Boleh dibilang, pandemi COVID-19 telah meluluhlantakkan seluruh sendi-sendi kehidupan manusia tak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Kita hampir kehilangan seluruh aspek sosial yang kita miliki. Salah satu yang jelas kelihatan, teknologi transportasi antarwilayah yang canggih sekalipun kini hampir tak bisa dipergunakan.
Wabah ini memang dilaporkan berawal dari kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada Januari 2020 dengan korban 3 orang tewas, setelah menderita pneumonia yang disebabkan oleh virus corona. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, COVID-19 pun menyebar ke seluruh dunia. Adapun negara yang paling banyak terpapar covid-19 adalah Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Prancis, dan Jerman.
Sampai dengan Rabu 27 Mei 2020 secara global telah terkonfirmasi sebanyak 5.676.415 kasus. Pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 2.426.044 dan yang meninggal sebanyak 352.590 orang. Di Indonesia sendiri sampai dengan Rabu 27 Mei 2020 kasus positif COVID-19 telah mencapai 23.851 orang, yang dinyatakan sembuh sebanyak 6.057 orang dan yang meninggal sebanyak 1.473 orang. Belum ada tanda-tanda akan terjadi pengurangan yang signifikan.
Di banyak negara telah dilakukan lockdown dan telah memberikan hasil penurunan kasus. Namun, ketika lockdown dilonggarkan ternyata jumlah pasien positif COVID-19 meningkat lagi. Adapun di Indonesia telah diberlakukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di beberapa kota dan provinsi, seperti DKI Jakarta, Sumatera Barat, daerah Jabodetabek, Jawa Barat, Pekan Baru, Makassar, Tangerang Selatan, Tegal, dan lain-lain.
PSBB ini di satu sisi bisa mengurangi penyebaran COVID-19 secara signifikan, tetapi secara ekonomi berdampak pada kehidupan masyarakat. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat justru tercipta akibat berinteraksi dengan orang banyak. Sehingga pembatasan sosial justru melemahkan aktivitas perekonomian, tentu saja menurunkan penghasilan.
Sedangkan bantuan sosial yang diberikan oleh Pemerintah sebesar Rp. 600 ribu perorang perbulan di samping tidak memenuhi standar hidup yang apabila dibagi perhari hanya Rp. 20 ribu, juga sangat menguras keuangan Negara. Walaupun realokasi dan refocussing anggaran Negara, daerah, serta desa telah dilakukan, tetapi beban bagi keuangan negara ini masih terlalu berat.
Menjelang berakhirnya masa tanggap darurat bencana COVID-19 pada tanggal 29 Mei 2019, bahkan belum ada tanda-tanda yang menggembirakan tentang kemungkinan berakhirnya pandemi itu di negeri ini. Justru yang terlihat adanya koordinasi yang tidak sinkron baik antarlembaga negara maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Banyak kebijakan peraturan yang membuat masyarakat menjadi bingung.
Belum lagi faktor stress yang dialami oleh petugas medis dan petugas keamanan akibat lemahnya kesadaran masyarakat. Yang lebih berbahaya lagi adalah pasien yang berbohong yang bisa membuat terancam seluruh tenaga medis yang menanganinya dan telah terjadi di beberapa tempat. Intinya, kita belum cukup mendapatkan kabar baik soal mengatasi bencana ini.
Adalah dr Theresia Monica R, Sp.AN, KIC, MSi., seorang ahli genetika dan biologi molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha yang menyampaikan usulan tentang terapi plasma konvalesen untuk mengobati pasien positif COVID-19 beberapa waktu yang lalu.
Setelah mendapat persetujuan langsung dari Presiden Jokowi maka RSPAD Gatot Subroto dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di bawah Kementerian Riset dan Teknologi melakukan penelitian tentang terapi plasma konvalesen tersebut.
