Suatu hari terjadi percakapan dua orang teman yang indekos di daerah pelosok Jakarta. Salah satunya bernama Ahmad. Si Ahmad sedang bersungut seraya mengeluarkan pakaian-pakainnya dari koper, dikembalikan ke lemari.
“Sebel banget dech gue, bukannya kasih diskon (pengurangan) hari larangan mudik… Eh pemerintah malah nambah hari larangan mudik jadi dua minggu sebelum dan setelah lebaran!”
Curhatan Ahmad tersebut disetujui temannya, “Bener Bang, apa pejabat pemerintah gak punya saudara di kampung? Padahal sebelumnya pemerintah bilang, kita harus semarakkan wisata lokal agar perekonomian meningkat”, sambungnya, “ Khan kalau kita ke kampung halaman, juga akan mampir ke tempat wisata di sana..”
Mendengar percakapan yang cukup keras, teman di sebelah kamar Ahmad mendatangi dan berdiri di pintu kamar yang setengah terbuka. Nimbrung obrolan.
“Bener tuh Bro, gue khan kerja dibagian ticketing Bis AKAP (bis luar kota, AKAP – Antar kota Antar Provinsi), para supir bis tuh sudah mulai terlihat segar wajahnya karena sedang menghitung-hitung perkiraan tambahan pendapatan. Soalnya, musim lebaran waktunya rezeki nomplok bagi mereka setelah beberapa bulan dompetnya kosong”.
Sambil menyedot rokok yang dipegang dengan tangan kirinya, tetangga kamar Ahmad itu lalu melanjutkan,
“Pemerintah tahu gak sih, kita khan bukan pegawai negeri… Kalau gak kerja ya gak dapat duit”.
Itulah obrolan sebagian rakyat kecil, imbas atas pengumuman pemerintah tentang perpanjangan waktu larangan mudik. Mereka sudah mematuhi ketentuan pemerintah selama ini dengan bekerja paruh waktu -yang jelas-jelas telah mengurangi pendapatan mereka.
Akan tetapi, mereka masih berusaha untuk menyisihkan pendapatan dan berharap akan pulang kampung pada saat lebaran nanti.
Lebaran merupakan tradisi turun temurun di negeri kita bagi para kaum perantauan untuk bertemu orang tua dan bersilaturahim kepada sanak keluarga di kampung halaman. Dengan tatapan ahmpa, terbayang di benak mereka bahwa lebaran tahun ini akan seperti tahun lalu: harus berlebaran di negeri orang. Sendirian.
Perpanjangan Pengetatan Masa Mudik Lebaran
Pemerintah melalui Satgas Penanganan Covid-19 telah menerbitkan pengumuman untuk memperketat persyaratan bagi yang akan mudik lebaran ke kampung halaman yang semula tanggal 6-17 Mei 2021, dilakukan addendum Surat Edaran (SE) Satgas nasional Covid-19.
Selain tanggal tersebut, juga ditambah larangan H-14 larangan mudik yakni tanggal 22 April – 5 Mei 2021 dan tambahan H+7 yakni 18 mei- 24 mei 2021. Adanya addendum Surat Edaran itu bertujuan untuk mengendalikan peningkatan pergerakan penduduk.
Sebab, berdasarkan hasil penelitian dari hasil Survey Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemenhub RI masih ada sekelompok masyarakat akan tetap melakukan mudik pada H-7 dan H+7 masa lebaran.
Selain itu, berdasarkan ketentuan SE tersebut persyaratan ketat bagi pelaku perjalanan baik melakukan moda transportasi udara, darat maupun kereta api wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/Rapid test antigen atau hasil tes negatif tes GeNose C19 yang berlaku 1x 24 jam baik menuju daerah tujuan dan kembalinya.
Surat ini berlaku baik ketika menuju daerah tujuan maupun kembalinya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pengendara mobil pribadi yang akan dilakukan tes acak pada titik pos pemeriksaan.
Pemberlakuan ketentuan larangan mudik oleh pemerintah juga disampaikan oleh Muhadjir Effendy, Menteri Kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Larangan mudik tersebut berlaku untuk seluruh ASN, Polri, BUMN, karyawan swasta, pekerja mandiri dan tak terkecuali kepada seluruh masyarakat.
Presiden Jokowi sebelumnya dalam Rapat Kabinet menjelaskan alasan pelarangan mudik lebaran untuk mengurangi lonjakan kasus Covid-19 yang selalu terjadi pada saat libur nasional termasuk hari raya besar umat islam ini.
Menurut Presiden, jika pengetatan pergerakan penduduk tidak diberlakukan kemungkina lonjakan kasus Covid-19 bisa mencapai 140 ribu per hari.
Kebijakan pengetatan pergerakan penduduk cukup beralasan, berdasarkan hasil evaluasi memang selalu terjadi lonjakan kasus Covid-19 pada saat terjadi hari libur.
Jika kita mengingat awal kejadian wabah tahun lalu, pada saat lebaran atau Hari raya Idul Fitri tanggal 22-25 mei 2020 terjadi lonjakan kasus Covid-19 sebesar 68 – 93%.
Kemudian saat libur tahun baru Islam tanggal 20-23 agustus 2020 kembali terjadi lonjakan kasus wabah sebesar 58% hingga 119%. Disambung jelang akhir tahun, pada libur Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 28 Oktober – 1 November 2020 terjadi lonjakan sekitar 37-39%.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memberlakukan larangan mudik karena berdasarkan prediksi akan ada sekitar 11% atau sebanyak 17 juta penduduk yang berencana mudik, alias melakukan “migrasi sementara” dari kota besar ke kota atau daerah lainnya.
