Hotel Majapahit Surabaya: Antara Kenangan dan Misteri yang Terpendam

by Subroto ◆ Professional Writer | Jul 4, 2021 | Perjalanan/Pengalaman | 1 comment

Walaupun penyebaran wabah Covid-19 di berbagai wilayah masih membara, karena tugas negara terpaksa saya tetap lakukan perjalanan keluar kota. Kali ini saya mendapatkan tugas ke salah satu daerah yang tak mungkin terlupa: Jawa Timur dengan kota Surabaya-nya.  Tak terlupa bukan lantaran saya pernah ditempat-tugaskan selama dua tahun lamanya, hingga akhirnya punya besan di sana.

Namun lebih dari itu, Surabaya memang punya segudang cerita yang layak untuk diketahui. Kota ini dikenal sebagai rumah dari para warga dengan tipikal yang bertemperamen tegas. Surabaya bahkan merupakan salah satu kota dengan tonggak sejarah sebagai kota perjuangan dalam memperjuangkan kemerdekaan negeri ini.

Lantaran tempat acara kebetulan berada di pusat kota, sudah tentu rasa haus-kangen bisa terlampiaskan dengan melewati suasana kota dan keriuhannya. Namun, dalam kondisi mewabahnya virus seperti ini sungguh tak terasa, tampak sedikit kelengangan ketika menghabiskan malam.

Saya sempat tercenung saat mobil tumpangan saya melewati sebuah bangunan kokoh nan megah: Hotel Majapahit, Surabaya. Gedung hotel ini seolah melambaikan tangan menyapa agar sudi mampir kesana, berkenang-ria mengingatkan kembali sejarah masa silam kota pahlawan dengan kejayaannya.

Suasana Magis di Hotel Majapahit Surabaya

Saya jadi teringat beberapa waktu silam, pernah menginap di Hotel Majapahit untuk mengikuti acara yang ditugaskan dari kantor. Bangunan hotel bergaya art deco khas kolonial yang terjaga keasliannya itu justru menjadikannya hotel yang unik. Terasa suasana magis yang membius para tamu untuk kembali seolah menuju peristiwa masa lampau dengan kemegahannya.

Hotel berkamar 143 ruang ini memang terasa magis karena ragam pilar dan tiang-tiang berwarna putih dengan gaya art deco khas kolonial Belanda. Selain itu, terasa nyaman di dalamnya karena terhampar rerumputan hijau di halaman dalam dengan taman dan kursi besi berbagai ornamen tradisional yang selalu terjaga.

Pada dinding di lobi hotel tersebut terpampang berbagai foto masa silam. Kita akan dibuat seolah-olah masuk dalam periode ketika masih zaman penjajahan Belanda. Demikian pula berbagai ornamen atau barang-barang bersejarah.

Bahkan, ketika akan sarapan pagi di restoran kita akan disambut oleh para petugas berseragam zaman baheula. Sarapan disajikan dengan menggunakan berbagai peralatan saat makan pada zaman itu. Keasliannya pun masih terjaga.

Demikian pula ketika memasuki kamar penginapan, akan dijumpai ruangan dengan jendela besar dan penutupnya. Pintu kamar dibuat dari kayu jati dan bercorak warna putih. Kemudian, kita akan temui tempat tidur para pejabat zaman Belanda.

Beberapa ruangan tidur tersebut memiliki kelambu penutup agar terhindar dari gigitan genit sang nyamuk, walaupun sebenarnya di kamar itu telah dipasangi AC. Sebab, penggunaan kelambu putih pada zaman itu memang menjadi tradisi.

Entah karena terlalu sering melihat berbagai foto sejarah yang terpampang di dinding lobi hotel atau karena suasana kamar dengan ragam perabotan Belandanya, setiap malam saya merasa sering mendengar suara pesta pora dengan alunan musik kas Belanda.

Bebunyian ini berasal dari aula ruang rapat hotel, Saya bahkan sempat sekelebat melihat sosok para bangsawan Belanda bersama nyonyanya berjalan beriringan menyusuri lorong hotel menuju aula nan megah.

Bukannya ingin menakuti-nakuti, tapi ini justru menjadi keunikan dengan sensasi tersendiri. Mungkin itu pula daya tarik hotel ini bagi para wisatawan lokal dan mancanagera.