Ada harapan besar tertumpu pada terapi plasma konvalesen ini. Terapi plasma konvalesen berupa pemberian plasma dari donor pasien COVID-19 yang telah sembuh kepada pasien yang masih positif COVID-19. Antibodi yang terkandung dalam plasma tersebut diberikan kepada pasien COVID-19. Secara alami tubuh akan menghasilkan antibodi setiap kali tubuh diserang mikroorganisme seperti virus.
Antibodi yang terdapat pada plasma darah pasien COVID-19 yang sudah sembuh akan membantu pasien untuk mengatasi virus corona yang menyerangnya. Jenis terapi ini sebelumnya sudah diterapkan dalam mengatasi penyakit akibat virus lainnya seperti flu spanyol, SARS, dan virus ebola.
Untuk saat ini, terapi masih dalam skala terbatas yaitu pada pasien kondisi berat dan kondisi kritis. Pemberian terapi dianjurkan diberikan lebih awal untuk meningkatkan harapan kesembuhan pasien. Bila pasien sudah menunjukkan gejala sesak nafas agar segera diberikan terapi plasma konvalesen. Di samping untuk pengobatan pasien juga untuk lebih menghemat biaya dan waktu perawatan. Prosesnya relatif mudah dan cepat, sama seperti transfusi darah.
Pada saat ini pengujian masih dalam skala terbatas yaitu pada pasien kondisi berat di RSPAD Gatot Subroto dan RSCM. Kita sangat berharap akan keberhasilan dari pengujian skala terbatas ini. Apabila pengujian skala terbatas ini memberikan hasil yang baik dan sesuai harapan maka kemungkinan besar pengujian akan dilakukan dalam skala yang lebih luas.
Skala yang lebih luas ini kita harapkan bisa diterapkan pada semua RSU rujukan COVID-19. Apabila pengujian skala yang lebih luas ini memberikan hasil yang baik dan sesuai harapan maka kita harapkan penerapannya bisa dilakukan di seluruh RSU di seluruh Indonesia, baik pada RSU Pemerintah maupun swasta.
Menurut data, pasien sembuh dari COVID-19 sudah mencapai 3.000 orang. Kita harapkan sebagian besar dari mereka bisa menjadi donor plasma konvalesen. Kita juga mengharapkan nantinya penerapan terapi plasma konvalesen tidak hanya kepada pasien berat COVID-19 tapi juga bisa diberikan kepada pasien COVID-19 yang sedang atau ringan. Untuk jangka panjang bisa menghasilkan vaksin yang bisa diberikan sedini mungkin kepada semua orang.
Tentunya keberhasilan penerapan terapi plasma konvalesen ini harus mendapat dukungan semua pihak, terutama perusahaan dan industri. Nantinya, penerapan dalam skala yang lebih luas akan membutuhkan biaya yang sangat banyak. Bantuan dari sektor industri ini sangat penting untuk menyokong produksi massal, yang pada akhirnya mengimbangi pertumbuhan pasien terjangkit COVID-19.
Jika kondisi pandemi telah membaik berkat keberhasilan penggunaan plasma konvalesen, maka kita semua termasuk sektor industri bisa beroperasi seperti sedia kala. Kita juga mengharapkan seluruh instansi bidang kesehatan bisa bahu membahu dan bisa menghilangkan ego sektoral yang seringkali muncul dan menghambat keberhasilan kerjasama tim.
Dukungan penuh Presiden tentunya harus menjadi jaminan utama akan keberhasilan penerapan terapi plasma konvalesen dalam mengatasi wabah COVID-19. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi kita sudah bisa hidup normal kembali. Jangan berhenti untuk berusaha dan berharap untuk #IndonesiaBisaLawanCorona.
Semoga.
Penulis adalah alumni Teknik Mesin ITS Surabaya. Saat ini menjabat sebagai Pelaksana Tugas Inspektur Daerah Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Pernah menjadi Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja pada Dinas Tenaga Kerja periode 2018-2019, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah periode 2015-2018, dan Kepala Bidang Pembinaan Jasa Konstruksi Dinas PU periode 2014-2015. Penulis adalah pengasuh blog www.selamatkanreformasiindonesia.com.
0 Comments