Kuliah Kerja Nyata dan Potensi Kolaborasi yang Terabaikan

by Muhamad Badar Hamid ◆ Professional Writer | Feb 1, 2023 | Birokrasi Berdaya, Birokrasi Melayani | 0 comments

Setelah sebelumnya berbicara tentang konsep kolaborasi di daerah terpencil, kali ini penulis akan membahas hal serupa dengan lokus yang lebih mikro, yaitu kolaborasi pemerintah dan akademisi dalam bentuk kuliah kerja nyata (KKN). Sebuah program yang memiliki sejuta peluang namun terabaikan. 

Penulis yakin tidak semua pembaca sepakat dengan pernyataan “terabaikan” di atas. Terutama rekan-rekan para akademisi yang telah bertahun-tahun membimbing anak didiknya melewati masa pengabdian mahasiswa dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. 

Namun, coba jawab pertanyaan ini: 

Apa yang paling Anda ingat dari aktivitas KKN yang pernah Anda lakukan semasa kuliah dulu? 

Karena artikel ini tidak bisa berlangsung dua arah (tanya jawab), izinkan penulis mencoba menerka-nerka isi kepala para pembaca dari pengalaman penulis selama mengikuti KKN semasa kuliah.

Penulis ingat dulu semasa KKN, penulis membantu pemerintah desa membuat papan nama jalan, mengecat tugu perbatasan, ikut perlombaan sepak bola, dan mencatat surat masuk dan keluar. 

Tak lupa yang paling membenak dalam ingatan adalah seseorang berwajah cantik yang senantiasa mengisi hari semasa pengabdian masyarakat tersebut. 

Hanya itu…

Baik. Bisa jadi tidak semua KKN berjalan sesederhana itu. Di beberapa perguruan tinggi mungkin sudah dilakukan dengan terstruktur sehingga menghasilkan sebuah keluaran yang nyata dan dibutuhkan oleh masyarakat. 

Namun begitu, penulis masih melihat begitu banyak pelaksanaannya yang tidak dipersiapkan secara maksimal sehingga butuh dioptimalkan. 

Pembukaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) STAI Al Kamal Sarang - STAI Al-Kamal ...
Gambar Ilustrasi KKN (Sumber: staika.ac.id)

Sejarah KKN 

Mengutip artikel di laman https://pengabdian.ugm.ac.id/ KKN atau kuliah kerja nyata adalah kegiatan yang telah dilaksanakan semenjak Tahun 1951 dan diinisiasi oleh Prof. Koesnadi Hardjasoemantri, seorang guru besar hukum lingkungan di UGM. 

Saat itu belum dinamakan KKN melainkan Program Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM). Hal ini dilakukan oleh UGM karena kurangnya tenaga pendidik di Indonesia kala itu. Oleh karena itu, UGM mengerahkan mahasiswanya untuk mengajar di beberapa tingkatan sekolah. 

Selain UGM, beberapa perguruan tinggi lain juga ikut ambil bagian. Pada akhir tahun 1964 tercatat 1107 mahasiswa UGM dan 225 dari perguruan tinggi lainnya mengikuti program ini dan diterjunkan di berbagai daerah.

Program ini berjalan dari tahun 1951 hingga 1964 dan dianggap berhasil karena mampu  membuka 135 sekolah lanjutan tingkat atas (SMA) di luar Jawa. Selain itu, 25 sekolah di luar Jawa yang sebelumnya sempat akan ditutup, bangkit kembali dengan kehadiran para mahasiswa tersebut. 

Pada tahun 1971 kemudian PTM menginspirasi untuk dibentuk program serupa dengan nama Kuliah Kerja Nyata dan diwajibkan bagi seluruh mahasiswa di 13 perguruan tinggi di Indonesia pada Tahun 1972. 

Saat ini hampir seluruh perguruan tinggi menerapkan program ini bagi seluruh mahasiswanya. 

Peluang dan Tantangan 

Melihat keberhasilan dari PTM pada medio 1951-1964, tidak dapat dipungkiri bahwa program KKN mahasiswa merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah untuk menyelesaikan beberapa persoalan pemerintah dan masyarakat.