Tak Pernah Berganti Rupa, Namun Sering Berganti Nama

Hotel Majapahit sudah lama berdiri, tepatnya tahun 1910. Ia dibangun dan dikelola oleh seorang pebisnis hotel terkenal pada saat itu, berkebangsaan Armenia, Lucas Martin Sarkles. Lucas dan saudaranya juga mendirikan berbagai hotel mewah di Kawasan Asia Tenggara pada saat itu.

Oleh karenanya, jika kita mampir ke mancanegara akan ditemui hotel dengan bentuk bangunan serupa atau bisa dianggap saudaranya Hotel Majapahit, seperti Eastern dan Crag Hotel di Malaysia, Raffles Hotel di Singapura, termasuk Hotel Kartika Wijaya di Batu dan Hotel Niagara di Lawang, Malang. Semuanya merupakan hasil polesan Lucas Martin bersaudara.

Bentuk bangunan hotel yang kokoh itu memang patut diacungi jempol. Perbaikan-perbaikan yang selama ini dilakukan lebih banyak merestorasi daripada renovasi bangunan. Hingga kini tak banyak perubahan pada bentuk bangunannya.

Dalam perjalanan sejarah hotel dan pengelolaannya, Hotel Majapahit pun banyak berganti nama dan bisa dinobatkan sebagai “Hotel Saksi Sejarah”. Pada awal mula berdirinya saat penjajahan Belanda, Lucas Martin memberinya nama Hotel Oranje.

Ketika peralihan ke zaman pendudukan Jepang, hotel tersebut berganti nama menjadi Hotel Yamato. Lantas, ketika zaman perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan terjadi berbagai peristiwa dramatis, salah satunya perobekan bendera di hotel tersebut. Sebagai penanda, akhirnya hotel berganti nama menjadi Hotel Merdeka.

Kemudian saat pasca kemerdekaan, Lucas Martin kembali mengambil alih hotel tersebut dan mengganti Namanya menjadi LMS Hotel atau Lucas Martin Sarkies (LMS) Hotel. Namun di tahun 1969, kepemilikan hotel beralih  ke perusahaan Mantrust Holding Co berganti nama menjadi Hotel Majapahit.

Hotel tersebut pun sempat berganti nama lagi saat diambil-alih oleh Mandarin Oriental Hotel Group, menjadi Hotel Mandarin Oriental. Kemudian, pada tahun 2006 pengelolaan hotel beralih ke PT Sekman Wisata. Akhirnya, hotel ini kembali lagi menyandang nama Hotel Majapahit.

Saksi Sejarah, Hotel Selebritis di Zamannya

Hotel Majapahit nan megah memang menjadi saksi bisu sejarah di zaman kemerdekaan yang tak boleh dilupakan. Jika kita flash-back kembali, hotel tersebut merupakan salah satu bangunan landmark kota Surabaya. Bangunan legendaris (heritage) ini berlokasi di Jalan Tunjungan.

Hotel Majapahit yang banyak berganti nama sesuai lintasan sejarah merupakan saksi sejarah di negeri kita. Hotel ini pernah mengalami masa kejayaan sebagai hotel termegah pada masanya. Ketika diambil alih kembali oleh pemilik lama Lucas Martin dan saat peresmian lobi hotel di tahun 1936, banyak bertandang orang terkemuka dan selebritis untuk menginap di sana.

Di antaranya Leopold sang Putera Mahkota dari Belgia, Puteri Astrid dari negara Swedia, bahkan legendaris selebritis terkenal Charlie Chaplin pernah bertandang ke sana. Hotel Majapahit pun dianggap sebagai “Hotel Saksi Perjuangan”, karena saat jelang kemerdekaan hotel tersebut pernah dijadikan Pusat Komando Militer Belanda pada saat itu.

Sebulan pasca proklamasi kemerdekaan RI, terjadi sebuah peristiwa dramatis dan heroik di sekitar hotel ini. Hotel yang dijadikan pusat komando militer Belanda ini berhasil direbut, warna biru dari bendera Belanda yang berada di atap gedungnya pun dirobek hingga tersisa warna merah dan putih. Bendera merah putih Indonesia berkibar di atas tiang yang menjulang di hotel tersebut.

