Upaya mencapai target belanja barang/jasa dari produksi dalam negeri (PDN) masih menghadapi tantangan berat walaupun telah terbit Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022. Sebagai contoh, di Kalimantan Selatan, dari seluruh anggaran pengeluaran pemerintah daerah tahun 2022 senilai Rp25,5 triliun, telah dianggarkan belanja barang/jasa senilai Rp17,93 triliun atau 70,31 persen.
Akan tetapi, sampai dengan awal Agustus 2022, realisasi pengeluarannya baru senilai Rp9,03 triliun atau 35,40% persen, sedangkan realisasi belanja barang/jasa baru senilai Rp2,61 triliun atau 12,62 persen. Sementara itu, realisasi belanja barang/jasa hasil PDN hanya senilai Rp2,26 triliun atau 12,60 persen.
Realisasi belanja barang/jasa hasil PDN tersebut masih di bawah target yang diperintahkan oleh Presiden dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022, yaitu paling sedikit 40 persen dari anggaran belanja barang/jasa kementerian/lembaga/pemerintah daerah.
Yang menggembirakan, sejauh ini kementerian/lembaga/pemerintah daerah sudah mulai memiliki ekosistem Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Sebagai contoh, seluruh pemerintah daerah di Kalimantan Selatan telah memiliki tim P3DN, pengelola e-katalog lokal, dan berbagai kebijakan pendorong P3DN.
Ekosistem Digital
Dalam upaya meningkatkan belanja barang/jasa dari PDN, Presiden juga telah mendorong pengembangan ekosistem digital. Secara khusus, pada akhir Desember 2022, Presiden telah menargetkan penayangan 1 juta produk secara nasional di e-katalog lokal. Karenanya, per awal Agustus 2022, sekitar 477,3 ribu produk telah tayang di e-katalog lokal.
Walaupun demikian, tidak semua kementerian/lembaga/pemerintah daerah berkontribusi tinggi dalam penayangan produk di e-katalog lokal ini. Sebagai contoh, dari total 477 ribu produk tersebut, per awal Agustus 2022, kontribusi pemerintah daerah di Kalimantan Selatan baru sebanyak 842 produk atau sekitar 0,18% dengan 86 penyedia.
Di sisi lain, walaupun beberapa produk telah tayang, transaksi belanja barang/jasa hasil PDN oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah di e-katalog lokal masih rendah.
Sebagai contoh, per awal Agustus 2022 ternyata baru 4 pemerintah daerah di Kalimantan Selatan yang memiliki transaksi belanja barang/jasa hasil PDN di e-katalog lokal, yaitu Pemerintah Kabupaten Balangan senilai Rp99,6juta, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp64,2 juta, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah senilai Rp11,6 juta, dan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut senilai Rp1,2 juta.
Hal tersebut jelas perlu menjadi catatan tersendiri. Karenanya, seluruh unsur di kementerian/lembaga/pemerintah daerah harus lebih gigih bertransaksi dengan membeli barang/jasa hasil PDN melalui e-katalog agar para penyedia barang/jasa hasil PDN terus berkembang dan termotivasi dalam peningkatan kualitas dan kuantitas produk dalam negeri.
Toko Daring Lokal
Berita baiknya, beberapa kementerian/lembaga/pemerintah daerah telah mengembangkan e-marketplace atau Toko Daring Lokal. Bahkan, walaupun jumlah produk yang tayang di e-katalog lokal rendah, Kalimantan Selatan berada pada peringkat keempat secara nasional dalam pengembangan Toko Daring Lokal.
Hal ini tampak dari keberadaan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang memiliki Si OPEN HSS dengan sekitar 10 ribu produk dan transaksi senilai Rp18 miliar. Serapan pajaknya Rp1,71 miliar, yang di dalamnya termasuk pajak daerah senilai Rp601 juta. Si OPEN HSS juga sudah mulai terintegrasi dengan Toko Daring LKPP.
Pemerintah Kabupaten Tanah Laut memiliki Sosialita yang sudah menayangkan lebih dari 7 ribu produk dengan transaksi senilai Rp15 miliar dan serapan pajak Rp1,12 miliar, termasuk pajak daerah senilai Rp53 juta. Sosialita juga telah terintegrasi dengan Toko Daring LKPP.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tapin juga mengembangkan Dagangan Tapin. Lalu ada juga Baimanstore yang dikelola oleh ASDQ Management bekerja sama dengan Pemerintah Kota Banjarmasin dan Umkmjuara yang dikembangkan oleh Koperasi Warko Digital Nusantara bekerja sama dengan Pemerintah Kota Banjarbaru.
Pengembangan Toko Daring Lokal sebagai ekosistem digital ini harus terus ditingkatkan. Sebab, jumlah produk yang tayang di Toko Daring Lokal ini sudah dianggap menjadi bagian pencapaian target 1 juta produk tayang pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 berdasarkan Keputusan terbaru dari Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 129 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Transaksi Belanja Produk Dalam Negeri Dalam Toko Daring.
Tantangan Ekosistem Digital
Walaupun mengalami perkembangan, sistem pembayaran transaksi ekosistem digital belanja barang/jasa hasil PDN masih memiliki tantangan besar. Sebagai contoh, di Kalimantan Selatan, pembayaran transaksi digital belanja barang/jasa produk PDN belum didukung dengan Kartu Kredit Pemerintah Daerah (KKPD).