Perkembangan perguruan tinggi yang begitu signifikan dewasa ini dan pelaksanaan KKN yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya meningkatkan peluang tersebut. 

Seolah KKN ini adalah tenaga cadangan yang sudah dapat dipastikan ketersediaannya andai dibutuhkan oleh pemerintah tanpa menambah beban pemerintah yang sudah begitu banyaknya. 

Penulis menggarisbawahi frasa tanpa menambah beban pemerintah karena KKN adalah agenda resmi universitas atau lembaga pendidikan dan biaya pelaksanaannya masuk ke dalam pengeluaran rutin lembaga. 

Tanpa bantuan dan pendampingan dari pemerintahpun KKN akan tetap berjalan meskipun pada dasarnya KKN adalah kolaborasi antara perguruan tinggi, masyarakat, dan pemerintah. 

Meskipun begitu peluang tersebut tidaklah nihil tantangan. Terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala dalam memanfaatkan mahasiswa KKN sebagai workforce yang dapat diandalkan untuk menyelesaikan permasalahan. 

Tantangan tersebut di antaranya:

  1. Mahasiswa adalah tenaga kerja yang relatif setengah matang. Artinya mereka hanya memiliki satu sumber pengetahuan yaitu teori. Mereka belum memiliki sumber lain yang mampu membuat kemampuannya lengkap yaitu pengalaman (experience). 
  2. Pemahaman mahasiswa sangat terbatas pada pengetahuan tertentu sesuai dengan program studi yang didalaminya, sementara permasalahan masyarakat begitu kompleks. 
  3. Kemampuan analitis mahasiswa belum terasah untuk menjabarkan permasalahan masyarakat dan mencari solusi ideal yang diperlukan oleh masyarakat.

Meskipun begitu peluang dan tantangan tersebut tentu memiliki solusi untuk disiasati. Dengan strategi yang tepat maka penulis yakin kehadiran Mahasiswa KKN di tengah masyarakat akan sangat membantu pemerintah dalam menyelesaikan agenda pemerintah dan masalah masyarakat.

Kelemahan Pelaksanaan KKN saat ini

Jika kita berkaca pada program Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM) yang penulis singgung pada bagian awal artikel ini, maka bagian penting dari pelaksanaan KKN mahasiswa adalah kejelasan permasalahan yang akan diselesaikan oleh mahasiswa. 

Pada program PTM permasalahan tersebut adalah kurangnya tenaga pengajar. Maka “Boom” mahasiswa hadir dan melengkapi kekurangan tenaga pengajar tersebut. Walhasil, PTM mampu menggerakan pendidikan Indonesia kala itu. 

Pelaksanaan KKN saat ini seolah hanyalah kepentingan lembaga pendidikan. Perguruan tinggi yang merencanakan, menetapkan lokus, dan menetapkan tema. Pemerintah bersifat sangat pasif hanya menerima dalam pembukaan kegiatan yang bersifat seremonial semata. 

Karena pemerintah bersifat pasif maka mahasiswa seolah diturunkan ke medan laga tanpa faham kondisi medan dan tanpa bimbingan. 

Walhasil mahasiswa menggali masalah sendiri (dengan keterbatasan informasi), mencari solusi sendiri, dan menerapkan solusi sendiri. Hal ini ditambah elemen waktu yang terbatas, maka menghasilkan output yang tentu juga akan terbatas. 

Coba sebutkan satu pelaksanaan KKN yang selaras dengan perencanaan pemerintah/pemerintah daerah sehingga di akhir pelaksanaan KKN, pemerintah mencoret permasalahan yang ada dalam dokumen perencanaan tersebut!

Jika ada, selamat! Berarti pemerintah/pemerintah daerah telah benar-benar memanfaatkan KKN untuk menyelesaikan masalah pemerintah dan masyarakat. Jika tidak, maka itu berarti KKN hanya berjalan sebagai formalitas saja. 

Strategi Optimalisasi KKN Mahasiswa 

Laly, bagaimana caranya mengoptimalkan manfaat KKN mahasiswa? Pertama, perencanaan yang optimal. Jika selama ini perencanaan hanya dirancang oleh pihak perguruan tinggi, maka mari kita mulai merancang pelaksanaan KKN dari sisi pemerintah. 

