Generasi ASN Kritis di Pusaran Birokrat Zona Nyaman

by | Oct 20, 2023 | Birokrasi Berdaya | 7 comments

silhouette photo of people

Aparatur Sipil Negara (ASN) muda dengan seluruh nalar kritis dan idealismenya memiliki potensi besar dalam mendorong keberhasilan reformasi birokrasi di Indonesia. 

Sayangnya, potensi besar tersebut kerap dikaburkan oleh praktik “main aman” dan “jalan di tempat” yang disutradarai para birokrat bebal. 

Meski demikian, para abdi negara muda sendiri terkadang tidak menyadari bahwa mereka memiliki segala hal yang dibutuhkan untuk meruntuhkan dominasi birokrat zona nyaman.

ASN 4.0

Sejumlah pandangan menilai Generasi Milenial dan Gen. Z cenderung lebih kritis, dinamis dan terbuka pada perubahan cepat yang berlangsung di sekitarnya dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. 

Bertumbuh seiringan dengan kemajuan teknologi yang pesat, generasi ini merasa lebih nyaman bekerja di lingkungan yang mengandalkan teknologi-teknologi canggih dan terbaru

Dalam pandangan mereka, kriteria pekerjaan yang mereka impikan akan sulit untuk tercapai jika memilih untuk bergabung dengan korps ASN. 

Premis di atas bukan tanpa dasar, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Riset Kolaborasi terhadap 400 responden usia produktif (usia 20-39 tahun) di 7 (tujuh) kota besar di Indonesia menunjukan bahwa, sebanyak 58,3 persen responden memilih untuk menjadi pengusaha atau pebisnis sebagai profesi untuk memperoleh penghasilan dan penghidupan. 

Selanjutnya disusul oleh 16,3 persen responden memilih menjadi investor. Sementara itu, yang berminat untuk menjadi ASN/Pegawai BUMN ada di posisi ketiga dengan hanya mewakili 13,5 persen responden. 

Rendahnya minat generasi muda untuk terjun menjadi ASN juga berbanding lurus dengan jumlah peserta rekrutmen CPNS tahun 2021 yang mengalami penurunan dibanding dengan tahun sebelumnya yakni sebanyak 4.195.837 pelamar.

Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan rekrutmen CPNS tahun 2019 yang mencapai 5.056.585 pelamar.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi pilihan dan pandangan generasi muda untuk berkarir sebagai ASN. 

Dimulai dari idealisme anak muda yang tinggi berkaitan dengan pekerjaan, sikap mereka yang menyukai iklim pekerjaan yang dinamis dan adaptif, hingga bentuk komunikasi kerja di lingkungan ASN yang dianggap tertutup, otoriter serta serba hirarkis

Lalu bagaimana dengan generasi muda yang telah terlanjur bergabung dan mengabdikan dirinya sebagai ASN di seluruh penjuru negeri ini? 

Apakah artinya tidak ada tempat bagi mereka untuk mempertahankan idealisme dan sikap kritis mereka? 

Atau mungkinkah yang disampaikan oleh Tan Malaka bahwasannya, “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda” adalah pengecualian jika pemuda tersebut adalah seorang ASN?

ASN harus Kritis?

Secara umum, ASN tidak hanya diperkenankan, namun juga diharuskan untuk berpikir dan bersikap kritis. 

Hal tersebut dapat terlihat dari nilai-nilai dasar atau core value ASN yaitu BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif). 

Misalnya dalam pengejawantahan pedoman perilaku nilai Adaptif, ASN dituntut untuk mampu bersikap kritis dalam menghadapi permasalahan yang terjadi di masa yang akan datang. 

Selain itu, setiap menghadapi fenomena-fenomena sosial seperti musim politik, berita hoaks dan perubahan teknologi, ASN selalu diminta untuk bersikap kritis dalam menyikapi kondisi-kondisi tersebut. 

Meskipun contoh-contoh di atas masih menjadi bagian dari sikap kritis terhadap fenomena di luar instansi (eksternal), namun tidak menutup kemungkinan sikap ini dapat diterapkan secara internal.

