Ironi Energi: Surga Sumber Daya, Neraka Tata Kelola

by T.H. Hari Sucahyo ♥ Associate Writer | Mar 29, 2025 | Birokrasi Berdaya, Birokrasi Melayani | 0 comments

Energi adalah sektor strategis yang menjadi tulang punggung pembangunan suatu negara. Ketersediaannya menentukan stabilitas ekonomi, ketahanan nasional, dan kesejahteraan masyarakat.

Ironisnya, meski Indonesia memiliki kekayaan sumber daya
energi yang melimpah, tata kelolanya masih menyisakan banyak persoalan.
Dari ketimpangan akses,
eksploitasi yang tidak berkelanjutan, ketergantungan impor,
hingga kebijakan yang tidak konsisten, berbagai ironi dalam pengelolaan energi membuat sektor ini lebih sering menjadi sumber masalah daripada solusi.

Sebagai negara yang dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, Indonesia seharusnya tidak mengalami krisis energi. Cadangan batu bara yang besar, potensi panas bumi yang salah satu terbesar di dunia, serta energi surya dan angin yang berlimpah seharusnya menjadi modal besar untuk mencapai kemandirian energi.

Kaya Sumber Daya namun Krisis Energi

Namun, realitas di lapangan berbicara lain. Masih banyak daerah yang mengalami krisis listrik dan ketidakstabilan pasokan energi. Beberapa wilayah di Papua dan Nusa Tenggara, misalnya, masih mengalami pemadaman listrik berkepanjangan, sementara di sisi lain, Indonesia menjadi salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia.

Bagaimana mungkin negara yang kaya akan energi justru memiliki warganya yang hidup dalam keterbatasan akses terhadap listrik? Masalah ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga mencerminkan kelemahan dalam kebijakan tata kelola energi yang tidak berpihak pada pemerataan. 

Sebagian besar infrastruktur energi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara daerah-daerah lain tertinggal. Ketimpangan ini mencerminkan bagaimana sistem distribusi energi di Indonesia lebih banyak mengikuti kepentingan ekonomi, bukan kebutuhan rakyat secara merata.

Kalangan industri besar dan kawasan perkotaan mendapatkan akses energi yang lebih stabil, sementara daerah pelosok dibiarkan bergantung pada pembangkit listrik kecil yang sering kali tidak mencukupi.

Ketergantungan pada Energi Fosil

Eksploitasi energi fosil yang berlebihan juga menjadi salah satu ironi dalam tata kelola energi. Di tengah tren global yang mulai meninggalkan bahan bakar fosil, Indonesia justru masih bergantung pada batu bara dan minyak bumi sebagai sumber utama energi.

Padahal, dampak lingkungan dari eksploitasi ini sangat besar. Penambangan batu bara menyebabkan deforestasi, pencemaran air, dan merusak ekosistem. 

Pembakaran bahan bakar fosil juga menjadi penyumbang utama emisi karbon yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Lebih ironis lagi, pemerintah terus memberikan subsidi besar untuk bahan bakar fosil, sementara pengembangan energi terbarukan masih berjalan lambat.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah memang telah menunjukkan komitmen untuk transisi energi, tetapi realisasinya masih jauh dari harapan. Namun, target untuk mengurangi emisi karbon sering kali tidak selaras dengan kebijakan lain yang tetap mendukung pembangunan pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara.

Bahkan, di saat banyak negara mulai menutup PLTU mereka, Indonesia masih terus membangun yang baru. Kebijakan ini menunjukkan kontradiksi antara komitmen terhadap keberlanjutan dan kepentingan ekonomi jangka pendek.

Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak juga menjadi masalah serius. Meskipun memiliki cadangan minyak dan gas, produksi domestik terus menurun akibat kurangnya investasi dan eksplorasi baru.

Akibatnya, Indonesia harus mengimpor BBM dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan domestik. Ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia. 

Ketika harga minyak naik, subsidi BBM membengkak
dan membebani anggaran negara. Sementara itu, ketika harga turun, industri energi domestik mengalami tekanan. Ini adalah dilema yang terus berulang dan menunjukkan
bagaimana Indonesia belum mampu mencapai kemandirian energi yang seharusnya bisa diraih dengan potensi sumber daya yang ada.

