Kisah Sang Auditor Internal Pemerintah: Menyisir Serpihan Akuntabilitas di Tengah Badai Pandemi

by M. Jalu Wredo Aribowo ◆ Active Writer | Jun 1, 2021 | Birokrasi Akuntabel-Transparan, Motivasi | 1 comment

silhouette of personr

Pada awal tahun 2020, dunia mengalami bencana pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-l9). Penyebaran Covid-19 membawa risiko bagi kesehatan masyarakat dan bahkan telah merenggut banyak korban jiwa di berbagai belahan penjuru dunia, termasuk Indonesia. Selain dampak kesehatan, pandemi juga telah melumpuhkan aktivitas ekonomi dan mengancam kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah Indonesia bergerak cepat untuk mengatasi pandemi pada awal tahun 2020 dengan menyatakan bahwa Indonesia berada dalam kondisi darurat bencana nonalam serta mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi bencana tersebut.

Salah satu langkah yang diambil pemerintah pada saat itu adalah sesegera mungkin melakukan pengadaan alat material kesehatan dan bantuan sosial untuk penanganan pandemi Covid-19. Pada masa darurat tersebut, terdapat berbagai permasalahan yang menghambat langkah pemerintah dalam melakukan penanganan pandemi Covid-19 yang perlu untuk diatasi.

WFH: Work From Heart

Ketua satuan tugas (Satgas) Penanganan Covid19, sejak awal penugasan membentuk Bidang Pengawasan Akuntabilitas di Satgas Penanganan Covid-19 yang terdiri dari unsur BPKP, BNPB, Kejaksaan, POLRI, dan LKPP. Salah satu tugasnya adalah memastikan pelaksanaan kegiatan untuk penanganan Covid-19 telah sesuai dengan ketentuan.

Pengawasan bisa dilaksanakan saat perencanaan, pelaksanaan, atau setelah pekerjaan selesai dilaksanakan. Hasil pengawasan disampaikan kepada Ketua Satgas sebagai “immediate corrective action”.

BPKP sebagai auditor internal pemerintah wajib untuk memberikan solusi atas permasalahan yang muncul, agar tujuan pemerintah mengatasi pandemi Covid-19 dapat dilakukan dengan cepat dan tepat.

Selama satu tahun lebih kami menyisir dan mengumpulkan serpihan-serpihan akuntabilitas pada kegiatan penanganan Covid-19, banyak suka duka yang kami alami. Sejak terjadinya pandemi Maret 2020, kami mendedikasikan seluruh waktu, pikiran, dan tenaga untuk memastikan barang yang diadakan telah ter-deliver dalam jumlah yang cukup dan telah dapat dimanfaatkan untuk penanganan Covid-19.

Kami tidak pernah mengenal istilah “Work From Home” sekalipun saat itu ada kebijakan WFH. WFH bagi kami adalah “Work From Heart”. Karakteristik pekerjaan, bahkan, menyebabkan kami harus turun ke lapangan.

Tidak cukup hanya menguji berdasarkan tumpukan dokumen di atas meja atau pertemuan dengan Zoom Meeting. Risiko terpapar Covid-19 merupakan pilihan yang tidak dapat dihindari. Namun, dengan “Work From Heart”, kami berkeyakinan bahwa yang kita jalankan adalah misi kemanusiaan.

Misi menyelamatkan umat manusia dan Insya Allah menjadi ladang amal bagi kami. Oleh karena itu pasti Allah SWT akan senantiasa memberikan perlindungan dan keselamatan kepada kita. Pelaksananaan kegiatan penanganan Covid-19 yang efektif dan pengeluaran negara yang efisien, menjadi kunci keberhasilan kita melalui pandemi ini.

Peliknya Situasi

Tantangan di awal pandemi adalah masalah ketersediaan alat dan material kesehatan seperti masker, alat pelindung diri (APD), baju hazmat, dan alat kesehatan lainnya. Bahkan, banyak rumah sakit yang di awal pandemi corona tak memiliki APD.

Hal ini yang memicu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan sejumlah organisasi profesi lain protes kepada pemerintah, karena tak mampu menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi para dokter dan tenaga medis yang menangani pasien virus corona atau COVID-19.

Pada tanggal 23 Maret 2020 terbitlah Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa (PBJ) dalam rangka Penanganan Covid-19. Surat edaran tersebut menjelaskan lebih lanjut Peraturan Lembaga Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat.

Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, situasi pandemi digambarkan sebagai kondisi darurat. Tidak seperti dalam keadaan ideal, tahapan pelaksanaan pengadaan menjadi generik.

Kecepatan dalam mengambil keputusan menjadi titik kritis karena pergerakannya sangat dinamis. Prinsip utama yang dikedepankan adalah efektifitas sambil tetap menjaga akuntabilitas.