Sebagai contoh ketika ASN dituntut untuk menghasilkan suatu inovasi yang bersifat reformatif, sudah pasti kemampuan berpikir kritis (critical thinking) digunakan untuk menganalisis permasalahan dan tantangan yang ada. 

Kemudian, dalam sektor pelayanan publik, sikap kritis yang dimiliki ASN akan sangat bermanfaat dalam proses evaluasi penerapan kebijakan internal, khususnya yang relevan terhadap kebutuhan masyarakat.

Tidak hanya bagi ASN yang berperan sebagai pelaksana, dalam ranah pimpinan sekalipun, sikap kritis bermanfaat dalam memilah-milah informasi, saran, kritik dan masukan yang diperoleh untuk kemudian ditelaah serta dianalisis dalam rangka mencari solusi terhadap suatu permasalahan yang ada. 

Artinya sikap kritis memiliki hubungan timbal balik atau dua arah yang berdampak positif terhadap kinerja organisasi baik dari atas ke bawah (top to bottom), maupun sebaliknya (bottom to top).

Kekritisan dan Manfaatnya

Iklim birokrasi yang responsif dan terbuka terhadap kritik baik eksternal maupun internal telah terbukti bermanfaat terhadap kualitas kinerja yang dihasilkan. 

Meskipun hierarki birokrasi nyata adanya dan merupakan suatu keniscayaan, namun hal tersebut tidak menjadi halangan bagi ASN untuk menyampaikan pandangan, kritik dan saran baik secara horizontal maupun vertikal. 

Khususnya bagi Generasi Milenial dan Gen Z yang memiliki karakteristik mudah beradaptasi dengan pembaharuan dan daya jelajah Teknologi Informasi (TI) yang tinggi. 

Perspektif yang mereka miliki dapat bermanfaat untuk memberikan perubahan signifikan terhadap tata kelola birokrasi, maupun sebagai pengingat jika langkah-langkah yang diambil organisasi telah keluar dari ketentuan yang ada.

Sikap dan kemampuan berpikir kritis tidak hanya menjadi modal awal untuk melakukan perubahan, namun juga menjadi mekanisme penyelesaian masalah (problem solving) yang efektif. 

Meski demikian, permasalahan yang dihadapi oleh para ASN kritis dan inovatif ini tidak hanya berasal dari luar, namun juga datang dari dalam institusi. Khususnya, ketika berhadapan dengan sistem birokrasi yang bersikap resisten terhadap kritik dan transformasi yang diupayakan oleh para ASN muda.

Dominasi Birokrat Zona Nyaman 

Tidak dapat dipungkiri, salah satu hambatan utama dalam reformasi birokrasi adalah keberadaan sistem tata kelola birokrasi yang enggan melakukan perubahan dan selalu resisten terhadap arus pembaharuan yang telah ditentukan

Dalam sistem birokrasi tersebut, kondisi yang ada saat ini sudah dianggap sempurna dan harus dipertahankan status quo-nya. 

Birokrasi model ini biasanya dihuni oleh birokrat-birokrat status quo yang sudah berada di zona nyaman terlalu lama dan senantiasa menggalang kekuatan untuk melakukan perlawanan terhadap perubahan-perubahan yang ada. 

Bagi mereka, perubahan dan reformasi birokrasi merupakan upaya subversif terhadap sistem yang sudah ada, dan ASN yang mencoba melaksanakannya akan dianggap sebagai kaum-kaum “pemberontak”.

Ketika berhadapan dengan kondisi ini, ASN muda biasanya akan dihadapkan pada dua pilihan utama. 

  • Pertama, segera menggadaikan idealisme dan integritasnya untuk satu tempat di sistem kuno yang sudah usang. 
  • Kedua, berkompromi dengan hanya menjalankan perubahan sebatas pada apa yang diminta saja, atau istilah lainnya cukup menjadi ASN yang reaktif, tidak perlu bersikap konstruktif, apalagi inovatif. 

