LAN dan Konstruksi Kepemimpinan Birokrasi Masa Depan

by | Jul 27, 2025 | Refleksi Birokrasi | 0 comments

dok: lan.go.id

Pertengahan Mei 2025 lalu, beredar luas sebuah surat dari Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) kepada Presiden Republik Indonesia perihal Penyampaian Usulan Penguatan ASN. Dalam surat bernomor B-122/KU/V/2025 itu, salah satu poinnya berisi usulan perubahan batas usia bagi jabatan manajerial.

Bagi pejabat tinggi utama dari yang semula 60 tahun menjadi 65 tahun, PPT Madya dari yang semula 60 tahun menjadi 63 tahun, PPT Pratama menjadi 62 tahun, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas menjadi 60 tahun.

Hingga tulisan ini dibuat, memang belum ada tanggapan resmi dari Presiden RI terkait surat usulan tersebut. Namun, di kalangan ASN, usulan ini memantik diskusi yang cukup intens di grup-grup WhatsApp, akun-akun anonim media sosial, hingga rapat-rapat informal di coffee shop.

Enggan Menjadi Struktural

Jika dilihat sepintas, usulan ini dapat dimaknai sebagai penghargaan terhadap para ASN senior yang telah mengabdi puluhan tahun. Disisi lain, usulan ini juga bisa dimaknai sebagai kritik terhadap sistem pensiun ASN yang tak pernah benar-benar tuntas dibenahi. Sehingga membuat pegawai ingin terus-menerus bekerja sampai usia senja.

Lalu, jika kita melihatnya dari perspektif reformasi birokrasi, usulan ini justru terasa seperti langkah mundur. Bukan hanya karena bisa mempersempit ruang promosi karir generasi muda, tapi juga karena berpotensi memperlambat laju pembaruan birokrasi, yang membutuhkan ide segar dan cara kerja baru.

Perpanjangan usia jabatan manajerial semakin terasa problematis disaat kita melihat demografi ASN dan juga aspirasi karir generasi muda saat ini. Di satu sisi, birokrasi kita memiliki tunas-tunas muda potensial untuk memimpin birokrasi. Struktur birokrasi kita saat ini sedang didominasi oleh ASN generasi muda.

Dalam statistik ASN yang dirilis oleh BKN, per semester II (dua) tahun 2024, dari total 4,7 juta ASN, 56% -nya adalah generasi milenial dan 8%-nya adalah gen Z.

Bila ruang-ruang kepemimpinan justru semakin dipersempit karena diperpanjangnya masa jabatan para pejabat struktural, hal ini berpotensi menghambat regenerasi dan melemahkan motivasi generasi muda untuk berkiprah dalam jalur kepemimpinan birokrasi.

Disisi lain, kita sedang menghadapi fenomena yang cukup mengkhawatirkan yaitu generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, tidak terlalu antusias terhadap jabatan struktural. Hal ini terungkap dalam survey yang dilakukan oleh Deloitte berjudul 2025 Gen Z and Millennial Survey.

Survey tersebut menemukan, hanya 6% dari Gen Z yang menjadikan posisi kepemimpinan sebagai tujuan utama karier mereka.

Meskipun, survei Deloitte ini tidak ditujukan khusus bagi ASN Indonesia, kecenderungan yang ditunjukkan tetap patut dicermati. Generasi muda di seluruh dunia mulai menjauh dari pola karier hierarkis, dan tren ini bisa jadi telah menyusup ke tubuh birokrasi kita, tanpa benar-benar kita sadari.

Fenomena menjauhnya generasi muda dari jabatan struktural ini tentu memiliki dua sisi. Di satu sisi, kecenderungan ini bisa menjadi angin segar bagi upaya membersihkan birokrasi dari praktik-praktik tidak sehat seperti politik kantor, perebutan jabatan, atau loyalitas transaksional yang kerap muncul dalam kontestasi posisi struktural.