Sebagai saksi sejarah, kamar bernomor 33 pun hingga kini dinamakan Ruang Merdeka. Di ruang itu pula basis komando militer Belanda direbut oleh para pemuda Surabaya, diambil alih menjadi pusat komando militer Indonesia.

Bahkan, Menteri Luar Negeru Ruslan Abdul Gani pasca kemerdekaan melakukan rapat penting untuk membahas sejarah perebutan dan peristiwa perobekan bender aitu. Akhirnya, beliau membuat plakat khusus dan memberikan nama kamar Nomor 33 tersebut sebagau Kamar Merdeka, warisan sejarah bangsa.

Penutup

Lamunan ke masa silam pun saya harus akhiri. Taksi yang saya tumpangi sudah sampai di hotel lain tempat acara yang harus saya ikuti sesuai tugas dari kantor. Suasana lengang juga sungguh terasa di sana. Terlihat sinar mata petugas hotel begitu antusias melihat kedatangan saya dan peserta lain yang mulai berdatangan. Rupanya, hotel tersebut baru dibuka kembali setelah beberapa bulan harus ditutup sesuai kebijakan pemerintah kota Surabaya.

Wabah virus ini memang sudah membelenggu kita hampir dua tahun lamanya, cukup lama hingga kita berharap ia sirna agar dapat memulihkan kembali perekonomian masyarakat yang sempat ambruk. Saya cukup berempati dengan sulitnya pemerintah bersikap dengan kebijakan-kebijakannya, baik di pusat maupun daerah.

Bukan karena ingin melawan aturan dan kebijakan, tetapi ini menjadi dilema bagi kita semua. Perlu dipertimbangkan menjaga keseimbangan antara kesehatan keselamatan dan ekonomi. Pandemi memang menjadi masa sulit.

Oleh karena itu, mari sama-sama berpikir dan tidak saling menyalahkan. Sejatinya kita sudah berusaha. Untuk memberantas wabah, bantuan pelayanan kesehatan maupun vaksin sudah menguras sebagian uang negara yang seharusnya dapat digelontorkan dalam berbagai program dan proyek pemerintah lainnya. Program-program untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Hanya saja perlu dipahami bahwa negara pun tak akan mampu pada masa saat ini untuk melakukan kebijakan lock-down secara total. Begitu banyak masyarakat yang berusaha atau berbisnis khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah atau pekerja harian yang terdampak akibat lock-down.

Mereka harus bekerja lebih dahulu untuk mendapatkan uang agar bisa makan karena tidak semua orang memiliki simpanan atau tabungan.  Yang penting dan menjadi fokus kita pada saat ini, untuk tetap disiplin diri dan tidak mengabaikan protokol kesehatan dalam situasi dan aktivitas apapun.

Semoga masa sulit ini lekas berakhir, sehingga Hotel Majapahit dan destinasi wisata sejarah lainnya tidak lagi kesepian. Semoga perekonomian Indonesia segera bangkit. Tidak hanya pemerintah, tapi semua warga negara harus berjuang melewati pandemi. Bersama, kita pasti bisa.

Referensi:

Diptya, 5 Fakta Sejarah Unik Hotel Majapahit Surabaya Pernah Disinggahi Charlie Chaplin, travelingyuk.com, 14 Desember 2014

5
0
Subroto ◆ Professional Writer

Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Bro. Hobinya menulis secara otodidak mengenai permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan, dan korupsi. Pernah menerbitkan buku koleksi pribadi "Artikel ringan Cakbro: Sekitar Tata Kelola Organisasi" dan "Bunga Rampai SPIP".

E-mail: [email protected] Blogger: Cakbro. Blogspot.com

Subroto ◆ Professional Writer

Subroto ◆ Professional Writer

Author

Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Bro. Hobinya menulis secara otodidak mengenai permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan, dan korupsi. Pernah menerbitkan buku koleksi pribadi "Artikel ringan Cakbro: Sekitar Tata Kelola Organisasi" dan "Bunga Rampai SPIP". E-mail: [email protected] Blogger: Cakbro. Blogspot.com

1 Comment

  1. Avatar

    Terima kasih Cak Bro, saya baru pulang dari Sby dan menginap disini 3 malan

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post