Satu per satu

Kami lahir dari rahimmu

Satu per satu

Kami menikmati limpahan kasih sayangmu

 

Dahulu

Sungguh engkau seorang perempuan tangguh

Berjalan kaki setiap hari dari rumah ke pasar

Tak peduli telapak kakimu menebal, bersisik, dan kasar

Tak sekalipun engkau mengeluh

Bekerja keras membanting tulang

Membantu menopang beban keluarga

 

Meski beban hidup ketika itu terasa berat

Namun senyummu selalu hangat

Menyiratkan pesan kuat

Bahwa hidup harus penuh tekad

Semangat itulah yang slalu engkau ajarkan kepada kami

 

Tak boleh ada satu pun dari kami yang putus sekolah

Selalu menjadi mimpimu

Kehidupan kalian mesti lebih baik dari kami

Begitu selalu ujarmu

 

Tak terasa

Waktu begitu cepat berlalu

Satu per satu kami tumbuh mendewasa

Satu per satu kami meninggalkanmu

Mencoba meraih masa depan terbaik

Sesuai harapanmu

 

Engkau kini sudah sepuh

Usiamu lebih dari tujuh puluh

Tubuhmu memang tak kurus

Tapi berdirimu tak lagi lurus

 

Kini engkau hidup sebatang kara

Tinggal sendiri di rumah tua

Karna Ayah sudah lama tiada

Sementara kami bertujuh merantau semua

Hanya kerabat dan tetangga yang menjaga

 

Masih lekat di ingatanku

Pernah aku terbaring sakit

Elusan dan belaian jari jemarimu yang kasar

Terasa lembut dan halus

Karna engkau lakukan dari hati yang tulus

 

Aku merindukan waktu-waktu bersamamu seperti dulu

Ingin kembali memegang jari jemari itu

Aku ingin menciuminya setiap hari

Berharap doa restu darimu

 

Lama kami berusaha membujukmu

Agar engkau ikut salah satu dari kami

Namun, sampai saat ini

Engkau masih membisu

 

Ibu…

Mengapa engkau hanya terdiam

Kerut di wajahmu seakan menyiratkan sesuatu

Tatapan matamu tampak jauh menerawang

Tak terlihat sedih atau girang

 

Aku tahu engkau masih memikirkan jawaban

Atas pinta kami yang sebenarnya ringan

Aku tahu Ibu dalam dilema

Tetap memilih tinggal sendiri

Atau ikut salah satu dari kami

 

Ibu…

Tinggallah bersama salah satu dari kami

Hanya itu permintaan kami

Namun

Engkau memilih tetap tinggal di rumahmu

Karna engkau tak ingin kami saling cemburu

Karna engkau ingin berlaku adil kepada kami

Karna kasih sayangmu sama besarnya buat kami

 

Ibu…

Kuhormati pilihanmu

Walau hati kecil ini aku tak setuju

Seandainya aku bisa memaksamu

Aku ingin Ibu bisa tinggal bersamaku

 

Aku pun ingin Ibu tahu

Kadang berlinang air mata ini setiap mengingatmu

Sungguh pedih membayangkanmu

Melewati hari-hari tuamu seorang diri

Tanpa seorang pun dari kami

 

Oh Tuhan…

Sungguh ini dilema Ibu kami

Dilema Ibu untuk berbagi

Dilema kami untuk berbakti

Dilema Ibu, dilema kami

 

 

0
0
Yudisrizal ◆ Associate Writer and ◆ Professional Poetry Writer

Penulis buku Pelajaran Sederhana Luar Biasa. Saat ini bekerja di SKK MIGAS

Yudisrizal ◆ Associate Writer and ◆ Professional Poetry Writer

Yudisrizal ◆ Associate Writer and ◆ Professional Poetry Writer

Author

Penulis buku Pelajaran Sederhana Luar Biasa. Saat ini bekerja di SKK MIGAS

42 Comments

  1. Yudisrizal

    Punya pengalaman yang sama kita ya pak Tito.
    Moga ibu sehat selalu

    Reply
  2. Avatar

    Sangat menyentuh sy pak Yudis, sama spt sy, Bpk sdh wafat, Ibu msh sehat, awalnya Beliau ttp ingin tinggal sdri di rmh, tp krn bbrp kali Beliau sakit, sekarang ikut adik bungsu kami di Balikpapan

    Terima kasih puisinya pak Yudis

    Reply
  3. Avatar

    Sangat bagus puisinya Yu, sangat menyentuh. Maju terus

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih Refnita
      Makasih supportnya

      Reply
  4. Avatar

    Luar biasa, tak ada yang bisa sepertimu Ibu, tak tergantikan, terimakasih Ibu, terimakasih puisinya Yu…

    Reply
    • Yudisrizal

      Mosamo Attabari

      Reply
  5. Avatar

    Astaghfirullaaha wa atubu ilaih..
    Sungguh banyak dosa dan khilaf kami kepada ibu bapak kami, ya Allah..
    Semoga ibu dan bapak kami telah memaafkan dosa dan kesalahan kami sebelum mereka berpulang..
    Ya Allah, kami ingin memakaikan mahkota kepadanya di surga-Mu kelak..
    Robbighfirli waliwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaani shoghiiroo..

    * Thanks Yudis, sudah mengingatkan.