Namun, di sisi lain, tren ini juga membawa kekhawatiran tersendiri yaitu potensi terjadinya krisis regenerasi kepemimpinan dalam birokrasi.

Jika terlalu banyak ASN muda enggan mengambil peran struktural, maka dalam jangka menengah hingga panjang, birokrasi bisa kekurangan figur-figur pemimpin visioner dari kalangan muda yang memahami tantangan zaman dan mampu menjembatani transformasi layanan publik.

Jika generasi muda tak berminat menjadi pemimpin, siapa yang akan memimpin birokrasi masa depan? Siapa yang akan menggantikan para pejabat tinggi yang kelak pensiun, meski dengan batas usia diperpanjang sekalipun?

Jangan-jangan, saat mereka semua lengser, kita justru menghadapi kekosongan kader kepemimpinan yang tak kunjung disiapkan.

Secercah Harapan

Di tengah kegelisahan soal krisis regenerasi, sesungguhnya birokrasi punya secercah harapan. Generasi milenial dan Gen Z, yang kerap dituduh manja dan terlalu idealis, justru menunjukkan semangat belajar yang tak bisa dianggap remeh.

Sumber: Deloitte, 2025

Hasil survei Deloitte menunjukkan bahwa baik Generasi Z maupun milenial memiliki komitmen yang kuat terhadap pengembangan keterampilan diri. Sebanyak 70% responden Gen Z melaporkan bahwa mereka mengalokasikan waktu untuk mengembangkan keterampilan kariernya setidaknya sekali dalam seminggu, sementara pada kelompok milenial angkanya mencapai 59%.

Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anak muda memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya peningkatan kapasitas diri secara berkelanjutan. Menariknya, hanya sebagian kecil dari kedua kelompok yang menyatakan tidak pernah melakukan aktivitas peningkatan keterampilan, yakni 3% pada Gen Z dan 5% pada milenial.

Lebih jauh, pola waktu yang dipilih untuk belajar pun menggambarkan fleksibilitas dan motivasi belajar yang tinggi. Baik Gen Z maupun milenial secara relatif merata memanfaatkan waktu di luar jam kerja formal, seperti sebelum atau sesudah jam kerja, saat hari libur, bahkan ketika sedang bekerja.

Sekitar sepertiga dari mereka memilih untuk belajar pada masing-masing waktu tersebut, dengan Gen Z mencatatkan 34% belajar sebelum atau sesudah jam kerja, 30% saat bekerja, dan 33% pada hari libur. Pola serupa juga terlihat pada milenial, dengan masing-masing di angka 32%, 33%, dan 32%.

Mereka aktif mencari peluang pengembangan diri di luar jam kerja, terbiasa mengikuti pelatihan daring, dan menjadikan peningkatan kapasitas sebagai bagian dari gaya hidup mereka. Mereka tidak menunggu pelatihan datang, mereka mencarinya.

Mereka tidak menunggu instruksi melalui surat tugas, mereka mengambil inisiatif. Mereka ini haus belajar, bukan karena disuruh, tapi karena merasa perlu.

Hal ini juga terlihat dari tingginya animo ASN untuk mengikuti program pengembangan kompetensi yang diselenggarakan oleh LAN. Dalam Annual Report tahun 2024 yang dirilis oleh LAN, beberapa pelatihan free access yang diselenggarakan oleh LAN, memiliki jumlah peserta yang cukup banyak.

Diantaranya pada pelatihan ATA yang diikuti oleh 3.782 peserta dari berbagai K/L/D, pelatihan Reformers Academy yang diikuti sebanyak 364 peserta di tahap online bootcamp, dan pelatihan free access lainnya.

Sinyal positif bahwa anak muda adalah pembelajar yang aktif adalah aset strategis bagi birokrasi masa depan. Tapi, karakter pembelajar aktif ini tidak bisa hanya dimanfaatkan sepihak oleh institusi. Generasi muda bukan mesin produktivitas yang bisa terus-menerus digali tanpa diberi ruang tumbuh.

