Konsep omnibus law menjadi perhatian sekaligus menjadi proyek yang ambisius dengan menawarkan strategi untuk menyederhanakan regulasi di Indonesia. Undang-undang yang “berlaku untuk semua” ini mengamandemen 76 undang-undang lintas sektoral, yang karenanya mengharuskan pemerintah melakukan proses harmonisasi dan sinkronisasi undang-undang yang ada –selain membuat peraturan baru berupa peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri.
Namun, timbul diskursus mengapa konsep Omnibus law itu dipilih sebagai strategi pemerintah untuk mengatasi hambatan lajunya perekonomian dan apakah Omnibus law bisa menjadi strategi yang tepat untuk mengatasi masalah regulasi di Indonesia. Berikut ini akan saya jabarkan apa saja yang menjadi titik unggul dan titik kelemahannya menurut data pendukung.
1) Titik Unggul Omnibus law
Omnibus Sebagai Strategi Penyederhanaan Regulasi
Masalah hiper regulasi di Indonesia sudah telah dimunculkan oleh berbagai penelitian termasuk dampaknya terhadap peraturan yang tumpang tindih. Menurut Indeks Kualitas Regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, posisi Indonesia selama 1966 -2017 telah selalu menduduki peringkat 92 dari 193 negara.
Kondisi hiper regulasi menyebabkan Indonesia sulit untuk menangani masalah hukum yang tumpang tindih. Inkonsistensi dan ketidakharmonisan yang disebabkan oleh regulasi yang berlebihan menjadi salah satu faktor utama penghambat daya saing Indonesia.
Hal ini karena, menurut Bank Dunia dari data Ricca (2020) https://www.atlantis-press.com/proceedings/icleh-20/125940581, Indonesia memiliki multi-layered prosedur, setidaknya 10 tahap dengan perkiraan 19,6 hari. Ini menempatkan Indonesia di peringkat 73 dari 190 negara dengan mudah bisnis dan peringkat ke-50 sebagai negara kompetitif, atau turun ke posisi kelima pada tahun 2018.
Tantangan pembangunan lainnya di era masyarakat digital dan era ketidakpercayaan menuntut negara untuk bersiap menghadapi kualitas sumber daya manusia, produktivitas, inovasi dan kesiapan daya saing. Jika dijabarkan, tantangan yang akan dihadapi Indonesia yaitu perkembangan internet dan penggunaan digital teknologi di Indonesia, banyaknya usia produktif populasinya mencapai 68% atau setara dengan 200 juta orang pada tahun 2030.
Omnibus dipilih sebagai strategi untuk mengatasi tantangan dan kendala regulasi di Indonesia, karena diyakini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan penerapan konsep omnibus law yang digunakan oleh beberapa orang negara, antara lain:
- Mengatasi publik vertikal dan horizontal serta konflik kebijakan secara efektif dan efisien;
- Harmonisasi kebijakan pemerintah, baik pada tingkat pusat dan daerah;
- Lebih menyederhanakan proses perizinan terintegrasi dan efektif;
- Memutus rantai birokrasi yang berbelit-belit;
- Meningkatkan koordinasi yang terkait antarlembaga karena diatur dalam sebuah kebijakan terintegrasi;
- Memberikan jaminan kepastian hukum; dan
- Perlindungan bagi pembuat kebijakan.
Akselerasi Birokrasi
Di balik banyaknya kontraversi, setidaknya ada tujuh langkah reformasi yang dilakukan pemerintah dan berhasil mendongkrak peringkat kemudahan berusaha. Langkah ini membuat peringkat dunia Indonesia naik 15 peringkat ke posisi 91 tahun ini.
Tujuh reformasi usaha yang dilakukan Indonesia itu meliputi kemudahan memulai usaha, memperoleh sambungan listrik, dan pendaftaran properti. Selain itu langkah reformasi juga dilakukan saat memperoleh pinjaman, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, dan penegakan kontrak.
Saat ini rata-rata di Indonesia, hanya diperlukan 58 hari bagi sebuah usaha untuk memperoleh sambungan listrik, dibandingkan tahun lalu yaitu 79 hari. Beberapa reformasi lainnya dalam satu tahun terakhir, terlihat dalam upaya mendorong penggunaan sistem online.
