Membantah Keraguan tentang Ketiadaan Transparansi dan Akuntabilitas Pada Seleksi CPNS 2018

by | Mar 10, 2019 | Perjalanan/Pengalaman | 1 comment

Prolog

Di awal September 2018, desas-desus pembukaan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2018 mulai beredar di hampir seluruh media sosial. Saat itu saya masih bekerja pada sebuah perusahaan swasta. Kali ini, saya berniat untuk mengikuti seleksi CPNS dan berharap lulus.

Tahapan yang Melelahkan

Tekad saya begitu besar untuk mendaftar setelah saya pernah gagal pada tahun 2014 dan tidak memiliki kesempatan pada tahun-tahun berikutnya karena lokasi kerja. Untuk maksud itu, saya mengajukan izin kepada atasan untuk mengikuti seleksi tersebut. Alhamdulillah, atas izin Allah SWT, permohonan saya dikabulkan oleh atasan.

Memasuki akhir September 2019, situs pendaftaran seleksi CPNS pun akhirnya dibuka. Seperti kita ketahui bersama animo masyarakat menyambut seleksi CPNS kali ini begitu besarnya.

Tak jarang situs tersebut kemudian menjadi down. Bahkan, sampai tak dapat diakses selama beberapa waktu. Pengalaman saya sendiri, saya harus bersabar untuk mencoba men-submit pendaftaran sampai dengan puluhan bahkan ratusan kali hingga akhirnya saya berhasil didaftar.

Tak cukup di situ, menurut saya proses seleksi ini memang sebuah tahapan panjang dan sangat melelahkan. Saya katakan sebagai “tahapan panjang” karena jeda waktu di tiap tahapan seleksi begitu lama dan tidak jarang mengalami penundaan hasil seleksi.

Saya katakan “melelahkan” karena kata inilah yang sangat dirasakan oleh para aparatur negara yang terlibat, baik panitia seleksi pada instansi maupun panitia seleksi nasional.

Perlu diketahui, tahapan seleksi CPNS meliputi pendaftaran – seleksi administrasi – seleksi kemampuan dasar (dengan sistem komputerisasi) – seleksi kemampuan bidang (ini beragam dan berbeda untuk setiap instansi) – integrasi nilai SKB dan SKD – pemberkasan – pemanggilan.

Nah, selama berlangsungnya tahapan-tahapan tersebut banyak sekali pro dan kontra dari para peserta seleksi. Misalkan, soal passing grade yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan banyak yang tidak mampu mencapainya.

Akhirnya, diterbitkanlah Permenpan nomor 38 tahun 2018 yang isinya memberikan kelonggaran bagi peserta yang tidak mencapai passing grade dengan sistem ranking. Hal ini dilakukan untuk menghindari gap yang terlalu besar antara jumlah formasi dengan jumlah peserta yang mencapai passing grade.

Tak hanya sampai di situ. Pro dan kontra tetap bergaung setelah tahapan akhir seleksi. Banyak peserta yang merasa dirugikan. Yang awalnya sudah mampu mencapai passing grade, tetapi akhirnya harus kalah dalam seleksi kemampuan bidang dengan peserta lain yang awalnya tidak memenuhi passing grade. Mereka merasa dirugikan dengan hadirnya Permenpan nomor 38 tahun 2018.

Terlepas dari pro dan kontra yang terjadi selama proses tahapan seleksi CPNS tahun 2018, saya adalah peserta yang berhasil mencapai passing grade dan sampai pada akhir tahapan seleksi saya dinyatakan lulus sebagai CPNS.

Eits, tunggu dulu, masih belum selesai, ternyata masih ada proses lainnya yang menunggu yaitu pemberkasan dan pemanggilan. Dan akhirnya, eng-ing-eng, alhamdulillah akhirnya saya mendapat informasi berupa surat mengenai kapan saya mulai bekerja pada instansi yang saya pilih. Bahasa kerennya TMT (Terhitung Mulai Tanggal), begitu kira-kira yang saya denger dari beberapa rekan PNS.