Untuk itu, LAN perlu merangkul generasi muda yang memiliki kesadaran aktif untuk belajar. LAN perlu menciptakan sistem pengembangan kapasitas ASN yang lebih adaptif, inklusif, dan relevan dengan kebutuhan serta karakteristik generasi milenial dan Gen Z.

Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan pembelajaran yang lebih personal, bottom-up, fleksibel, dan kolaboratif.

Menjadi Katalisator Transformasi

Alih-alih mengambil peran yang “terlalu besar” seperti membangun super-apps pembelajaran digital nasional, lebih realistis dan strategis jika LAN menempatkan diri sebagai katalisator transformasi pengembangan kapasitas aparatur negara, khususnya dalam aspek kepemimpinan.

Sebagai lembaga yang memiliki mandat strategis dalam mengembangkan kapasitas dan pembelajaran ASN secara nasional, LAN memiliki peran kunci sebagai pemandu arah, penyemai nilai, katalisator perubahan, dan kurator praktik-praktik pembelajaran yang relevan dalam mengembangkan kapasitas ASN.

Selanjutnya, LAN dapat memfokuskan energinya pada tiga hal strategis: Pertama, memperkuat pelatihan kepemimpinan ASN sebagai ajang transformasi. LAN perlu menanamkan nilai-nilai kepemimpinan baru yang berkembang di era digital saat ini, seperti kemampuan berpikir kompleks, kolaboratif, inovatif, pemanfaatan data, dan lain sebagainya.

Kedua, menjadi kurator dan penyebar praktik pembelajaran digital yang baik dari institusi lain. LAN tidak harus membuat semua konten sendiri. LAN bisa memilih, menyusun, dan menyebarkan materi pelatihan yang relevan dan menarik dari berbagai K/L/D lain ataupun dari pihak ketiga.

Ketiga, mendorong budaya belajar di kalangan ASN.  Selama ini, program pengembangan kapasitas ASN masih dianggap sebagai sesuatu yang bersifat seragam, kurang mempertimbangkan preferensi individu, dan belum sepenuhnya mendorong aktualisasi potensi secara mandiri.

Oleh karena itu, pola pelatihan yang bergantung pada struktur formal perlu bergeser menuju pendekatan pembelajaran yang lebih fleksibel, berbasis kebutuhan masa depan, serta mendorong otonomi belajar.

Di saat yang sama, LAN perlu juga mendorong budaya kerja yang lebih terbuka terhadap kolaborasi lintas generasi untuk mengurangi dominasi pendekatan hierarkis dan nilai-nilai senioritas. Dengan ekosistem kolaboratif antar generasi yang mempertemukan ASN senior dan junior dalam ekosistem mentoring yang saling memperkaya.

Di usianya yang ke-68 tahun, LAN perlu menyadari keberadaannya bukan hanya sekedar pelaksana diklat, tetapi seharusnya menjadi policy entrepreneur dalam menciptakan ekosistem pembelajaran yang lebih inovatif, fleksibel, dan berorientasi pada masa depan.

Di tengah kondisi birokrasi yang masih mengalami keterbatasan dan tantangan, perubahan tidak hanya lahir dari reformasi struktural, tetapi juga dari keberanian untuk mengintervensi aspek budaya dan cara belajar para pelakunya.

2
0
Oki Kurniawan ◆ Professional Writer

Oki Kurniawan ◆ Professional Writer

Author

ASN Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara. Alumni Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Unpad. Suka menulis dan memiliki ketertarikan pada bidang pengembangan kompetensi SDM, politik, kebijakan publik dan isu-isu sosial lainnya. Dapat dihubungi melalui alamat email [email protected] atau bisa di follow instagram @oki_kurnia1 untuk kenal lebih dekat.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post