Salah satu hal menarik dalam Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat I adalah peserta dilatih untuk berdebat. Hal ini tampak ketika peserta mengikuti agenda pelatihan pengelolaan kebijakan publik. Namun, sebelum mengikuti perdebatan tersebut, peserta diwajibkan untuk menuliskan esai.
Berikut ini sebagai peserta PKN Angkatan LVI Tahun 2023, penulis akan berbagi esai yang ditulis untuk kepentingan PKN tersebut. Penulis mengambil isu bagaimana meningkatkan keberhasilan implementasi kebijakan publik dengan pendekatan kebijakan berbasis risiko (risk-based policy approach).
Pendahuluan
Kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah atau penyelenggara negara dalam menjalankan fungsinya melayani rakyat harus dikelola dengan baik. Karena itu, pemimpin instansi pemerintah harus memahami pentingnya pengelolaan kebijakan publik.
Pengelolaan kebijakan publik diperlukan untuk menyinergikan berbagai macam kepentingan dan tugas organisasi dan individu. Kebijakan publik juga perlu dikelola agar masalah bisa diselesaikan.
Selain itu, hal ini diperlukan agar keberhasilan pencapaian tujuan instansi pemerintah dan pemerintahan secara keseluruhan dapat dipastikan.
Karena pentingnya pengelolaan kebijakan, pengelolaan kebijakan berbasis masalah (problem-based) telah dikembangkan, yaitu dimulai dari formasi agenda (agenda formation/setting), kemudian formulasi kebijakan (policy formulation), adopsi kebijakan (policy adoption), implementasi kebijakan (policy implementation), dan evaluasi kebijakan (policy evaluation/assessment).[1]
Sayangnya, formasi atau penentuan agenda kebijakan yang berbasis masalah tersebut memiliki keterbatasan.
Oleh sebab itu, bagian berikut akan mengulas keterbatasan tersebut dan alternatif lain formasi atau penentuan agenda kebijakan, yaitu dengan pendekatan kebijakan berbasis risiko (risk-based policy approach).[2]
Paradoks Kebijakan Publik Berbasis Masalah
Dilihat dari perspektif data dan informasi, terdapat paradoks perumusan kebijakan publik berbasis masalah saat ini, yaitu:
- adanya kesenjangan waktu (time lag) formasi kebijakan karena data yang paling tersedia pada umumnya adalah data hari yang lalu (yesterday),
- sementara keputusan harus dirumuskan hari ini (today), dan
- hasil yang paling cepat dirasakan adalah esok hari (tomorrow).
Karena paradoks tersebut, sering sekali masalah yang harus dipecahkan dalam kebijakan publik justru sudah berubah ketika formulasi kebijakan publik berhasil dirumuskan.
Akibatnya, kebijakan publik yang dirumuskan menjadi usang dan tidak dapat diimplementasikan dengan baik atau kebijakan yang diimplementasikan tidak berhasil menyelesaikan masalah terkini.
Itulah sebabnya, pengelolaan kebijakan publik memerlukan alternatif lain. Bagian berikut akan menguraikan alternatif tersebut berupa tiga langkah pengelolaan kebijakan berbasis risiko, yaitu penilaian risiko, manajemen risiko, serta telaah dan evaluasi risiko.
Pendekatan Kebijakan Publik Berbasis Risiko
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah mengenalkan tiga langkah pengelolaan kebijakan berbasis risiko, yaitu penilaian risiko, manajemen risiko, serta telaah dan evaluasi risiko[3].
Penilaian risiko ini mencakup perangkaian (framing) dan peramalan probabilitas dan konsekuensi dari isu kebijakan. Perangkaian ini mencakup konstruksi model risiko dengan mempertimbangkan berbagai isu yang mungkin terjadi terkait dengan risiko.
Misalnya, saat ini isu kebijakan yang terkait dengan risiko adalah perang Rusia-Ukraina. Risiko yang akan muncul adalah krisis dunia dan tingkat inflasi yang tidak terkendali.