Padahal, dalam semangat reformasi birokrasi, ASN muda digadang-gadang sebagai pionir pembaharuan dan agen perubahan yang mampu menggetarkan singgasana para birokrat status quo tersebut.

Lebih jauh lagi, ketidakmampuan ASN untuk menjalankan amanat reformasi birokrasi dan mengimplementasikan nilai-nilai BerAKHLAK, tidak hanya menghambat kinerja sistem, namun juga merugikan hak-hak masyarakat luas yang menggantungkan nasibnya pada setiap pergerakan roda birokrasi. 

Semakin lamanya suatu birokrasi bertransformasi mengikuti arah pembaharuan yang telah ditentukan, maka semakin panjang pula masa tunggu masyarakat untuk memperoleh buah dari pohon reformasi birokrasi yang telah lama ditanam. 

Ketika kondisi ini sudah di depan mata, maka sudah sepatutnya para generasi muda yang bersungguh-sungguh untuk melayani negara ini dengan tulus memilih opsi ketiga, yakni tetap pada pendiriannya, kritis, berintegritas dan tidak gentar menentang status quo

Melawan Arus

Pilihan untuk melakukan perubahan dan pembaharuan selalu menawarkan keadaan yang tidak pasti, rumit dan dilematis. 

Apalagi, jika eksekutor dari gagasan tersebut adalah para ASN muda yang harus berhadapan dengan perlawanan dari birokrat-birokrat bebal penghuni zona nyaman. 

Meski demikian, menjalankan gagasan-gagasan kritis,
reformatif dan konstruktif bukanlah hal yang mustahil sama sekali.
Ada beberapa kiat-kiat sederhana yang dapat dilakukan oleh para ASN muda untuk menjembatani permasalahan tersebut.

Pertama, ASN muda harus memahami regulasi-regulasi dasar maupun petunjuk teknis terkait dengan tata kelola birokrasi di instansi masing-masing. 

Pengetahuan akan aturan-aturan ini menjadi modal awal untuk melakukan perubahan yang sistematis dan konstruktif. 

Tanpa memahami baik-baik seluk beluk aturan yang berlaku, gagasan dan kritik sebaik apapun akan dengan mudah dipatahkan oleh argumentasi yang mempertanyakan dasar hukum dilaksanakannya ide-ide reformatif tersebut. 

Selain itu, pengetahuan akan aturan-aturan internal juga bermanfaat dalam menentukan ide inovatif apa yang dibutuhkan oleh instansi saat ini, mengingat tidak seluruh gagasan inovatif relevan dengan kebutuhan dan karakteristik instansi.

Kedua, gagasan kreatif dan inovatif yang dihasilkan harus berorientasi pada aspek keberlanjutan (sustainability). 

Hal ini tidak dapat dikesampingkan karena birokrasi yang sehat menghendaki gagasan yang dapat dipakai dalam jangka waktu panjang, bukan sebatas tindak lanjut temporer atas pemenuhan kebutuhan yang ada atau istilah lainnya “inovasi reaktif”. 

Biasanya inovasi-inovasi model seperti ini baru akan muncul ketika adanya perintah dari pimpinan atau temuan dari hasil pengawasan, sehingga esensinya bukan untuk memberikan manfaat bagi satuan kerja terlebih masyarakat, namun hanya sebatas untuk menghilangkan kewajiban birokratif saja. 

Alhasil, inovasi yang dihasilkan pun hanya sebatas laporan-laporan tertulis yang disertai foto dokumentasi. 

Hal-hal seperti ini dapat diminimalisir dengan mengedepankan aspek keberlanjutan karena hasil akhir yang dihasilkan akan terus mengalami peningkatan dan pembelajaran untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi yang diinginkan.

Ketiga, berani menyampaikan kritik dan saran yang konstruktif terhadap kebijakan internal instansi. 

Seperti yang sudah disampaikan pada bagian sebelumnya, salah satu modal utama yang dimiliki para abdi negara muda adalah kemampuan berpikir kritis, terbuka dan responsif. 