Pemerintah maupun pemerintah daerah melalui bagian kerja samanya (atau nama lain) mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dan menetapkan permasalahan yang karakteristiknya sesuai untuk diselesaikan oleh program KKN. 

Selanjutnya jabarkan permasalahan tersebut sesuai dengan urusan atau bidang pemerintahannya dan program studi beserta perguruan tinggi yang tepat untuk menyelesaikannya. 

Tunjuk juga Kementerian/Lembaga atau perangkat daerah penanggung jawab. Layangkan surat penawaran kepada perguruan tinggi yang ditunjuk untuk melaksanakan KKN di lokasi dan area yang sudah ditentukan dalam perencanaan. 

Jika perguruan tinggi tersebut menerima penawaran, lanjutkan dengan diskusi dan pendalaman untuk mematangkan konsep KKN. 

Terakhir, lakukan kesepakatan bersama antara pemerintah dan perguruan tinggi yang sudah ditentukan. Segala sesuatu dapat dicantumkan dalam kesepakatan tersebut tentang output kegiatan, tentang kemungkinan pelaksanaan secara berturut-turut, dan sebagainya. 

Kedua, pelaksanaan yang optimal meliputi pembekalan mahasiswa, coaching dan mentoring, serta evaluasi. 

Sebelum melaksanakan KKN mahasiswa haruslah mendapatkan pembekalan dari pihak pemerintah. Pembekalan ini akan memberikan informasi permasalahan yang akan dihadapi oleh mahasiswa. Tetapkan mentor dari kementerian/lembaga atau perangkat daerah penanggung jawab. 

Dengan begitu mahasiswa tidak memulai semuanya dari nol dan memiliki pembimbing yang mampu mengarahkan mereka dalam setiap perjalanan penyelesaian permasalahan yang akan dihadapi. 

Evaluasi pelaksanaan KKN dengan melibatkan penanggung jawab pemerintah dan penanggung jawab perguruan tinggi. Perbaiki kekeliruan mahasiswa dan tingkatkan efektivitas program. 

Ketiga, optimalkan output. Uji keluaran program dan evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan program di masa yang akan datang. 

Lakukan brainstorming antara instansi penanggung jawab dengan bagian kerja sama (atau nama lain dalam struktur organisasi) tentang efektivitas program dan pastikan keberlanjutannya di masa yang akan datang. 

Apa yang telah terselesaikan dan apa yang belum. Apakah yang belum tersebut akan menjadi sasaran KKN berikutnya atau diselesaikan dengan metode yang lain. 

Epilog: Menyelesaikan Permasalahan

Pernahkah ada unsur pemerintah yang mendata jumlah pelaksanaan KKN dan jumlah mahasiswa yang terlibat beserta output yang dihasilkan? 

Jika belum, sayang sekali. Karena dengan begitu besarnya peluang dari program ini, tidak ada yang mengambil serius pelaksanaanya. Jangan sampai pula, kehadiran KKN mahasiswa justru dianggap seremonial belaka yang justru merepotkan bagi otoritas yang dikunjunginya.

Di tengah-tengah kesulitan pemerintah atas nama keterbatasan sumber daya manusia, kita (pemerintah) tak boleh abai dalam memanfaatkan peluang di depan mata. 

Padahal, jika kita bayangkan 100 kali KKN mampu menyelesaikan 100 permasalahan masyarakat alangkah teringankannya beban pemerintah. Atau ini hanya pemikiran penulis saja?

Wallahu a’lam bisshawab

1
0
Muhamad Badar Hamid ◆ Professional Writer

Praktisi pemerintahan yang bernama pena inspekturrojali. Penulis adalah seorang PNS Camat Talegong Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Muhamad Badar Hamid ◆ Professional Writer

Muhamad Badar Hamid ◆ Professional Writer

Author

Praktisi pemerintahan yang bernama pena inspekturrojali. Penulis adalah seorang PNS Camat Talegong Kabupaten Garut, Jawa Barat.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post