Menguak Sejarah Tingginya Penghasilan ASN Kemenkeu: Bukan Perkara Reformasi Birokrasi Semata

by | May 21, 2023 | Birokrasi Akuntabel-Transparan | 4 comments

Mungkin hampir seluruh ASN menyepakati suatu doktrin yang sulit dilacak asal usulnya: Kementerian Keuangan layak mendapatkan tunjangan kinerja yang tinggi karena memiliki scoring reformasi birokrasi yang baik, bahkan adalah pelopor utama Reformasi Birokrasi. 

Sejarah Panjang RB di Kemenkeu

Buku Perjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan tahun 2022 dengan jelas menceritakan sejarah panjang pembenahan dan perombakan keuangan Republik Indonesia yang dilakukan secara oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sekaligus perbaikan tata kelola internal mereka.

Reformasi Birokrasi (RB) yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan, dijelaskan dalam Buku Perjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan, dibagi menjadi lima periode utama:

  1. Periode I (2002-2006) yang diinisiasi dengan reformasi pengelolaan keuangan negara, menghasilkan paket aturan keuangan negara dan modernisasi administrasi perpajakan
  2. Periode II (2007-2012) yang ditandai reformasi birokrasi secara masif melalui integrasi 3 pilar Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan dengan 8 area perubahan KemenPAN & RB
  3. Periode III (2013-2016) yang ditandai dengan program Reformasi Birokrasi Transformasi Kelembagaan (RBTK) untuk meningkatkan efektivitas Kementerian Keuangan dalam pengelolaan keuangan dan kekayaan negara
  4. Periode IV (2016-2018) yang ditandai dengan penetapan 20 inisiatif baru dalam rangka penguatan implementasi program RBTK
  5. Current Phase (2019-sekarang) sebagai proses transformasi digital yang terus berkelanjutan.

Peta Jalan RBTK Kementerian Keuangan
(Sumber: Buku Perjalanan Reformasi Kementerian Keuangan, 2022)

Proses pembenahan dan perbaikan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan memang layak diacungi jempol dan harus ditiru oleh instansi lain sebagai sebuah success story

Meskipun demikian, ada hal menarik yang diungkapkan sendiri oleh buku terbitan Kemenkeu tersebut, sekaligus menjadi kegelisahan para ASN yang jarang didiskusikan di ranah akademis, yaitu mengenai kesejahteraan dari ASN Kemenkeu itu sendiri.

Mekanisme Formal Kenaikan Tunjangan Kinerja

Satu bagian menarik dibahas di dalam buku itu pada halaman 19-21 dengan sub judul “Lonjakan Remunerasi”. 

Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal tersebut, terlebih dahulu perlu dibedah bagaimanakah mekanisme formal yang harus ditempuh jika instansi pemerintah terutama kementerian atau lembaga pusat ingin mendapatkan kenaikan tunjangan kinerja.

Timeline

Description automatically generated
Alur Proses Layanan Penetapan Tunjangan Kinerja Instansi Pemerintah
(Sumber: situs web Sistem Aplikasi Layanan Kementerian PAN RB)

Kementerian PAN RB pada situs web Sistem Aplikasi Layanan Kementerian PAN RB menjelaskan alur proses kenaikan tunjangan kinerja dengan sebuah diagram alir. 

Terdapat 15 tahapan utama yang melibatkan banyak pihak yaitu Kementerian PAN RB, Kementerian Keuangan, DPR, Kementerian Hukum dan HAM, Sekretariat Kabinet, BKN, dan Presiden. Peran sentral terdapat pada Kementerian PAN RB, Kementerian Keuangan, dan DPR. 

Kementerian PAN RB berperan dalam evaluasi reformasi birokrasi dan pengajuan izin prinsip, Kementerian Keuangan berperan dalam penyusunan simulasi anggaran dan pemeriksaan kecukupan anggaran negara, dan DPR berperan dalam persetujuan penambahan anggaran.

Sekilas, proses pengajuan tunjangan kinerja memang terlihat rumit dan panjang, tetapi dapat dikatakan feasible sepanjang instansi yang bersangkutan telah memenuhi seluruh syarat dan menjalankan proses reformasi birokrasi di instansinya. 

Sayangnya, realita tidak seperti itu. Proses reformasi birokrasi yang dipersyaratkan oleh Kementerian PAN RB seringkali menjadi momok atau beban kerja tambahan bagi instansi yang ingin melakukannya. 

