Mengoptimalkan Peran APIP dalam Mengawal Percepatan dan Efektivitas Belanja Pemerintah

by | Jun 7, 2021 | Birokrasi Akuntabel-Transparan, Birokrasi Efektif-Efisien | 0 comments

Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2021 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 27 Mei 2021. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr. (https://www.presidenri.go.id/)

Pada tanggal 27 Mei 2021 telah diselenggarakan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Tahun 2021 dengan mengusung tema “Mengawal Efektivitas Belanja untuk Pemulihan Ekonomi Nasional”.

Dalam pembukaan Rakornaswasin 2021 yang diinisiasi oleh BPKP tersebut, Presiden Jokowi memberikan arahan, di antaranya mengenai masalah percepatan dan efektivitas atau ketepatan sasaran belanja pemerintah yang harus menjadi fokus pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Presiden Jokowi menyampaikan bahwa realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah masih tergolong rendah, yaitu sekitar 15 persen untuk APBN, sekitar 7 persen untuk APBD, serta 24,6 persen untuk belanja khusus terkait Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Presiden Jokowi juga mengungkapkan lambatnya pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah yang ditunjukkan dengan nilai realisasi PBJ dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang masing-masing baru sekitar 10,98 persen dan 5 persen.

Selain percepatan belanja, Presiden Jokowi juga menekankan bahwa belanja harus efektif dan tepat sasaran sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat dan dapat menunjang pemulihan ekonomi nasional.

Urgensi Pengawalan oleh APIP

Percepatan belanja pemerintah bukanlah hal yang sepele. Penyerapan anggaran yang tinggi juga memang tidak serta merta menunjukkan efektivitas. Namun, belanja yang tidak terserap secara optimal akan berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi. Target pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun 2021 sebesar 7%, serta target tahunan 4,5%-5,5% berpotensi tidak bisa tercapai jika capaian serapan belanja pemerintah terhambat.

Oleh karenanya, belanja yang sudah dianggarkan pemerintah harus diserap sesuai target waktu yang ada serta efektif dan tepat sasaran, agar manfaatnya bisa terasa baik dari output program yang bersangkutan maupun dari sisi daya ungkit ekonomi.

Percepatan dan efektivitas atas pelaksanaan program dan belanja tersebut dapat dicapai jika program dan belanja pemerintah dilakukan dengan tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern yang memadai. Di sinilah APIP harus berperan optimal.

APIP seharusnya menjadi pakar dan trusted advisor (penasihat tepercaya) dalam bidang governance, risk, and control (GRC) atau tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern. APIP harus senantiasa mengingatkan pimpinan dan jajaran di kementerian/lembaga/daearah untuk melaksanakan program dan belanja dengan tetap menjaga tata kelola meskipun dalam kondisi pandemi yang menuntut pemerintah harus bertindak serba cepat ini.

Dalam mengawal percepatan dan efektivitas belanja pemerintah, APIP perlu menerapkan analisis akar masalah atau root-cause analysis untuk mencari penyebab lambatnya realisasi belanja serta penyebab tidak efektifnya belanja. Setelah itu, APIP perlu membantu dalam memberikan alternatif solusi atas akar permasalahan tersebut.

Mengawal Regulasi Pelaksanaan Belanja

Salah satu contoh masalah yang menghambat belanja pemerintah adalah masalah regulasi, yaitu lambatnya penetapan regulasi atau peraturan tata laksana atas suatu program/kegiatan. Padahal, aturan pelaksanaan ini dibutuhkan oleh instansi/unit pelaksana sebagai dasar untuk melaksanakan program/kegiatan dan dasar untuk diperkenankan adanya penyerapan anggaran belanja.

Unit-unit pelaksana, terutama di daerah, cenderung tidak berani untuk mulai melaksanakan program dan belanja khususnya terkait PBJ -jika belum ada payung hukum berupa regulasi atas kegiatan tersebut.

