Larangan Mudik Lebaran 2021: Sebuah Overview Kebijakan

by Imam Baihaqi Lukman ◆ Active Writer | Apr 17, 2021 | Birokrasi Efektif-Efisien, Birokrasi Melayani | 2 comments

Prolog

Sudah lebih dari 1 tahun kondisi pandemi Covid-19 dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Pandemi ini telah memaksa terjadinya perubahan dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat negara kita. Berbagai macam kebijakan telah dilakukan untuk meminimalisir dampak dan menghentikan penularan.

Di antara kebijakan tersebut adalah pemberlakukan pembatasan sosial, mekanisme Work from Home (WFH), metode distance learning, pemberian stimulus ekonomi, bantuan sosial, dan pembatasan perjalanan -baik domestik maupun luar negeri. Kebijakan-kebijakan tersebut silih berganti ditetapkan dan diterapkan dengan berbagai macam penyesuaian, minor ataupun mayor.

Salah satu kebijakan pemerintah yang dapat kita analisis adalah pembatasan perjalanan sebagai bagian dari karantina wilayah. Hal tersebut dilakukan dengan maksud untuk membatasi pergerakan masyarakat dari satu wilayah ke wilayah lainnya agar tidak terjadi penularan covid-19.

Dalam kurun waktu 1 tahun masa pandemi, kebijakan tersebut telah mengalami beberapa kali penyesuaian mulai dari pembatasan total di awal masa-masa pandemi hingga pembatasan terbatas dan penerapan berbagai dokumen perjalanan yang harus dilengkapi.

Salah satu dampak dari pembatasan tersebut adalah turunnya performa sektor pariwisata di Indonesia. Namun, dari sekian banyak polemik terkait kebijakan pembatasan perjalanan adalah terkait dengan pelarangan mudik hari raya.

Flashback larangan mudik tahun lalu

Mudik Hari Raya, sebagaimana kita ketahui bersama, merupakan sebuah tradisi yang membudaya di Indonesia. Hari raya keagamaan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mudik. Mudik atau mulih dilik adalah sebuah kegiatan yang sangat populer dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang bekerja mencari rezeki di tanah rantau.

Pada tahun 2017 dan 2018 total masyarakat Indonesia yang melakukan mudik lebih dari 20 juta orang. Sehingga dapat dikatakan sekitar 10% dari masyarakat indonesia terlibat dalam aktivitas tersebut. Selain berdampak sosial yang tinggi, kegiatan mudik ini juga melibatkan pergerakan rantai perekonomian yang nilainya mencapai 9,7 Triliun Rupiah pada tahun 2019.

Sehingga, ketika pemerintah menetapkan kebijakan larangan perjalanan mudik pada April 2020 sebagai langkah strategis penanganan Covid-19 tentu memberikan dampak pada jutaan masyarakat Indonesia, baik secara sosial juga secara ekonomi. Kebijakan pelarangan mudik tersebut akhirnya menimbulkan pro dan kontra karena beberapa hal. Di antaranya masalah timing, konsistensi, dan implementasi di lapangan.

Timing, konsistensi kebijakan, dan dampaknya

Terkait timing, kebijakan pelarangan mudik dianggap diputuskan terlalu mendadak yaitu kurang dari sebulan sebelum hari raya idul fitri. Hal ini sangat disayangkan karena sebagian besar masyarakat telah mempersiapkan mudik jauh-jauh hari sebelumnya. Banyak yang harus membatalkan rencana termasuk membatalkan pemesanan akomodasi dan juga tiket kendaraan.

Konsistensi kebijakan terkait perjalanan mudik juga menjadi permasalahan. Pasalnya, kebijakan yang pertama kali muncul terkait mudik adalah bukan berupa pelarangan tetapi hanya berupa imbauan.

Hal tersebut memberikan penafsiran bahwa mudik pada tahun tersebut diperbolehkan dengan syarat memperhatikan beberapa hal. Sehingga, banyak dari masyarakat dengan berbagai alasan dan pertimbangan pada saat itu tetap memutuskan untuk mudik pada tahun tersebut.

Namun, ketika pada akhirnya kebijakan imbauan diubah oleh pemerintah menjadi kebijakan larangan tentu menjadi hal yang sangat disayangkan. Kebijakan yang tidak konsisten tersebut menimbulkan persepsi pada masyarakat bahwa adanya ketidakseriusan pemerintah.

Hal ini menjadi sebab munculnya permasalahan yang selanjutnya yaitu terkait praktik yang terjadi di lapangan ketika memasuki waktu mudik. Di mana meskipun sudah dilarang, kenyataannya di lapangan tidak sedikit yang tetap melakukan mudik.