Komunitas usaha global serta pengusaha lokal akan lebih terdorong dengan semakin mudahnya proses menjalankan usaha di berbagai bidang. Kekuatan lain yang dimiliki omnibus law ini lebih kepada lingkungan yang disukai investor asing karena lingkungan bisnis mereka yang berbiaya rendah.
Ditambah lagi dari pelonggaran peraturan ketenagakerjaan dan bisnis Indonesia yang drastis meskipun Indonesia perlu terus fokus memastikan keunggulan kompetitifnya di antara negara lain.
Omnibus lebih dipilih dibanding reformasi ekonomi dan kelembagaan yang justru akan memakan waktu cukup lama untuk terwujud, penyederhanaan proses investasi serta pengurusan perizinan yang tidak merepotkan bagi investor asing bisa menjadi keunggulan.
Omnibus sebagai UU payung
Persoalan yang akan muncul adalah mengenai kedudukan UU hasil omnibus law ini. Secara teori perundang-undangan di Indonesia, kedudukan UU dari konsep omnibus law belum diatur.
Jika melihat sistem perundang-undangan di Indonesia, UU hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai UU Payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain. Tetapi, Indonesia justru tidak menganut UU Payung karena posisi seluruh UU adalah sama.
Hanya saja menurut Jimmy (2020) dalam Omnibus law menjadi persoalan secara teori peraturan perundang-undangan mengenai kedudukannya, sehingga kedudukannya yang diberikan legitimasi dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus direvisi.
Jikapun tidak dilakukan revisi terhadap UU No. 12 Tahun 2011, harus dilihat juga bagaimana isi ketentuan di dalam UU Payung tersebut, apakah bersifat umum atau detail seperti UU biasa. Jika bersifat umum, maka tidak semua ketentuan yang dicabut melainkan hanya yang bertentangan saja.
Tetapi jika ketentuannya umum, akan menjadi soal jika dibenturkan dengan asas lex spesialis derogat legi generalis (aturan yang khusus mengesampingkan aturan yang umum). Oleh sebab itu, harus diatur dalam hierarki perundang-undangan perihal kedudukannya.
Kemudian juga dipahami bahwa terdapat keinginan kuat dari pusat terhadap peningkatan investasi, tapi bagaimanapun ada investasi tertentu yang tidak bisa diterima oleh daerah karena dianggap dapat memudarkan nilai kultural masyarakat setempat.
2) Titik Kelemahan Omnibus law
Omnibus dalam Sistem Regulasi Indonesia
Dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh omnibus law untuk mengatasi rintangan dan menghadapi tantangan di Indonesia, muncul perdebatan soal kesesuaian sistem hukum undang-undang di Indonesia. Omnibus law diyakini bisa menjadi sesuatu yang bisa memecahkan masalah regulasi, yaitu hyper dan overlapping.
Namun, dalam implementasinya harmonisasi ini tidak lagi dianggap strategi yang mampu untuk memecahkan masalah. Banyak sumber daya baik dari tenaga, biaya, dan dan waktu yang diperlukan untuk menyelaraskan semua fokus substansi Omnibus law.
Selama ini omnibus law adalah hal yang biasa digunakan di negara-negara yang mengadopsi common law. Secara konseptual, omnibus law merupakan istilah yang diterapkan di negara-negara yang memiliki sistem hukum common law (Anglo Saxon) seperti Amerika Serikat.
Sementara itu, negara Indonesia sendiri menganut sistem hukum civil law, sehingga istilah omnibus law ini relatif asing dalam sistem hukum negara Indonesia. Selain common law, omnibus juga merupakan hukum yang dihasilkan oleh sistem parlementer, sehingga yang memiliki kekuatan untuk membentuk hukum adalah parlemen.
Presiden hanya pemegang hak veto untuk meneruskan atau tidak Rancangan Undang-undang tersebut. Dengan sistem parlementer seperti ini hukum dapat dibuat tanpa melibatkan publik.
Sinkronisasi peraturan secara massif
Masalah lainnya, omnibus law jarang memberikan hasil nyata dalam menyederhanakan proses legislasi. Hal yang akan dihadapi kedepan adalah UU Cipta Kerja mengamanatkan ratusan ketentuan untuk diatur lebih lanjut oleh puluhan peraturan bawahan yang belum diterbitkan.