Pakta Integritas Sebagai Senjata

Pada tanggal 28 Maret 2020, Satgas mengadakan rapat untuk memproses pengadaan APD tersebut yang mengundang seluruh pihak terlkait antara lain LKPP, TNI, Polri, KPK dan BPKP.

Serpihan akuntabilitas pertama dalam proses pengadaan tersebut adalah usul BPKP agar penyedia membuat pakta integritas dan membuat pernyataan akan bersedia untuk diaudit oleh APIP setelah proses pengadaan selesai.

Dalam SE Kepala LKPP No. 3 Tahun 2020, audit atas kewajaran harga oleh APIP merupakan bagian dari proses pengadaan barang jasa di masa pandemi Covid-19. Sebelum dilakukan audit atas kewajaran harga oleh APIP, proses pengadaan barang jasa tersebut belum selesai.

Meski tidak disyaratkan dalam SE Kepala LKPP No. 3/2020, ternyata pakta integritas ini menjadi senjata utama pada saat dilakukan audit atas kewajaran harga. Sebagai bagian dari Bidang Pengawasan Akuntabilitas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019, beban menjaga akuntabilitas kegiatan Satgas ikut menjadi beban BPKP.

Bahkan, Kepala LKPP berharap agar BPKP juga memberikan pendampingan dalam pelaksanaan pengadaan, tidak hanya dalam proses akhirnya saja melalui audit, tetapi pada saat tahapan proses pengadaan.

Hal itu disebabkan masih banyak pengelola pengadaan yang belum berpengalaman dalam menangani keadaan darurat. Oleh karena itu mereka harus dibekali pemahaman dan penyamaan persepsi agar pelaksanaan PBJ dalam pandemi Covid-19 dapat tetap terjaga akuntabilitas dan efektifitasnya.

Monitoring Distribusi Barang

Setelah barang diadakan, tantangan kedua adalah memastikan bahwa Alat dan Material Kesehatan (Almatkes) yang diadakan didistribusikan secara cepat, tepat, dalam jumlah yang cukup dan dapat dimanfaatkan untuk penanganan Covid-19.

Dalam memastikan hal tersebut kami melakukan monitoring secara harian atas distribusi barang dari Gudang Satgas yang berada di Halim Perdana Kusuma dan Gudang Pusat Krisis Kesehatan.

Monitoring distribusi almatkes dilakukan dengan melibatkan Perwakilan BPKP dengan memanfaatkan tool sederhana yang kami buat. Hasil monitoring distribusi secara harian tersebut kami buat atensi kepada pihak yang terkait agar dapat segera diambil keputusan yang tepat sesegera mungkin.

Evaluasi Kewajaran Harga Pengadaan Darurat

Serpihan ketiga dari akuntabilitas yang coba kami kumpulkan adalah objektivitas dan fairness dalam proses audit atas kewajaran harga pengadaan darurat. Dalam proses pengadaan di masa darurat setidaknya ada empat tahapan penting, yakni perencanaan, pelaksanaan, penyelesaian pembayaran, dan audit.

Menurut Perka LKPP No. 13 Tahun 2018, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menugaskan pengawas internal (BPKP/Aparat Pengawas Internal Pemerintah/Auditor Independen) untuk melakukan audit. Dari empat tahapan tersebut yang paling mungkin menjadi persoalan adalah ketika dilaksanakannya audit.

Permasalahan utama dalam audit adalah kewajaran harga, utamanya pada harga wajar pada saat darurat. Tidak ada pihak yang dapat mendefinisikan secara pasti bagaimana harga wajar di saat kondisi darurat. Apalagi saat Pandemi Covid-19 yang telah berdampak bukan hanya pada aspek kesehatan, namun juga pada perekonomian negara.

Permasalahan seperti kurangnya alat kesehatan, Alat Pelindung Diri (APD), serta fasilitas pendukung dalam penanganan pandemik Covid-19 telah memicu kebutuhan yang sifatnya mendadak (urgent/emergency).

Tidak hanya itu, gangguan pada rantai pasok yang menimbulkan disrupsi terhadap produk maupun distribusi PBJ penanganan Covid-19 telah menimbulkan ketidakpastian yang tinggi bagi para pelaku ekonomi termasuk pemerintah sebagai pembeli dan penyedia sebagai penjual.

Dengan demikian akan sangat sulit untuk menentukan kewajaran harga atas PBJ di masa darurat. Proses audit kewajaran harga ini adalah tantangan terberat kami selama menjadi bagian dari Bidang Pengawasan Akuntabilitas.

Pertama, proses audit dilakukan dalam masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di mana sebagian besar pegawai pemerintah dan pihak swasta melaksanakan pembatasan pegawai yang masuk kantor.