Hal ini diperparah dengan kondisi sedikitnya upaya penegakan kebijakan tersebut di lapangan. Sehingga, tujuan dari kebijakan pelarangan mudik untuk meminimalisir persebaran Covid-19 tidak tercapai karena tidak adanya usaha yang ketat untuk menjalankannya. Justru, muncul cluster-cluster baru persebaran Covid-19 di daerah yang sebelumnya cukup steril.

Kebijakan publik yang ideal

Thomas R. Dye, seorang Profesor Ilmu Politik berkebangsaan Amerika Serikat dalam bukunya Understanding Public Policy, menyatakan bahwa:

Kebijakan publik adalah hal-hal yang dipilih untuk dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh pemerintah.

Sebuah pernyataan yang sangat sederhana namun bermakna dalam, bahwa sesungguhnya segala hal yang dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan memiliki dampak bagi publik.

Sementara itu, David Easton seorang ilmuwan dari Kanada, menyampaikan bahwa kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa dan sah kepada seluruh masyarakat. Easton menekankan aspek implementasi yang kuat akibat adanya kekuatan hukum yang legal.

Dari dua pendapat ahli tersebut kita dapat melihat bahwa kebijakan publik, meskipun berasal dari pemerintah harus bermuara kepada masyarakat. Sehingga, hal yang paling utama adalah bahwa setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah haruslah bermanfaat bagi masyarakat. Agar kebijakan tersebut bermanfaat sudah tentu kebijakan publik tersebut harus direncanakan, diimplementasikan, dan dievaluasi dengan baik dan efektif.

Sebuah penelitian, yang berjudul Making Policy Better tahun 2011 dari Michael Hallsworth and Jill Rutter peneliti dari Institute for Government, menyatakan ada 7 karakteristik dari sebuah kebijakan publik yang baik dan efektif.

Karekteristik yang pertama adalah kejelasan tujuan dari sebuah kebijakan. Kedua, Ide dari sebuah kebijakan haruslah terbuka dan berdasarkan bukti. Ketiga, Kebijakan publik dirancang dengan sangat seksama dan teliti. Keempat, kebijakan publik haruslah responsif terhadap keterlibatan aktor-aktor eksternal.

Karakteristik selanjutnya adalah penilaian yang menyeluruh serta kejelasan peran dan akuntabilitas pemerintah. Karakteristik terakhir adalah adanya sebuah mekanisme umpan balik dari masyarakat dan evaluasi yang efektif. Karakter-karakteristik tersebut haruslah diperhatikan pemerintah ketika akan memutuskan suatu kebijakan publik

Akhirnya, kebijakan larangan mudik 2021 diputuskan

Pada tanggal 16 Maret 2021, pada berbagai kanal media diungkapkan bahwa pada prinsipnya perjalanan mudik hari raya tahun 2021 tidak dilarang. Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa pemerintah tidak melarang mudik pada 2021.

Pernyataan yang disampaikan oleh Menhub tersebut tentu menjadi angin segar baik bagi masyarakat yang ingin merayakan hari raya bersama keluarga di kampung halaman dan juga bagi pelaku ekonomi yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan mudik.

Namun, sehari setelahnya juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 memberikan isyarat bahwa kebijakan terkait mudik belumlah final. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang meminta masyarakat untuk bersabar.

Selanjutnya pada tanggal 22 Maret 2021, Wapres Ma’aruf Amin juga menyatakan bahwa belum ada keputusan terkait pelaksanan mudik. Kemudian pada tanggal 26 Maret 2021, keputusan final terkait perjalanan mudik tahun 2021 diputuskan.

Muhadjir Effendi, selaku Menko Bidang Pembangunan Manusia menyampaikan bahwa perjalanan mudik tahun 2021 dilarang dan berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat. Keputusan tersebut merupakan arahan Presiden dan hasil rapat koordinasi tingkat menteri.

Pernyataan yang kontradiktif: indikator keraguan

Terkait proses penetapan larangan perjalanan mudik, ada beberapa hal yang menarik untuk dibahas. Yang pertama, terdapat berbagai pernyataan yang berbeda terkait kebijakan perjalanan mudik. Pernyataan-pernyataan yang kontradiktif dari pejabat-pejabat publik yang hanya berselang beberapa hari mengindikasikan adanya keragu-raguan.

Meskipun pernyataan terkait diperbolehkannya mudik yang disampaikan oleh Menteri Perhubungan belum diwujudkan dalam peraturan secara tertulis, tetapi karena sudah diutarakan di ranah publik maka akan berdampak ke masyarakat.