Padahal, terlambatnya penetapan regulasi pelaksanaan belanja akan mengakibatkan kemunduran jadwal pelaksanaan program, dan berpotensi menimbulkan serapan anggaran belanja yang tidak optimal.

Untuk mengawal masalah dalam regulasi pelaksanaan belanja ini, APIP perlu mengusulkan agar dilakukan percepatan penetapan regulasi. APIP perlu memantau secara periodik (misalnya mingguan) terkait kapan rencana penetapan regulasi serta bagaimana perkembangan proses penetapan regulasi tersebut.

APIP perlu berkomunikasi secara rutin dengan pihak-pihak terkait demi mendorong penetapan regulasi secara tepat waktu. APIP juga perlu menyarankan agar GRC yang memadai telah tercantum dan diatur di dalam regulasi pelaksanaan belanja tersebut.

Sekali lagi, APIP sangat perlu berkomunikasi dengan regulator terkait, memberikan pemahaman mengenai GRC dan pandangan mengenai perlunya aspek GRC diatur dalam regulasi tersebut.

Mengawal Proses Bisnis Belanja

Selain masalah regulasi, kendala lainnya yang sering menghambat penyerapan anggaran adalah terkait masalah pelaksanaan proses bisnis, misalnya kurang lengkapnya dokumen persyaratan untuk pencairan dana. Masalah proses bisnis tentu sangat beragam tergantung jenis program dan belanjanya.

Masalah ini disebabkan kurangnya kesigapan unit pelaksana atau karena kurangnya informasi yang memadai dari pihak regulator. Bagi pemerintah daerah khususnya, seringkali ada kendala kurangnya komunikasi dan sosialisasi dari pemerintah pusat kepada daerah atas regulasi pemerintah serta tata cara pelaksanaan program dan belanja.

Karena ketidakjelasan informasi ini, seringkali unit pelaksana harus bolak-balik mengulang suatu tahapan proses bisnis, sehingga tidak efisien waktu dan menghambat proses secara keseluruhan. Tentunya, hal ini pun berdampak pada lambatnya penyerapan anggaran belanja.

Untuk mengawal masalah dalam proses bisnis belanja ini, APIP perlu mengusulkan agar pihak regulator melakukan komunikasi rutin dan sosialisasi yang menyeluruh kepada unit-unit pelaksana baik di pusat maupun daerah.

APIP perlu memastikan telah ada SOP dan tata cara pelaksanaan yang memadai dan informatif bagi unit-unit pelaksana. APIP juga dapat menyarankan upaya optimal untuk membantu kelancaran pelaksanaan program dan belanja, misalnya dengan menyediakan Frequently Asked Question, video tutorial, bahkan helpdesk.

Mengawal Efektivitas Belanja dari Sisi Perencanaan

Masalah yang sering terjadi terkait efektivitas dan ketepatan sasaran belanja adalah kurang matangnya perencanaan yang disusun dan tidak jelasnya target atau sasaran yang ingin dicapai. Perencanaan masih bersifat umum, kurang rinci, misalnya belum menentukan lokasi dan rencana pemanfaatan dari suatu kegiatan pembangunan.

Sasaran dan ukuran keberhasilan atas program dan belanja masih normatif dan belum diuraikan sampai ke tataran teknis sehingga menimbulkan kebingungan bagi unit-unit pelaksana program/belanja.

Untuk mengawal efektivitas belanja dari sisi perencanaan, APIP perlu melakukan pengawasan/reviu atas perencanaan yang tertuang dalam Recana Kerja (Renja) serta Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dengan berfokus pada sasaran/outcome.

Reviu hendaknya bukan terbatas pada mereviu hal-hal yang administratif, melainkan difokuskan pada substansi. Dalam melakukan Reviu, APIP perlu mencermati Kerangka Acuan Kerja/Term of Reference (KAK/TOR) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB) untuk memastikan agar perencanaan telah cukup matang.

