Keep Head Up, Garuda Nusantara! Begitulah bunyi sebuah caption yang ditulis di laman instagram PSSI sesaat setelah berakhirnya matchday pamungkas grup A Piala AFF tahun 2022. Caption tersebut layak disematkan, mewakili rasa kesal sekaligus bangga atas penampilan pasukan Garuda Nusantara di ajang tersebut.
Dan tampaknya, itu juga masih relevan untuk PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) hingga saat ini. Setelah hampir dua minggu surat protes yang dilayangkan, tak kunjung dapat jawaban dari AFF. Go ahead, show must go on.
Plot Twist di Akhir Laga
Saya cukup lega menonton pertandingan antara timnas Indonesia melawan Myanmar. Di babak pertama Indonesia sudah bisa mencukur Myanmar dengan skor 4-1. Feeling saya, sisa waktu 45 menit dan unggul dengan margin 3 gol, rasanya 80% peluang pertandingan akan dimenangkan oleh timnas Indonesia.
Saya berpindah ke channel yang menyiarkan pertandingan antara Vietnam versus Thailand. Pertandingan inilah yang justru membuat tegang. Wajar saja, langkah timnas Indonesia ke babak semifinal juga ditentukan oleh hasil pertandingan antara Vietnam vs Thailand.
Setelah berakhir dengan skor 0-0 di babak pertama, Thailand bisa unggul lebih dahulu melalui gol di menit 72. Tak butuh waktu lama, 3 menit kemudian, Vietnam berhasil melesatkan gol ke gawang Thailand. Mengubah skor menjadi 1-1.
Sontak, pertandingan ini semakin membuat saya tidak tenang. Pasalnya, bila Vietnam dan Thailand bermain imbang dengan gol, pupus sudah harapan timnas Indonesia untuk melaju ke babak berikutnya. Meskipun Indonesia bisa menang dari Myanmar dengan skor besar.
Di sisa waktu 15 menit, saya masih berharap pertandingan akan berjalan semakin sengit. Maklum, dua negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara yang kuat dalam olahraga sepakbola di kawasan ASEAN. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. 15 menit terakhir, kedua tim memperlihatkan pertandingan yang menjemukan.
Setelah skor menjadi 1-1, terlihat kedua tim memilih bermain aman. Oper-operan bola di daerah pertahanan sendiri, tidak melakukan pressure, terjatuh di tengah lapangan, sampai dengan pergantian pemain untuk mengulur-ulur waktu.
Wajar rasanya bila coach Shin, PSSI dan banyak warganet Indonesia, mempertanyakan semangat fairplay di antara kedua tim dalam pertandingan tersebut.
Ada 5 Hikmah Di balik Kalah
Raihan 3 kali kemenangan dari 5 laga, serta tidak pernah menelan kekalahan, diisi dengan torehan 17 gol ke gawang lawan, dan hanya kebobolan 2 gol. Hasil ciamik yang ditorehkan di fase grup ini, belum mampu membawa pasukan Garuda Muda untuk berlaga di babak semifinal.
Lagi-lagi kita harus menyaksikan tim nasional dari negara ASEAN lain berpesta dan mengangkat trofi juara di negeri ini. Perih.
Namun, di balik kegagalan timnas Indonesia melaju ke babak 4 besar, selalu ada hikmah yang bisa kita petik.
Pertama, menjadi momentum perbaikan hubungan dengan suporter dan timnas Malaysia. Selama ini, duel antara timnas Indonesia dengan Malaysia seringkali berjalan panas. Terutama di jagad maya.
Namun, dengan kegagalan timnas melaju ke semifinal, nampaknya kita menitipkan “kekesalan” melalui Malaysia dan Laos untuk melumat Vietnam dan Thailand. Ya, walaupun “dukungan” dari suporter Indonesia ke timnas Malaysia, hanya terjadi sesaat saja.
Kedua, kita tetap kalah dengan terhormat. Kalaupun masuk ke semifinal, ada kemungkinan juga kita kalah. Terlebih melihat permainan Malaysia dan Laos yang tampil apik di laga semifinal. Malaysia melumat Vietnam dengan skor 3-0, dan Laos tampil trengginas dengan torehan 2 gol tanpa balas saat menghadapi Thailand.
Ketiga, kita semakin sadar, bahwa untuk meraih kemenangan, perlu juga usaha di luar lapangan. Misalnya, dengan menempatkan orang-orang terbaik untuk menempati posisi strategis di jajaran AFF. Tujuannya, agar mampu mengawal kepentingan bangsa dan negara, dengan tetap menjunjung nilai fairplay yang terkandung dalam dunia olahraga.
Kita menang dalam produktivitas dan selisih gol, tapi dinyatakan kalah karena regulasi pertandingan. Konon, peraturan head to head ini adalah peraturan yang sudah usang. Tidak dipakai lagi di level AFC maupun FIFA.
Di level AFC maupun FIFA, bila poin sama, hal yang lebih dahulu dilihat adalah dengan membandingkan selisih gol. Andai saja, bila sebelum turnamen, ada wakil Indonesia yang mau berjuang untuk menghapus regulasi yang telah usang dan berpotensi merugikan timnas Indonesia.
Keempat, dengan kekalahan ini kita tidak perlu melihat poster para politisi yang ikut nampang bersama dengan pelatih ataupun pemain timnas U-19. Bila timnas juara, kemungkinan akan banyak poster-poster politisi yang berseliweran. Tentu saja dengan menampilkan foto diri yang lebih besar dibanding gambar/foto para pemain timnas.
Seolah kita memahami, mendekati tahun 2024, para politisi menjadi sangat super sibuk. Dengan terhentinya laju timnas, seolah meringankan beban kerja para politisi, sehingga mereka tidak perlu repot-repot mengedit poster, ataupun membayar jasa desain grafis.
Dan kelima, hikmah yang paling besar, adalah hasil dari 5 pertandingan yang berlangsung selama 9 hari ini, cukup membuat suporter bangga terhadap timnas.
Meskipun gagal melaju ke babak semifinal, dalam gelaran ini, suporter tak lagi mengambinghitamkan para pemain ataupun pelatih, juga tak banyak yang protes kepada PSSI.
Epilog: Semua Bahagia?
Menarik sekali menonton pertandingan perebutan juara ketiga antara Vietnam melawan Thailand yang dihelat pada hari Jumat 15 Juli 2022. Kedua tim bermain bermain sama-sama menyerang selama 90 menit.
Tak ada drama passing lama di daerah pertahanan sendiri, maupun cedera yang mengulur waktu. Sampai akhirnya, Vietnam keluar menjadi juara ketiga melalui babak adu penalti.
Melihat perkawanan di 15 menit dan kesamaan nasib di semifinal, saya kira Thailand dan Vietnam akan jadi juara 3 bersama. Seperti halnya tim Nankatsu dan Toho dalam serial kartun Captain Tsubasa.
Saat di final, setelah menjalani pertandingan selama 120 menit dan kedudukan imbang dengan skor 4-4, tim Nankatsu dan tim Toho menjadi juara bersama. Tak ada yang kalah antara Tsubasa Ozora dan Kojiro Hyuga. Semua bahagia.
ASN Analis Kebijakan di Biro Hukum dan Humas Lembaga Administrasi Negara. Alumni Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Unpad. Suka menulis dan memiliki ketertarikan pada bidang pengembangan kompetensi SDM, politik, kebijakan publik dan isu-isu sosial lainnya.
Dapat dihubungi melalui alamat email [email protected] atau bisa di follow instagram @oki_kurnia1 untuk kenal lebih dekat.
0 Comments