Reformasi birokrasi seringkali terkesan penuh dengan persyaratan administrasi semata, tetapi itu adalah bahasan lain.

Asumsikan suatu instansi telah dievaluasi lalu dinyatakan memenuhi syarat dan scoring yang memadai dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Pelaksanaan reformasi birokrasi itu kemudian akan dituangkan ke dalam suatu Laporan Hasil Evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi K/L. 

Laporan ini selanjutnya akan diserahkan kepada Menteri PAN RB sebagai bahan pertimbangan dalam mengusulkan kenaikan tunjangan kinerja. 

Jika usulan kenaikan tunjangan kinerja sudah disetujui oleh Menteri PAN RB, maka Menteri PAN RB akan mengeluarkan permohonan izin prinsip penyesuaian tunjangan kinerja ke Menteri Keuangan. 

Proses setelah ini yang sering menjadi bottleneck. Wewenang Menteri Keuangan sangat besar disini karena ada beberapa kasus permohonan izin prinsip yang diajukan Menteri PAN RB ditolak oleh Menteri Keuangan dengan berbagai pertimbangan dan alasan yang pada dasarnya mengerucut pada satu isu utama: anggaran negara tidak memadai. 

Jika sudah begini, kandaslah harapan ASN di instansi yang bersangkutan untuk menerima kenaikan tunjangan kinerja. Lebih getir lagi, proses evaluasi reformasi birokrasi harus dilakukan lagi sejak awal pada periode selanjutnya.

Asal Muasal Tingginya Take Home Pay Kemenkeu

Proses panjang kenaikan tunjangan kinerja melalui reformasi birokrasi tersebut sangat kontras sekali dengan sejarah kenaikan tunjangan kinerja pada Kementerian Keuangan. 

Buku Perjalanan Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan pada halaman 19-21 mengenai “Lonjakan Remunerasi” secara jelas menceritakan kenaikan tunjangan kinerja Kementerian Keuangan tidak semata-mata melalui jalur formal tersebut. 

Sebagai penekanan, dituliskan bahwa Kementerian Keuangan sejak dulu sangat paham bahwa kesejahteraan ASN yang baik akan mendorong penegakan disiplin dan orientasi pada pelayanan. 

Mulia Nasution, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan era 2006-2012 mengamini bahwa lonjakan signifikan take home pay pegawai Kementerian Keuangan adalah salah satu faktor penting keberhasilan melakukan pembenahan sektor publik, khususnya di Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan legendaris era Soeharto yang sekarang namanya menjadi julukan kampus PKN STAN, Ali Wardhana, dikatakan pernah mengajukan agar pegawai Kementerian Keuangan diberikan kenaikan gaji hingga maksimal sembilan kali lipat, walau secara realita tidak mencapai sebanyak itu. 

Permohonan kenaikan gaji pegawai Kementerian Keuangan pun dikabulkan di era orde baru.

“Pak Ali percaya hanya dengan kesejahteraan yang lebih baik, penegakan disiplin dan pelayanan bisa diutamakan. Tetapi, dalam perjalanannya, publik kecewa. Banyak kasus yang terjadi termasuk di Kementerian Keuangan pada masa Orde Baru. Jadi, tidak sesuai harapan walau gaji sudah lebih baik dibandingkan gaji pegawai di kementerian lain,” kata Mulia Nasution, dikutip dari buku tersebut.

Kenaikan remunerasi yang signifikan memang memberikan dampak perbaikan di era orde baru, tetapi tidak serta merta membuat Kementerian Keuangan benar-benar bersih. 

Masih banyak kasus yang terjadi di Kementerian Keuangan era orde baru hingga akhirnya publik kembali kecewa. Diceritakan kembali dalam buku tersebut bahwa Kementerian Keuangan kembali mengajukan perbaikan atau kenaikan remunerasi kepada DPR. 

Pihak parlemen di kala itu juga mengingatkan bahwa penghasilan pegawai Kementerian Keuangan masih lebih baik dibanding instansi lainnya.

Selanjutnya, buku tersebut mengungkapkan hal yang sangat menarik. Pak Mulia Nasution mengatakan sendiri bahwa di kala itu mereka berjuang untuk meyakinkan DPR agar mau mengabulkan permohonan kenaikan remunerasi Kementerian Keuangan. 

Mulia Nasution beralasan bahwa sulitnya penegakan disiplin di internal Kementerian Keuangan dikarenakan penghasilan pegawai yang masih belum memadai. 