Membantah Keraguan

Kemudian, apa korelasi antara judul tulisan saya dengan cerita pribadi saya? Pertanyaan ini sangat menarik bagi saya dan tentunya bagi sebagian besar orang di luar sana, baik yang sudah pernah mengikuti tahapan seleksi CPNS maupun yang baru akan mencoba mengikuti tahapan seleksi CPNS.

Lets we start! Transparansi atau keterbukaan menjadi sangat penting di tengah berkurangnya trust masyarakat pada setiap proses seleksi CPNS dari tahun ke tahun.

Contohnya, masih saja ada isu-isu di tengah masyarakat bahwa tanpa memiliki keluarga dekat, mustahil seseorang akan bisa bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Atau, soal berapa besaran uang yang harus dikeluarkan ketika akan masuk di sebuah instansi.

Hal-hal yang masih menjadi isu di tengah masyarakat di atas, sebaiknya segera dibuang jauh-jauh. Mengapa? Menurut saya, seleksi CPNS yang saya ikuti sudah sangat transparan. Tidak ada lagi yang disembunyikan, disisipkan, atau bahkan dititipkan. Semua proses telah diinfokan dan dilaporkan secara online.

Pada seleksi administrasi misalnya, bukan hanya nama-nama peserta yang lulus seleksi administrasi saja yang ditampilkan, tetapi juga seluruh nama peserta yang tidak lulus pun juga ditampilkan, dan disertai alasannya.

Maju ke tahap selanjutnya, yaitu seleksi kemampuan dasar, melalui sistem komputerisasi yang diberi nama CAT, setiap peserta seleksi diberikan kemudahan mengakses hasil seleksinya secara real time setelah mengerjakan tes.

Bahkan, peserta juga bisa melihat hasil seleksi peserta lainnya secara real time. Artinya, hasil seleksi peserta tidak mungkin akan dengan mudah bisa dimanipulasi.

Di tahapan berikutnya, yaitu seleksi kemampuan bidang, memang terdapat perbedaan dari masing-masing instansi terkait materi yang akan menjadi bahan seleksi.

Namun, setelah tahapan ini masih ada tahapan integrasi nilai Seleksi Kemampuan Dasar dan Seleksi Kemampuan Bidang yang dilaksanakan oleh instansi terkait besama dengan Badan Kepagawaian Negara, yang tentu saja akan menampilkan hasil akhir yang transparan dan akuntabel.

Simpulan

Dari cerita pengalaman saya di atas, saya ingin menjadikan diri saya sebagai saksi hidup bagaimana proses seleksi CPNS di negeri kita tercinta ini sudah sangat transparan dan akuntabel.

Tak ada lagi sanak keluarga pejabat yang dititipkan maupun sejumlah uang yang harus dibayarkan. Seluruh proses mulai dari pendaftaran sampai dengan pertama kali anda menginjakan kaki di instansi yang kita pilih adalah gratis!

Peluang bagi kita semua sama besarnya untuk dapat menjadi seorang abdi negara.

Untuk itu saya mengajak kawan-kawan milenial untuk jangan ragu ketika memutuskan bercita-cita menjadi seorang ASN karena sistem seleksi sudah transparan dan akuntabel.

Bagi saya pribadi, menjadi seorang ASN bukan lagi tentang mengejar materi semata, tetapi bagaimana menjadikan pekerjaan ini sebagai ladang pahala bagi modal kita menuju akhirat kelak.***

 

 

6
0
Sumardianto ♥ Associate Writer

Sumardianto ♥ Associate Writer

Author

CPNS Pada Lembaga Administrasi Negara, Kepompong yang sedang belajar berkembang menjadi Kupu-Kupu yang berguna bagi negeri.

1 Comment

  1. Avatar

    Kisah penulis mirip dengan kisah saya pribadi. Hanya saja saya testnya masih belum menggunakan sistim cat. Tetap semangat dan jaga terus nilai dan konsep untuk pengabdian. Nanti di perjalanan akan ada ditemukan hal-hal yg tidak seideal yg kita harapkan. 🙂

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post