Dengan menjalankan omnibus law, semua regulasi akan direviu terhadap regulasi atau undang-undang di atasnya jika terjadi inkonsistensi. Omnibus law akan memiliki tantangan tersendiri, di antaranya tentang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang familiar dengan implementasi regulasi dan regulasi teknis pelaksanaan.
Omnibus law akan memiliki peraturan pelaksanaan dan regulasi teknis, yang artinya tidak akan secara signifikan mengurangi jumlah undang-undang dan peraturan di Indonesia.
Permasalahan lain muncul mengingat RUU omnibus law ini juga akan diimplementasikan di daerah. Kondisi ini menunjukkan bahwa omnibus law sebagai salah satu strategi harus ditata ulang dalam sistem hukum di Indonesia.
Peraturan atau ketetapan, yang secara hierarkis ditempatkan di bawah Omnibus law, terhitung setidaknya ada 39 peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Peraturan ini baru akan disusun dan disahkan dalam waktu tiga bulan setelah berlakunya Omnibus law.
Dampak Lingkungan
Di sektor lingkungan hidup, RUU Cipta Kerja menimbulkan problema regulasi lingkungan hidup. Persyaratan ketat tentang “izin lingkungan” yang merupakan “roh”, “nadi” atau “jantung” UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan (UUPPLH) kemudian dicabut oleh RUU Cipta Kerja.
Dikutip dari BBC News, secara terpisah 35 perusahaan investasi yang mengelola total $ 4,1 triliun dalam bentuk aset menulis surat kepada pemerintah Indonesia, menyampaikan masalah lingkungan. Pada salah satu surat itu, perusahaan mengatakan RUU tersebut dapat berdampak serius, “mempengaruhi daya tarik pasar Indonesia”.
Alih-alih membatalkan peraturan lingkungan, mereka mendesak pemerintah Indonesia untuk berbuat lebih banyak untuk melindungi hutan dan lahan gambut negara dan “mengadopsi rencana pemulihan ‘hijau’ untuk mengatasi kehancuran ekonomi yang disebabkan oleh pandemi”.
Para ahli lingkungan salah satunya dari Madani’s Insight Analyst M. Arief Virgy dikutip dalam Suwastoyo (2020) mengatakan:
“The Draft Law on Job Creation can hinder and scuttle Indonesia’s climate commitment,” adding that “We recommend a halt of discussion on the Draft Law on Job Creation which is packed with articles that drives deforestation.”
Pernyataan tersebut mengungkapkan bahwa RUU tersebut memuat banyak pasal yang melemahkan perlindungan dan konservasi hutan alam dan lingkungan hidup secara umum dan apabila RUU tersebut disahkan maka berisiko mempercepat hilangnya hutan alam Indonesia.
Phelim Kine, dari kelompok kampanye Mighty Earth, mengatakan pemerintah Indonesia telah membuat “kesalahan perhitungan yang fatal” dan memperingatkan bahwa RUU tersebut akan secara efektif melegitimasi deforestasi yang tidak terkendali.
Epilog
Omnibus dipilih pemerintah sebagai strategi untuk mengatasi tantangan dan kendala regulasi di Indonesia, karena dipercaya memiliki beberapa keunggulan dalam menerapkan konsep omnibus law yang digunakan oleh beberapa negara, secara bersamaan juga menangani secara vertikal dan horizontal konflik kebijakan publik secara efektif dan efisien, menyelaraskan kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat dan di daerah, serta jaminan kepastian hukum dan hukum perlindungan bagi pembuat kebijakan.
Di sisi lain omnibus law belum mampu menjadi strategi untuk mengurai masalah hyper regulasi dan harmonisasi regulasi di Indonesia, karena peraturan perundang-undangan sistem di Indonesia membutuhkan peraturan pelaksana dan melaksanakan regulasi teknis suatu undang-undang ditingkat daerah.
Penulis, yang dapat dipanggil dengan nama “Wildan” ini, adalah seorang Analis Kinerja di BKN. Sangat menggemari Teori dan Konsep Kebijakan Publik, Manajemen Strategis, dan Manajemen Kinerja.
Sangat inspiratif dilihat dari 2 sisi mata uang