Simpang siur terkait kebijakan mudik berakhir ketika diputuskan perjalanan mudik pada tahun 2021 secara resmi dilarang. Keputusan final yang kontradiktif dengan isu awal yang beredar tersebut berpotensi menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat yang mengkehendaki adanya mudik tahun 2021.

Dari sini terlihat bahwa pembuat kebijakan tidak belajar dari apa yang terjadi di tahun 2020, di mana kebijakan yang tidak konsisten akan menimbulkan dampak negatif.

Timing: penetapan kebijakan lebih awal

Berbicara mengenai waktu atau timing, hal selanjutnya yang dapat dibahas adalah terkait waktu penetapan keputusan final terkait mudik yaitu sekitar 2 bulan sebelum hari raya. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi perbaikan dibandingkan waktu dikeluarkannya keputusan yang sama pada tahun 2020.

Waktu 2 bulan tersebut penulis anggap sebagai waktu yang cukup ideal sehingga tidak berpotensi semakin banyak merugikan masyarakat dan pelaku usaha dapat mengantisipasi adanya mudik di tahun 2021.

Masyarakat tidak dirugikan akibat kemungkinan dibatalkannya tiket kendaraan dan akomodasi yang sudah dipesan. Sementara pelaku usaha tidak dirugikan akibat keputusan ekonomi yang mungkin mereka lakukan seperti menambah pasokan bahan baku atau menambah tenaga kerja untuk mengakomodir adanya mudik.

Implementasi kebijakan: peraturan turunan, sosialisasi, dan ketegasan

Aspek terakhir yang dapat dibahas adalah terkait dengan bagaimana implementasi dari kebijakan tersebut dilakukan. Ada dua alasan yang disampaikan pemerintah mengapa perjalanan mudik tahun 2021 dilarang.

Alasan pertama adalah karena tingginya angka penularan dan kematian pasca libur panjang Natal dan Tahun Baru 2020. Alasan yang kedua adalah tingginya persentase tempat tidur yang terisi pada fasilitas rawat inap pada fasilitas kesehatan.

Kedua alasan tersebut menjadi dasar bahwa kebijakan larangan perjalanan mudik harus diimplementasikan dengan baik. Pemerintah harus dengan cepat mempersiapkan berbagai strategi agar kebijakan larangan mudik dapat dimplementasikan dan tujuan yang dikehendaki dapat dicapai.

Pemerintah dapat belajar dari apa yang terjadi pada tahun 2020 di mana penegakan kebijakan di lapangan sulit untuk dilakukan. Sebagai alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan mengeluarkan peraturan turunan terkait pembatasan secara total moda transportasi masyarakat pada periode mudik tahun 2021.

Moda Transportasi yang diizinkan harusnya hanyalah kendaraan yang mengangkut barang. Strategi selanjutnya adalah melakukan sosialisasi kebijakan yang lebih kuat kepada masyarakat dan penegak hukum sehingga isi dan batasan terkait aturan larangan mudik dapat dipahami secara menyeluruh.

Selanjutnya adalah dengan meningkatkan aspek pengawasan dan penerapan sanksi pelanggaran. Hal tersebut sebagai upaya untuk menutup celah terjadinya pelanggaran terhadap kebijakan pelarangan mudik pada tahun 2021.

Epilog

Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa kebijakan perjalanan mudik pada masa pandemi telah mengalami perbaikan secara substansi di tahun 2021 dibandingkan dengan tahun 2020, terutama terkait dengan waktu kapan kebijakan tersebut diputuskan.

Terkait konsistensi kebijakan yang diutarakan oleh pejabat publik pada tahun 2021 masih ada sedikit kekurangan, namun tetap dirasakan lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2020. Perbaikan tersebut diharapakan berdampak positif juga pada waktu mengimplementasikan kebijakan.

Ketika dapat diimplementasikan dengan baik maka peluang tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut menjadi lebih besar. Dengan tercapainya tujuan dari suatu kebijakan publik maka dapat dikatakan kebijakan publik yang ideal telah diwujudkan.

12
2
Imam Baihaqi Lukman ◆ Active Writer

Analis kebijakan pada Lembaga Administrasi Negara (LAN-RI)

Imam Baihaqi Lukman ◆ Active Writer

Imam Baihaqi Lukman ◆ Active Writer

Author

Analis kebijakan pada Lembaga Administrasi Negara (LAN-RI)

2 Comments

  1. Mirza Sahputra

    Menarik tulisan ini, semoga kedepannya kebijakan yang dilahirkan selalu mempertimbangkan kemanfaatan dan konsistensinya

    Reply
  2. Avatar

    Anasis yg kritis, semoga kebijakan di negeri kita bisa lebih konsisten kedepannya.

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post