Pegawai Kementerian Keuangan di era itu sering mencari tambahan atau ‘obyekan’, tidak disiplin waktu, bahkan “menerima & meminta” dari pihak yang dilayani. 

Pak Mulia Nasution dan timnya saat itu berjanji bahwa jika usulan kenaikan take home pay agar hampir setara sektor keuangan swasta disetujui, maka disiplin internal akan menjadi harga mati. 

DPR memegang janji Pak Mulia Nasution dan Kementerian Keuangan untuk tidak berkompromi dengan penegakan disiplin dan janji untuk terus meningkatkan pelayanan. 

Di akhir pembahasan “Lonjakan Remunerasi” tersebut dicatat juga bahwa Pak Mulia Nasution mengakui tetap tidak ada jaminan untuk korupsi hilang total, dibuktikan dengan kasus Gayus Tambunan dan Bahasyim Assifie.

Akan tetapi, secara overall penegakan disiplin dan sanksi bagi yang melanggar atau melakukan tindakan pidana berjalan dengan baik tanpa pandang bulu.

Kontras dan Ironi

Kedua cerita tersebut mengungkapkan kepada kita betapa berbedanya proses yang dilalui antara instansi non Kementerian Keuangan dan Kementerian Keuangan dalam mendapatkan kenaikan tunjangan kinerja atau penghasilan yang layak. 

Instansi selain Kementerian Keuangan harus berjuang dengan keras serta penuh persyaratan administrasi yang berliku-liku dalam melakukan reformasi birokrasi di instansinya. 

Belum lagi tidak adanya jaminan dan kepastian bahwa tunjangan kinerja pasti dinaikkan setelah instansi yang bersangkutan mencukupi secara scoring dan persyaratan. Semua persetujuan berada di dua pihak utama yaitu Kementerian Keuangan dan DPR. 

Sementara di pihak Kemenkeu, buku terbitan mereka sendiri menyatakan dengan jelas bahwa, memang ada proses reformasi birokrasi yang baik di instansi tersebut, tetapi proses peningkatan kesejahteraan ASN melalui permohonan kenaikan remunerasi atau tunjangan kinerja dilakukan secara sinergis, melalui negosiasi dan lobbying oleh Pak Mulia Nasution selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan langsung kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 

Jauh sebelum itu, Pak Ali Wardhana selaku Menteri Keuangan di era orde baru juga berhasil menaikkan gaji pegawai Kementerian Keuangan, dengan proses lobbying untuk meyakinkan DPR di kala itu.

Hal menarik lainnya adalah fakta bahwa Kemenkeu sendiri paham dan setuju bahkan mengamini bahwa kesejahteraan ASN yang baik akan mendorong perbaikan dan pembenahan tata kelola serta pelayanan di instansi pemerintah. 

Kementerian Keuangan mengerti bahwa agar ASN fokus bekerja dan melayani tanpa harus mencari penghasilan tambahan dan korupsi, mereka perlu ditingkatkan kesejahteraannya. 

Ini menjadi kontras karena Kemenkeu sendiri memiliki tendensi untuk menolak usulan kenaikan tunjangan kinerja instansi lain yang sudah memenuhi persyaratannya. 

Bukankah ini adalah sebuah standar ganda? Lebih jauh lagi, bukankah ini bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk ego sektoral?

Apa yang Ideal?

Seperti halnya Kementerian Keuangan menjadi success story dan benchmark utama dalam melakukan reformasi birokrasi, sudah seharusnya juga Kementerian Keuangan ditiru juga dalam hal peningkatan kesejahteraan ASN yang sinergis berjalan dengan reformasi birokrasi. 

Menyedihkan sekali bahwa apa yang terjadi sekarang adalah reformasi birokrasi justru menjadi persyaratan kenaikan penghasilan ASN, tanpa ada jaminan bahwa penghasilan akan naik setelah reformasi birokrasi berjalan. 

Situasi ini semakin diperparah dengan stigma masyarakat yang memandang negatif ASN. Bukankah salah satu cita-cita negara kita adalah memiliki birokrasi yang berkelas dunia? 

Cita-cita itu sangat mustahil dicapai, jika masih banyak ASN yang digaji dengan tidak layak, jika masih ada mentalitas silo yang menganggap suatu instansi lebih penting dibanding instansi lainnya, dan jika masih ada ego sektoral di birokrasi Indonesia.