Manajemen risiko sendiri mencakup perancangan dan implementasi untuk mengatasi risiko dengan mempertimbangkan perlakuan risiko yang potensial dan penentuan perlakuan yang paling tepat, seperti menghindari risiko (risk avoidance), mengurangi risiko (risk reduction), menerima risiko (risk retention), dan mentransfer risiko (risk transfer).
Telaah dan evaluasi risiko adalah elemen penting proses kebijakan yang baik. Sebab, governansi yang berhasil akan membutuhkan proses pengambilan keputusan yang transparan dan terbuka terhadap informasi baru yang diperoleh dari telaah dan evaluasi.
Hal ini juga akan memungkinkan pengambilan kebijakan publik mempertimbangkan aspek masa depan (ex ante) dan masa lalu (ex post) dan mengatasi kesenjangan waktu pengambilan keputusan.
Risiko-risiko Kebijakan Publik
Risiko-risiko kebijakan publik yang perlu diidentifikasi dalam rangka perumusan kebijakan publik sendiri bisa dilihat berupa risiko strategis (strategic risks), risiko ketaatan (compliance risks), dan risiko keuangan (financial risks).
Sebagai contoh, dalam formasi kebijakan Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022, perlu diperhatikan adanya risiko layanan (business risk) pada risiko strategis, seperti:
- ketidakpastian tentang ketersediaan produk dalam negeri untuk kepentingan pelayanan publik,
- tarif yang dikenakan untuk layanan jika menggunakan produk dalam negeri,
- biaya pengiriman layanan, dan
- total biaya layanan.
Terdapat juga risiko kegagalan investasi dana publik karena ketidakpastian yang tinggi.
Selain itu, perlu diidentifikasi risiko reputasi pemerintahan, seperti kegagalan instansi pemerintah memenuhi janjinya kepada publik dalam hal P3DN dan kegagalan instansi pemerintah memberikan layanan yang adil dan beretika.
Risiko kepatuhan biasanya terkait dengan kepatuhan instansi publik dan individu terhadap hukum dan peraturan, termasuk risiko kecurangan (fraud risk). Sementara itu, risiko keuangan dalam formasi kebijakan publik bisa berupa:
- perubahan harga dan kurs pasar keuangan dunia (market risk),
- kerugian ekonomi dari kegagalan pihak ketiga memenuhi kewajiban kontraktualnya (credit risk),
- kemampuan pemerintah mengumpulkan dana yang diperlukan untuk membayar atau memperpanjang hutang (liquidity risk), dan
- kerugian akibat berbagai kelemahan operasional instansi pemerintah.
Selain itu, terdapat juga risiko sistem yang tidak memadai, kegagalan manajemen, kontrol yang salah, penipuan, kesalahan manusia, dan kegagalan suatu institusi pemerintah yang menciptakan reaksi berantai atau efek domino pada instansi lain.
Risiko sistem ini seperti halnya terjadi pada pegawai Kementerian Keuangan baru-baru ini yang berefek ke instansi lain.
Penutup
Tulisan ini telah menguraikan pentingnya pengelolaan kebijakan publik, yang dimulai dari formasi kebijakan. Namun, terdapat paradoks dalam pengelolaan kebijakan publik berbasis masalah. Karenanya, tulisan ini mengusulkan alternatif berupa pendekatan kebijakan berbasis risiko.
Pendekatan yang diusulkan ini akan memungkinkan pemimpin instansi pemerintah mengidentifikasi kebijakan dengan memperhatikan aspek masa lalu dan masa depan (ex-post dan ex-ante). Dengan demikian, keterbatasan pengelolaan kebijakan publik konvensional dapat diatasi. Para pemimpin instansi pemerintah perlu mempertimbangkan pendekatan alternatif ini dalam mengelola kebijakan publik.
*) Tulisan ini dimodifikasi dari essay yang disampaikan penulis pada PKN Tingkat I Angkatan LVI Tahun 2023.
Referensi:
[1] Hill, M., & Varone, F. (2021). The public policy process. Routledge.
[2] https://read.oecd-ilibrary.org/governance/risk-and-regulatory-policy_9789264082939-en#page1
[3] https://doi.org/10.1787/9789264082939-en
0 Comments