Waspadai: Lonjakan Virus Jenis Baru di India
Penulis cukup berempati kepada masyarakat yang ingin segera terbebas dari kondisi wabah selama ini atau berusaha mencoba meluapkan sedikit “kebebasan bergerak” agar terhindar dari stress selama ini atau Cabin Fever (rasa stres berlebihan akibat lama terkungkung di rumah), karena penulis pernah merantau dan merasakan kerinduan mendalam untuk segera bertemu kepada keluarga dan orang-orang yang dicintai di saat lebaran.
Namun demikian, kebijakan pemerintah atas larangan mudik seharusnya dapat dipahami oleh masyarakat. Kekhawatiran pemerintah tidak saja akan terjadi lonjakan kasus Covid-19 berdasarkan pengalaman tahun lalu, namun patut diwaspadai adanya gelombang wabah kedua seperti di India.
Ditengarai, virus varian baru memiliki kecepatan penularan berkali-kali lipat dibandingkan virus yang telah ada di Indonesia. Berdasarkan lansiran berita terkini, Negara India saat ini sangat kewalahan menghadapi gelombang virus corona yang merebak.
India merasa berhasil menekan lonjakan virus sejak September lalu, sehingga masyarakat mulai menolak pembatasan sosial secara berkala karena ingin menerapkan herd-immunity (pembiaran dan menganggap sebagai virus flu biasa yang dapat disembuhkan segera karena adanya imunitas tubuh mereka).
Akan tetapi, pada bulan desember 2020 Kementerian Kesehatan India telah mengendus adanya varian corona jenis baru berasal dari Inggris yang terdeteksi masuk wilayah India dengan ditemukannya pada 7% dari 11.000 sampel virus.
Menurut penjelasan Direktur Pusat Biologi Sel dan Molekuler, Dr. Rakesh Mishra, ditemukan varian baru di india yang memiliki dua mutasi pada protein runcing yang digunakan virus untuk mengikat dirinya ke sel. Perubahan genetik virus tersebut menyebabkan lebih mudahnya untuk menyebar dan lolos terdeteksi dari kontrol imunitas tubuh.
Hal berikutnya, yang bisa menjadi penyebab merebaknya wabah adalah ketidakdisiplinan masyarakat India yang sebagian besar menolak kebijakan pemerintah untuk diberlakukan pembatasan sosial, serta lambatnya penerapan vaksinasi pada masyarakat.
Selain itu, bulan lalu (Maret 2020) merupakan hari raya besar bagi umat Hindu di india, di mana salah satu puncak acara adalah mandi air suci di Sungai Gangga. Bisa dibayangkan jutaan orang terlibat dalam perayaan terbesar negeri itu, tanpa menerapkan protokol kesehatan yakni bermasker dan berjaga jarak.
Bahkan, ada keyakinan sebagian umat Hindu di sana bahwa mandi air suci di Sungai Gangga bisa menyembuhkan mereka. Menjadi obat untuk menangkal virus covid-19. Benar saja, beberapa hari yang lalu Kementerian Kesehatan India mengumumkan telah terjadi gelombang wabah virus corona tak terduga di India (20/4/2021).
Terjadi lonjakan hampir 250.000-an kasus per hari dalam seminggu, dengan sekitar 1.700-an penduduk yang meninggal karena wabah setiap hari. Jumlah kasus tersebut merupakan lonjakan terbesar kedua di dunia setelah Amerika.
Oleh karena itu, pemerintah India dengan terpaksa menetapkan kebijakan lokdonisasi di beberapa wilayahnya. Lonjakan wabah ini menyebabkan banyak rumah sakit di beberapa wilayah India kekurangan tempat tidur, oksigen, dan obat-obatan.
Epilog
Kebijakan pemerintah atas larangan mudik kepada masyarakat sudah sepatutnya untuk dipatuhi, jika memperhatikan betapa dahsyat serangan wabah varian baru di India. Sudah saatnya kita berkomitmen demi kepentingan bersama, tak perlu diperdebatkan apalagi jadi konsumsi politik, agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19 yang baru.
Walaupun di satu sisi penulis cukup merasakan empati bagi mereka yang bekerja di tanah rantau, pulang kampung di saat lebaran adalah momen khusus yang ditunggu-tunggu. Apapun pekerjaan di tanah rantau, mereka pasti berusaha menyisihkan sebagian penghasilan buat mudik ke kampung halaman.
Namun begitu, seperti kata pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati. Perlu peran kita sebagai masyarakat untuk tidak sekedar mematuhi, tetapi perlu partisipasi aktif untuk menjaga wilayah masing-masing sesuai dengan protokol Kesehatan.
Cukup beruntung bagi mereka yang sudah divaksin dan harap bersabar bagi yang masih menunggu gilirannya. Vaksinasi juga tidak menjamin bahwa kita tidak akan terkena penularan wabah. Meski demikian, secara positifnya ketika terdampak tidak menjadi parah dan tidak menularkan kepada orang lain.
Referensi
- Bernadette, 25/3/2021, Varian Virus Baru Terdeteksi di India, Ahli Keluarkan Peringatan, www.Kompas.com
- DW, 23/4/21, Suramnya Situasi Pandemi Civid-19, www.dw.com
- IDN Times, 23/4/21, Pemerintah Perpanjang Larangan Mudik, www.idntimes.com
Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Bro. Hobinya menulis secara otodidak mengenai permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan, dan korupsi. Pernah menerbitkan buku koleksi pribadi "Artikel ringan Cakbro: Sekitar Tata Kelola Organisasi" dan "Bunga Rampai SPIP".
E-mail: [email protected] Blogger: Cakbro. Blogspot.com
Luar Biasa Pak analisisnya, semoga kebijakan terkait pelarangan mudik ini bisa berjaan dengan efektif dan mencegah peningkatan penularan Covid-19