Kemudian, dari segi sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), baru 10 produk milik 7 perusahaan yang mempunyai sertifikat TKDN di Kalimantan Selatan. Mereka berlokasi di Banjarmasin, Banjarbaru, Barito Kuala, Kotabaru, dan Tanah Bumbu.
Produknya pun baru berupa material bangunan (floordeck dan atap/genteng Zinc), pupuk alam (dolomit), dan bahan bakar (fame dan bio fuel). Hal ini menunjukkan rendahnya jumlah produk yang tersertifikasi TKDN di Provinsi Kalimantan Selatan, yang mengindikasikan rendahnya kemandirian industri lokal.
Tantangan lainnya adalah risiko korupsi belanja barang/jasa hasil PDN masih tinggi. Di tingkat nasional, jumlah kejadian korupsi masih nomor dua menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Di Kalimantan Selatan, sebagai contoh, tahun 2019 terjadi kasus korupsi pada kegiatan pembangunan Sarpras Air Bersih Desa di Kabupaten Banjar senilai Rp4,2 miliar, pembuatan jalan usaha tani (termasuk pengerasan jalan, pengaspalan, dan jembatan) di Kota Banjarbaru senilai Rp419 juta, dan pembangunan pasar rakyat Sukorame di Kabupaten Kotabaru senilai Rp2,2 miliar.
Pada Tahun 2020, terjadi kasus korupsi pada pembangunan tebing jembatan Hala Laut Sungai Tebing Tinggi di Kabupaten Tapin senilai Rp522 juta. Pada tahun 2021, terjadi kasus korupsi pengadaan personal komputer (iPad) di Kota Banjarbaru senilai Rp521 juta dan pembangunan Puskesmas Haur Gading (DAK Yankes) di Hulu Sungai Utara senilai Rp1,2 miliar.
Peran UKPBJ dalam Ekosistem Digital
Beberapa tantangan di atas mengindikasikan dibutuhkannya peran strategis para pihak dalam pengembangan ekosistem digital transaksi belanja barang/jasa hasil PDN, terutama Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ).
UKPBJ semestinya tidak hanya sibuk mengerjakan urusan pasal-pasal administratif pengadaan seperti saat ini, tetapi harus mau menjadi agen perubahan (agent of change) dalam pengembangan ekosistem digital transaksi belanja barang/jasa hasil PDN.
Hal itu sesuai dengan paradigma baru keberadaan UKPBJ, yaitu harus mampu memberikan kontribusi nyata pada kinerja organisasi, memiliki SDM yang profesional, melakukan pemantauan yang berkelanjutan (dari perencanaan sampai pelaksanaan), dan mengelola risiko.
Ekosistem digital seperti e-katalog lokal, e-marketplace lokal, e-wallet lokal juga merupakan peluang besar bagi UKPBJ. Dengan ekosistem digital ini, mereka dapat mengembangkan layanan yang mengedepankan kemudahan, keadilan, persaingan sehat, keterbukaan, dan mewujudkan belanja barang/jasa hasil PDN yang efektif dan efisien.
Karenanya, pengembangan SDM UKPBJ di bidang teknologi informasi harus ditingkatkan. Selain itu, pada sisi audit internal, inspektorat di masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah harus dikembangkan wawasannya, terutama dalam audit e-marketplace lokal dan pencegahan fraud.
Inspektorat juga harus mulai mengaudit Toko Daring Lokal. Hal ini akan menumbuhkan dan menjaga kepercayaan (trust) para pihak atas ekosistem digital yang telah dibangun.
Terakhir, UKPBJ harus siap menghadapi ketidakpastian strategis (strategic uncertainty), seperti peraturan yang akan terus berubah beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi. Untuk ini, UKPBJ harus menerapkan pengendalian secara interaktif, yaitu mengembangkan dialog di antara pegawai UKPBJ tanpa memandang hierarki jabatan dan umur.
Pelaku UKPBJ harus dapat bersikap terbuka dan mampu berdiskusi dengan siapa saja, tanpa merasa rendah diri ataupun terlalu jumawa, terutama di era digital saat ini, yang biasanya generasi yang lebih muda (younger generations) lebih memahami kondisi lapangan dibandingkan dengan generasi yang lebih tua (older generations).
Penutup
Apabila UKPBJ dapat berperan dalam mengembangkan ekosistem digital transaksi belanja barang/jasa hasil PDN, secara tidak langsung hal ini akan membantu Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menciptakan kemandirian industri lokal dan nasional.
Kemandirian industri ini akan memungkinkan kita bertahan dari berbagai krisis multi-dimensi yang menerpa kita saat ini dan ke depan.
Penciptaan kemandirian industri lokal juga akan berdampak positif bagi kemandirian fiskal dan pertumbuhan perekonomian daerah.***
Sebuah jawaban yang tepat agar SDM kita bisa bergerak secara cepat mengikuti perkembangan abad metaverse. Sistem tak hanya hrs dimengerti namun juga hrs dikuasai. Penguasaan terhadap sistem pengadaan barang jasa tentunya merupakan wujud kesiapan SDM kita utk bergerak dan berkarya di era digital informasi.