Dengan memanfaatkan forum-forum internal seperti rapat atau diskusi, ASN muda dapat menuangkan gagasan-gagasan kreatif yang dapat memecah kebuntuan birokrasi dan meningkatkan efektivitas pelayanan publik. 

Tidak hanya di ranah perencanaan, para abdi negara muda juga dapat membantu proses monitoring dan evaluasi internal dengan mengoreksi implementasi kebijakan di ranah teknis.

Pada tahapan ini mereka harus berani menyampaikan fakta sebenar-benarnya dengan tetap mendasar pada aturan dan regulasi yang ada. 

Soal apakah kemudian saran dan kritik tersebut ditindaklanjuti oleh pimpinan dan pejabat terkait bukanlah persoalan yang harus dipikirkan para generasi kritis ini, pada intinya adalah “sampaikanlah kebenaran sekalipun itu pahit”. 

Pada akhirnya, keberhasilan upaya-upaya di atas akan sangat bergantung pada kemampuan ASN untuk konsisten dengan sikap integritas dan nilai BerAKHKLAK-nya. 

Dengan mengintegrasikan potensi yang telah dimiliki dan nilai-nilai tersebut maka ASN muda tidak hanya menjadi pengamat di pinggir lapangan, namun juga roda penggerak atau bahkan juru kemudi reformasi birokrasi di instansi masing-masing.

8
0
Josua Navirio Pardede ♥ Associate Writer

Josua Navirio Pardede ♥ Associate Writer

Author

Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dan Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada. Sekarang bekerja sebagai PNS Analis Perkara Peradilan di Kepaniteraan Pidana Pengadilan Negeri Bulukumba Kelas IB.

7 Comments

  1. Subroto

    Terima kasih atas artikelnya yang bisa memberikan pandangan baru bagi saya kaum kolonial. Mungkin yang harus disadari keduanya adalah kaum milenial miskin pengalaman dan kaum kolonial miskin pengetahuan.
    Kaum tua tak mesti harus belajar banyak mengenai kecanggihan teknologi yang berbeda dengan jamannya, cukup sedikit memahami sebagai dasar mengarahkan kaum muda. Kaum muda juga tak mesti bersombong diri atau merendahkan karena tidak memahami apa yang seharusnya dilakuakn oleh kaum tua, dengan sedikit bersabar untuk menjelaskan maksud dan tujuannya.
    Jika keduanya mau berbagi dan bekerjasama serta mengurangi ke-egoannya, maka semua hambatan dapat di atasi. Kritikan atau saran mungkin terkait cara dalam penyampaian. Jika kaum tua memahami bahwa sikap anak muda tak seperti jamannya dan mengabaikan (bersabar) tuk menerima, sebaliknya kaum muda tuk memahami dan bersabar diri menjelaskannya, maka hubungan komunikasi akan berjalan dengan lancar.

    Reply
  2. Avatar

    Smngat untuk para ASN, kritis bkan malawan tpi memperbaiki sistem. bukan hanya berpikir kritis tpi juga hrus mempunyai keberanian diri menyampaikan isi pikirannya yg bertentangan untuk mngubah sistem di instansi yg brjalan tdk sebagaimana mestinya. Terimakasih kpda pnulis sdah memotivasi dan mmbrikan kiat2 kritis. Kluar dari birokrat zona nyaman. Keren👍

    Reply
  3. Avatar

    Semangat untuk para ASN jngan takut untuk lebih berpikir kritis, kritis bukan brrti mncari2 kesalahan tpi sebagai salah satu langkah untuk mmprbaiki sistem di satker atau instansi masing2

    Reply
  4. Avatar

    Butuh pikiran terbuka dan hrus ada semangat memajukan instansinya buat para ASN yg berani mengkritik

    Reply
  5. Avatar

    Sangat setuju dng beroerientasi sustainability, krn inovasi, ide kreatif maupun gagasan selama ini hanya bersifat temporary, hanya untuk memenuhi sebuah persyaratan atau hanya memuaskan pimpinan semata. Sehingga terkesan ABS (Asal Bapak Senang)

    Reply
  6. Avatar

    👍

    Reply
    • Avatar

      Good bro

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post