APIP dapat memberikan saran-saran yang bermanfaat khususnya agar target, sasaran, tahapan dan langkah-langkah untuk mencapai sasaran yang tercantum dalam KAK/TOR, serta rincian anggaran untuk mendanai rencana tersebut yang tercantum dalam RAB telah memenuhi kaidah SMART (specific, measurable, achievable, relevant, time-bound).

Mengawal Efektivitas Belanja dari Sisi Pelaksanaan

Kendala lainnya atas efektivitas dan ketepatan sasaran belanja adalah pelaksanaan belanja yang tidak sesuai peruntukannya. Hal ini dapat didorong oleh faktor ketidaksengajaan (error) karena adanya kelemahan dalam pelaksanaan yang tidak bisa diatasi oleh unit pelaksana. Contohnya, kualitas hasil PBJ/pembangunan infrastruktur kurang memadai karena kurangnya pemahaman unit pelaksana untuk mengawasi pembangunan konstruksi.

Ketidaksesuaian pelaksanaan juga dapat didorong oleh faktor kesengajaan (fraud), yaitu adanya oknum yang menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan sendiri atau pihak lain yang berdampak pada tidak tercapainya sasaran dari belanja tersebut. Misalnya, bantuan sosial tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat penerima bantuan karena adanya pungli oleh oknum pemerintah.

Contoh lainnya adalah hasil PBJ yang tidak sesuai spesifikasi teknis yang disertai adanya suap kepada oknum pemerintah, sehingga hasil PBJ tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.

Untuk mengawal efektivitas belanja dari sisi pelaksanaan, APIP perlu melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) atas perkembangan serta capaian pelaksanaan program dan belanja. Monev dapat dilakukan secara rutin dan berbasis risiko untuk memastikan kesesuaian pelaksanaan dengan target yang ingin dicapai serta mengantisipasi adanya penyimpangan dalam pelaksanaan program dan belanja.

Monev dilakukan baik secara on-desk atas data yang dilaporkan terkait pelaksanaan, maupun secara on-site ke lapangan untuk mengecek langsung fisik proyek yang dibiayai dari belanja pemerintah.

Karena keterbatasan jumlah SDM pada APIP suatu unit, sangat diperlukan kolaborasi dan sinergi antar-APIP pusat dan daerah, serta dengan Aparat Penegak Hukum (APH) agar monev optimal. Monev akan jauh lebih optimal jika APIP membuka saluran pengaduan (whistleblowing system) yang andal dan menjamin kerahasiaan pelapor.

Saluran pengaduan ini akan menjadi sarana masyarakat untuk melaporkan indikasi penyimpangan yang kemudian ditindaklanjuti oleh APIP. Hasil nyata dari monev ini adalah berupa saran APIP atas tindakan yang sebaiknya diambil oleh pimpinan/pejabat yang berwenang serta saran untuk perbaikan program dan belanja ke depannya.

Kontribusi APIP bagi Pemulihan Ekonomi Nasional

APIP kementerian/lembaga/daerah memiliki peran strategis untuk menjaga diterapkannya GRC dalam percepatan dan efektivitas pelaksanaan program dan belanja pemerintah, terutama saat ini di tengah pandemi Covid-19 dan upaya pemulihan ekonomi nasional.

Kontribusi APIP dalam mewujudkan peran tersebut adalah membantu dalam memberikan alternatif solusi atas masalah-masalah yang menghambat percepatan dan efektivitas belanja pemerintah, khususnya masalah regulasi, proses bisnis, kurang matangnya perencanaan, serta pelaksanaan belanja yang tidak sesuai peruntukan.

Dengan optimalnya kontribusi APIP ditambah kolaborasi dan sinergi antara APIP pusat dan daerah, serta keterlibatan publik dalam membantu monev oleh APIP, niscaya percepatan dan efektivitas belanja pemerintah bisa dicapai demi menopang pemulihan ekonomi nasional.

0
0
Diana Laurencia ◆ Active Writer

Diana Laurencia ◆ Active Writer

Author

Auditor Muda pada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post