13
7
Raja Pranatha Doloksaribu ♥ Associate Writer

Raja Pranatha Doloksaribu ♥ Associate Writer

Author

Seorang ASN Kementerian BUMN yang sedang kembali ke Kampus PKN STAN

4 Comments

  1. Avatar

    Untuk menjadi pioneer tidaklah mudah…. Kementerian Keuangan telah berdarah-darah mengawal tahapan demi tahapan pembangunan RB ini.. hal itu dirasakan oleh seluruh ASN Kementerian Keuangan… tapi karena demi tujuan mulya mereka tetap menjalankan proses RB ini dengan penuh semangat dan terus berfikir positif… bahwa apa yang dilakukan organisasinya (Kementerian Keuangan) adalah hal yang sangat baik bagi bangsa Indonesia.
    selama proses yang berdarah-darah itu tidak banyak kementerian/lembaga lain yang tahu.. dan setelah proses itu menunjukkan hasil yang positif kemudian proses RB kementerian keuangan itu diadopsi oleh Kementerian PAN RB… kementerian yang mempunyai tugas dan fungsi terkait pemberdayaan ASN dan pembangunan reformasi birokrasi… Kementerian PAN RB banyak belajar dari success story kementerian keuangan dalam hal ini..
    sementara itu take home pay adalah sebuah stimulus agar reformasi birokrasi yang telah dibangun itu dapat berjalan sesuai rencana dan mencapai hasil yang diharapkan yaitu terciptanya tata kelola pemerintahan yang bersih (GCG)
    adapun alur yang dibuat Kementerian PAN RB soal penetapan remunerasi mengapa ada kementerian keuangan sebagai salah satu unsur penting ? hal itu tidak lain karena didasarkan pada peran dan fungsi kementerian keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) yang memiliki akses informasi utama tentang kapasitas kemampuan keuangan negara..
    pertanyaannya adalah: apakah kementerian/lembaga lain yang mengajukan kenaikan remunerasi sudah benar-benar membangun dan melaksanakan RB seutuhnya pada seluruh aspek proses bisnis sampai pada tahapan full implemented seperti halnya yang dilakukan Kementerian Keuangan?
    jika belum, mari lakukan pembenahan tata kelola dan melaksanakan RB dengan sebaik-baiknya terlebih dahulu sesuai kriteria yang ditentukan…. setelah itu silakan ajukan remunerasi…. semoga kemampuan keuangan negara makin membaik, sehingga dapat memenuhi harapan pengajuan remunerasi tersebut.
    Semoga informasi ini dapat melengkapi dan mencerahkan….
    Salam RB

    Reply
    • Avatar

      Ya ya ya, udah saya sering dengar cerita glorifikasi ini. Bahkan dari Bu Sumiyati langsung di perkuliahan saya di kelas. Capek & bosan. Si paling pionir. Jelas-jelas di buku itu disebutkan tukin Kemenkeu naik karena ada upaya lobbying ke DPR sebanyak 2x, dan itu menjadi “bahan bakar” proses reformasi birokrasi. Pertanyaannya, kenapa saat diterapkan ke kami logikanya itu malah kebalik. Harus berdarah-darah dulu mencapai RB, baru bisa mengajukan kenaikan tukin. ITU PUN BISA DITOLAK KEMENKEU DENGAN GAMPANGNYA.

      Ingat, kalian itu naik bukan semata-mata karena RB. TAPI DIKATALIS LOBBBYING JUGA. Kenapa hal seperti itu tidak bisa diterapkan ke kami juga. Egois & ego sektoral itu namanya.

      Reply
  2. Avatar

    Jika Kemenkeu memulai RB pd thn 2002, maka BPKP sudah memulai pd thn 2001 (RB Kelembagaan)
    Jika RB Transformasi Digital Kemenkeu dimulai thn 2019, maka BPKP sudah memulai pd thn 1993-1994
    Sedangkan yang menciptakan stigma negatif masyarakat yang memandang ASN adalah rezim ini sendiri yg sekarang menjadi pegawai kontrak melalui media propaganda mereka.

    Reply
    • Avatar

      Baiknya dimasifkan wacana konvergensi tukin (RPP Gaji, Tunjangan, dan Fasilitas Dan RPP Tukin Daerah) yang akan menurunkan kesenjangan baik level Tukin Pusat dan juga TPP Daerah. Yang rendah dinaikkan, yang ketinggian disesuaikan.

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post