cukup memotrat-motret saja, tidak perlu banyak melakukan interview. Masyarakat mendapatkan akses atas kinerja.

Rupanya tentang HEAT ini juga menarik perhatian para pemerhati anak. Hal ini terlihat dari salah satu episode serial anak Daniel Tiger’s neighborhood dalam episode Say I am sorry. Link: https://www.youtube.com/watch?v=4D4CZFOrvX0. Dalam episode ini dikisahkan saat Daniel tanpa sengaja menabrak salah seorang temannya saat bermain mobil-mobilan. Daniel sudah meminta maaf dengan mengatakan “sorry”. Tapi, tetap tak cukup memuaskan kekecewaan sang teman. Rupanya, kata maaf tidak cukup. Harus ada langkah selanjutnya sebagaimana lagu yang menjadi theme song episode tersebut: say I am sorry is the first step, the what can I do is the next step.

Implementasi HEAT dalam layanan pendidikan di salah satu health center di sini menunjukkan bahwa pada prinsipnya, organisasi (baik klinik yang bersangkutan maupun institusi pendidikan) mampu melakukan intervensi terhadap perilaku individu. Dijadikannya HEAT strategi sebagai salah satu mata kuliah di fakultas pendidikan setidaknya memberikan landasan bagi para calon dokter gigi dalam memberikan layanan kepada pasien. Kemudian, diinternalisasikannya strategi ini dalam lingkup organisasi klinik mendorong para dokter gigi untuk memberikan layanan sesuai standar yang dikehendaki oleh institusi.

Jika dihubungkan dengan system akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, hasil survey kepuasan pelanggan adalah salah satu indikator kinerja utama (IKU) di tingkat organisasi. H.E.A.T strategi adalah bagian dari upaya yang dilakukan untuk mencapai target kepuasan pelanggan yang diharapkan. Tinggal, bagaimana proses internalisasi H.E.A.T. tersebut dalam diri para dokter gigi. Tak lupa juga, prosos monitoring dan evaluasi atas implementasi H.E.A.T. ini yang juga penting untuk memastikan bahwa para dokter gigi sudah melaksanakannya.

 

 

0
0
Nur Ana Sejati ◆ Professional Writer

ASN Instansi Pemerintah Pusat alumni Program PhD of Accounting di Victoria University, Melbourne-Australia. Penulis yang satu ini memiliki gaya yang khas pada tulisannya yaitu “bersemangat” dan menginspirasi. Ana, panggilan khas sang penulis yang aktif ini, merupakan salah satu penggagas gerakan Birokrat Menulis.

Nur Ana Sejati ◆ Professional Writer

Nur Ana Sejati ◆ Professional Writer

Author

ASN Instansi Pemerintah Pusat alumni Program PhD of Accounting di Victoria University, Melbourne-Australia. Penulis yang satu ini memiliki gaya yang khas pada tulisannya yaitu “bersemangat” dan menginspirasi. Ana, panggilan khas sang penulis yang aktif ini, merupakan salah satu penggagas gerakan Birokrat Menulis.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post