Selain itu, belum pernah ada audit kewajaran harga serupa yang dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pengawasan. Ketiga, kesulitan dalam mengidentifikasikan, mengumpulkan, dan menganalisis dokumen pendukung kewajaran harga.

Sedangkan keempat, adanya pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan situasi sehingga tim mendapatkan intimidasi, teror, dan godaan atas integritas yang tidak dapat dihitung.

Dengan mencermati dua peraturan dari LKPP, proses bisnis PBJ dalam keadaan darurat serta pengalaman audit yang telah dilakukan, kami mencoba mengidentifikasi risiko-risiko PBJ Darurat Penanganan Covid-19 yang digunakan sebagai bekal pelaksanaan audit, sebagaimana bagan berikut:

Dari berbagai diskusi yang dilakukan termasuk dengan LKPP, ditentukan bahwa kegiatan audit atas kewajaran harga dilakukan dengan Audit Tujuan Tertentu (ATT). Rambu-rambu untuk menguji kewajaran harga disepakati dengan pihak LKPP bahwa: pertama, pengadaan dilakukan dengan supply chain yang terpendek.

Kedua, kewajaran harga dilakukan dengan membuktikan biaya yang dikeluarkan oleh penyedia untuk mengadakan barang tersebut ditambah dengan sejumlah fee.

Ketiga, pembuktian kewajaran harga dilakukan dengan mengikuti arus uang dan barang. Langkah-langkah tersebut dilakukan untuk meyakinkan objektivitas audit kewajaran harga.

Untuk membuktikan kewajaran harga atas pengadaan di masa darurat auditor harus kreatif dalam memperoleh bukti pendukung. Prosedut audit standar tidak dapat digunakan untuk mengungkap adanya ketidakwajaran harga, harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak biasa dan dengan upaya yang luar biasa.

Hal itu dikarenakan penyedia pastinya enggan untuk meyampaikan bukti-bukti pendukung kewajaran harga. Prinsip fairness yang harus dijaga dalam pembuktian kewajaran harga ini adalah penyedia tidak dirugikan dan pemerintah tidak membayar lebih besar dari yang seharusnya.

Menjaga Keterbukaan Informasi

Keterbukaan informasi sangat diperlukan untuk menjamin akuntabilitas dan objektivitas hasil ATT yang dilakukan. Hasil sementara ATT dibahas beberapa kali dengan seluruh anggota Bidang Pengawasan Akuntabilitas.

Tim ini terdiri dari BPKP, Irtama BNPB, Irjen Kemenkes, Jamdatun, Bareskrim, dan KPK. Serta dimintakan pendapat dari LKPP selaku pembuat kebijakan terkait pengadaan barang jasa di masa darurat.

Evaluasi Perencanaan Kebutuhan

Menindaklanjuti harapan Kepala LKPP, pendampingan pengadaan almatkes tahapan selanjutnya pun dilakukan. Sesuai dengan proses bisnis dan risiko PBJ dalam keadaan darurat, pendampingan difokuskan pada tahapan perencanaan kebutuhan dan pemilihan penyedia yang ditunjuk untuk melaksanakan pengadaan.

Tahap perencanaan kebutuhan berguna untuk memastikan bahwa kebutuhan riil yang dijadikan dasar pengadaan. Yakni jumlah kebutuhan seluruh fasilitas kesehatan (Faskes) sesuai dengan jumlah permintaan dari masing-masing faskes, bukan dihitung berdasarkan rumus dengan asumsi-asumsi tertentu.

Hal itu dilakukan untuk menjaga prinsip efisiensi dan efektivitas PBJ. Selanjutnya memastikan bahwa penyedia yang ditunjuk adalah penyedia yang memiliki kompetensi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Terkait almatkes yang disediakan disarankan yang telah memiliki izin edar untuk menjamin kualitas dari barang yang disediakan.

Pada serpihan akuntabilitas kelima ini, kami menjaga meski pengadaan dilakukan dengan metode pengadaan darurat dimana barang harus disediakan secara cepat, tetapi tetap mengedepankan prinsip-prinsip PBJ yang seharusnya.

Epilog

Mengawal akuntabilitas di tengah badai pandemik tidaklah mudah, di mana respons untuk penanganannya diperlukan secara cepat namun tetap menjaga prinsip-prinsip akuntabilitas sehingga penanganan bencana kesehatan ini dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Untuk menjaga akuntabilitasnya diperlukan upaya kreatif dan dinamis, sehingga setiap celah yang mendistorsi tonggak akuntabilitas dapat ditutup.

6
0
M. Jalu Wredo Aribowo ◆ Active Writer

M. Jalu Wredo Aribowo ◆ Active Writer

Author

Seorang ASN yang mengawali karir di BPKP, sekarang menjadi pimpinan APIP di sebuah kementerian.

1 Comment

  1. Avatar

    Luar biasa

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post