Dominasi Swasta dalam Sektor Energi

Permasalahan lain yang tidak kalah penting adalah dominasi pihak swasta dalam sektor energi. Liberalisasi sektor energi yang semakin luas membuat banyak infrastruktur energi dikelola oleh korporasi besar.

Sementara itu, peran negara dalam mengendalikan harga dan distribusi energi semakin berkurang. Dalam banyak kasus, kepentingan bisnis lebih diutamakan dibandingkan kepentingan publik. 

Misalnya, harga listrik dan BBM sering kali lebih dipengaruhi oleh mekanisme pasar daripada kebijakan sosial yang pro-rakyat. Ini menyebabkan ketimpangan akses yang semakin lebar, di mana mereka yang mampu membayar lebih mendapatkan layanan energi yang lebih baik, sementara masyarakat miskin harus berjuang dengan harga yang tidak terjangkau.

Birokrasi yang Kompleks, Kebijakan yang Tumpang Tindih

Selain faktor ekonomi dan politik, birokrasi yang kompleks juga menjadi hambatan besar dalam tata kelola energi. Banyak kebijakan yang tumpang tindih dan tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah.

Misalnya, dalam pengembangan energi terbarukan, regulasi yang berbelit-belit sering kali membuat investor enggan untuk berinvestasi. Banyak proyek pembangkit listrik tenaga surya dan angin yang tersendat karena masalah perizinan dan kurangnya insentif dari pemerintah.

Padahal, dengan dukungan yang lebih kuat, energi terbarukan bisa menjadi solusi utama dalam mencapai ketahanan energi yang lebih berkelanjutan.

Untuk mengatasi berbagai ironi dalam tata kelola energi, diperlukan perubahan kebijakan yang lebih berani dan progresif.

  • Pertama, pemerintah harus mengalokasikan lebih banyak investasi dalam pengembangan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Ini tidak hanya penting untuk menjaga lingkungan, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan energi dalam jangka panjang. 
  • Kedua, kebijakan subsidi energi harus diarahkan secara lebih tepat sasaran. Daripada terus memberikan subsidi besar untuk BBM, lebih baik anggaran tersebut dialihkan untuk mendukung energi bersih dan pembangunan infrastruktur listrik di daerah terpencil.
  • Ketiga, reformasi birokrasi di sektor energi harus dilakukan agar regulasi lebih sederhana dan mendukung investasi dalam energi hijau. Proses perizinan untuk proyek energi terbarukan harus dipermudah, dan pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih menarik bagi investor.
  • Keempat, peran negara dalam pengelolaan energi harus diperkuat agar kepentingan publik lebih diutamakan dibandingkan kepentingan korporasi. Ini bisa dilakukan dengan memastikan bahwa kebijakan energi dibuat berdasarkan kepentingan jangka panjang, bukan hanya untuk menguntungkan kelompok tertentu dalam jangka pendek.

Yang tidak kalah penting adalah kesadaran masyarakat juga harus ditingkatkan agar lebih peduli terhadap isu energi dan lingkungan. Edukasi tentang efisiensi energi, penggunaan energi terbarukan, serta dampak dari ketergantungan pada bahan bakar fosil harus menjadi bagian dari kebijakan publik.

Mari Berpihak pada Keberlanjutan

Jika masyarakat lebih memahami pentingnya transisi energi, tekanan terhadap pemerintah untuk mengambil kebijakan yang lebih berpihak pada keberlanjutan juga akan semakin besar.

Ironi dalam tata kelola energi di Indonesia bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah. Dengan langkah-langkah yang tepat, negara ini bisa keluar dari paradoks antara kekayaan sumber daya dan krisis energi yang terus berulang.

Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk mengambil keputusan yang berpihak pada kepentingan jangka panjang, bukan hanya kepentingan ekonomi sesaat.

Jika tidak, Indonesia akan terus terjebak dalam siklus ketergantungan, eksploitasi berlebihan, dan ketimpangan akses energi yang semakin memperdalam ketidakadilan dalam masyarakat.

0
0
T.H. Hari Sucahyo ♥ Associate Writer

T.H. Hari Sucahyo ♥ Associate Writer

Author

Peminat Sosial Politik, Penggagas Center for Public Administration Studies (CPAS)

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post