    Reply
    • Yudisrizal

      Sami2 pak Joko

      Reply
  6. Avatar

    Indahnya puisi terletak pada pilihan katanya, tapi puisi pak Yudis ini bukan hanya indah tapi juga menyentuh hati karena ditulis dengan rasa….

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih pak Agus

      Reply
  7. Avatar

    Luar biasa dalam Pak. Menyentuh kalbu. Robighfirli waliwalidaya warhamhumma kamaa robbayani saghiro..

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih pak Hendri

      Reply
  8. Avatar

    Jadi inget mamahku yg hanya bisa terbaring lemah..

    Reply
    • Yudisrizal

      Aku jadi ikut sedih bu Dhyta.
      Semoga mamahnya bu Dhyta ada anaknya yang merawat ya.

      Reply
  9. Avatar

    Jadi sedih mak nen om yu. Rindu pengin ketemu mama dahnim.

    Reply
    • Yudisrizal

      Yo maknen

      Reply
  10. Avatar

    Pak Yudis, baca tulisan terasa terbawa dan mengenang alm ibuku Pak,lanjut trruuuus

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih supportnya ya mas Jono

      Reply
  11. Avatar

    Indah dan menyentuh hati ini

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih pak Fadil

      Reply
  12. Avatar

    Semoga ladang amal ibadah lewat Ibunda tercinta masih dibukakan untuk Bapak…walau dengan dilema yang masih mewujud

    Reply
    • Yudisrizal

      Aamiin
      Makasih bowo

      Reply
  13. Avatar

    Bagus Puisinya pak.
    Dalem Bangeett, jadi inget ibu sendiri….

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih.
      Bener pak. Puisi ini untuk mengingatkan akan ibu.

      Reply
  14. Avatar

    Kondisi yg sama kita berdua pak Yudis, ibu msh ada bpk sdh lama meninggal dunia, riwayat hidup kita pun hampir sama baik waktu dan tempat.. Tp skrg ibu saya sdh bisa mengalah krn pernah terjatuh disaat sendirian di kampung. Dan skrg memilih tinggal dgn anak perempuannya yg bungsu di Bekasi.

    Reply
    • Yudisrizal

      Alhamdulillah.
      Mama pak Yul ada anak yg jaga.
      Mama ku masih belum mau ikut salah satu anaknya.

      Reply
  15. Avatar

    Pak Yudis…. terharu sekali …. birrul walidain pak…bagi yg orang tuanya masih ada, sayangi mereka dan bagi orang tua yg sudah tidak ada…. kirimkan selalu doa untu mereka….

    Reply
    • Yudisrizal

      Benar bu Ela. Berbuat baik pada orang tua. Masih ada atau pun telah tiada.

      Reply
  16. Avatar

    Seakan bisa membaca pikiranku
    Aku ingin selalu di dekat ibuku,
    Namun aku juga seorang ibu yang masih harus menemani anak2 ku persiapkan masa depan mereka
    Dilema yang sll mengusik tidur malamku, utk bermunajad dalam cemas, rindu dan air mata mohon lindungan dan kasih sayang buat ibuku,.

    Sungguh sebuah karya ‘Luar Biasa”
    Ditunggu karya berikutnya

    Reply
    • Yudisrizal

      Sungguh komen ‘Luar Biasa’ pit.
      Seorang ibu yg punya anak sekaligus masih punya ibu.

      Reply
  17. Avatar

    Sayangnya aku merasa belum cukup menyenangkan ibuku, yg sdh dipanggil olehNya. Maka bahagiakanlah ibumu sewaktu masih bisa, tidak mesti dgn harta, tapi rasa sayang yg tulus walau ketulusan ibu tak terbalas

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih pak Sudjar atas nasehatnya.
      Saya coba dan berusaha.

      Reply
  18. Avatar

    Gambaran yg sesuai dengan kenyataan yg dialami saat ini… Bagus bagettt

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih mas Joko.
      Punya pengalaman yg sama ya.

      Reply
  19. Avatar

    Memang ibu tiada dua nya. Selalu menjaga dalam duka maupun suka. Itulah ibu selalu memberi tanpa pernah berharap untuk diberi. Walau ayah tiada tidak kurang sedikitpun usaha utk anak2nya.
    Thx birokratmenulis yg telah dan selalu menyadarkan pembacanya.

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih pak.
      Saya juga ikut berterima kasih kepada BirokratMenulis yang telah berkenan memuat puisi ini sekaligus memoles puisi ini

      Reply
  20. Avatar

    Bagus Pak

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih bu Putri

      Reply
  21. Avatar

    Pun keluarga saya mengalami hal yang sama dengan apa yang ada dalam puisi ini. Rindu kembali tinggal berkumpul bersama ibu.

    Reply
    • Yudisrizal

      Bu Genga. Ternyata mengalami hal yg sama ya.

      Reply
  22. Avatar

    Goresan puisi yg makin piawai ditorehkan seorang pujangga akuntan birokrat .. sampe menitik air mata tergambar jelas kasih Ibu sepanjang masa dan dilema kasih anak bagi Ibunda ..

    Reply
    • Yudisrizal

      Makasih bu Ambar.
      Rasa sedih menemani pembuatan puisi ini.

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post