Pandemi COVID-19 telah merubah banyak sektor kehidupan manusia, salah satunya karena kehadiran wabah ini mengharuskan manusia beraktivitas dari rumah. Banyak sektor terdampak dari pandemi ini, tak terkecuali sektor pendidikan. Dalam masa pandemi, pendidikan harus tetap berjalan bagaimanapun caranya. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah resmi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 untuk melaksanakan pembelajaran dari rumah.
Awal Pembelajaran dari Rumah
Pelaksanaan pembelajaran dari rumah telah berlangsung selama sebulan lebih. Untuk memperlancar proses belajar dari rumah tersebut, pemerintah telah melakukan beberapa upaya. Salah satunya dengan meluncurkan Acara Program Belajar dari Rumah melalui TVRI yang menayangkan materi untuk semua jenjang pendidikan.
Minggu-minggu pertama penerapan belajar dari rumah, peserta didik, guru, dan orang tua merasa senang. Anak merasa senang karena mereka tidak harus bangun pagi untuk mandi dan berangkat ke sekolah. Cukup dengan menggunakan pakaian seadanya, anak-anak dapat mengikuti pembelajaran secara online.
Begitupun para guru, mereka dapat menyusun media pembelajaran online dari rumah bagi siswanya. Orang tua pun cenderung menikmati mendampingi sang anak belajar dari rumah. Orang tua dapat berinteraksi intens dengan anaknya, sehingga melihat perkembangan anak mereka secara langsung.
Dampak Bagi Peserta Didik dan Orang Tua
Namun, seiring berjalannya waktu, ketiganya mulai dihadapkan pada permasalahan yang berbeda-beda. Anak didik mulai jenuh karena tidak dapat melakukan interaksi dengan teman sebaya.
Hal itu dibuktikan oleh hasil survey yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada pertengahan April 2020 lalu, yang menyatakan sebanyak 76,7% anak tidak menyukai proses pembelajaran dari rumah. Penyebabnya, minimnya interaksi dengan teman sebaya serta menumpuknya tugas yang diberikan oleh guru.
Anakpun mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut karena minimnya interaksi siswa dengan guru. Hasil survey yang sama juga menjelaskan bahwa selama proses pembelajaran dari rumah, interaksi yang terjadi antara guru dan siswa hanya sebanyak 20 persen, itupun hanya interaksi pemberian dan menagih tugas.
Ada yang hilang dalam mekanisme belajar dari rumah, yaitu proses belajar mengajar – dalam hal ini proses guru menjelaskan materi. Orang tua harus mengambil alih peran tersebut. Peran orang tua tidak lagi hanya untuk mendampingi anak, tetapi juga harus mampu menjadi guru yang menjelaskan materi kepada sang anak.
Hal ini belakangan banyak dikeluhkan oleh para orang tua. Biasanya para orang tua hanya menitipkan anak mereka ke sekolah, lalu menuntut sekolah jika terjadi sesuatu yang salah dengan anaknya. Sekarang, mereka pun harus merasakan betapa sulitnya mendidik sekaligus mengajar anaknya.
Dampak Bagi Guru
COVID-19 tidak hanya berdampak pada peserta didik, tetapi juga pada para tenaga pendidik (para guru). Pembelajaran dari rumah menuntut kreatifitas tinggi dari para guru dalam menyampaikan materi kepada para peserta didik dengan segala keterbatasan yang ada. Para guru harus mampu menyusun sebuah media pembelajaran yang menarik agar dapat membuat para peserta didik memahami materi yang diajarkan serta memfokuskan perhatian peserta didik selama proses pembelajaran dari rumah.
Pada masa awal proses pembelajaran dari rumah semua berjalan dengan baik. Namun, belakangan para guru juga mulai jenuh mengajar melalui media online. Banyak alasan yang mereka kemukakan. Di antaranya jaringan internet yang tidak memadai, fasilitas alat peraga untuk mengajar yang tidak lengkap, kondisi lingkungan rumah yang kurang memungkinkan, dan lain sebagainya.
Hingga kebanyakan para guru akhirnya hanya memberikan tugas yang menumpuk kepada para siswa. Suatu studi eksplorasi yang dilakukan di sebuah sekolah dasar di Tangerang menunjukkan bahwa proses pembelajaran dari rumah ini memberikan dampak pada kinerja guru.
Studi tersebut menyebutkan bahwa semakin lama proses pembelajaran dari rumah ini berlangsung akan mempengaruhi motivasi guru dalam mengajar. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya umpan balik yang terjadi selama proses belajar dari rumah.
Epilog: Sebuah Pelajaran Penting
Hasil survey yang dilakukan oleh KPAI bekerja sama dengan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan bahwa 77,6 persen target guru selama proses pembelajaran dari rumah adalah materi penugasan dan evaluasi, yang berarti para guru tidak menargetkan agar siswa memahami apa yang telah diajarkan.
Selain itu, hanya sekitar 20,8 persen sekolah menyusun panduan teknis pembelajaran dari rumah. Dari hanya 20,8 persen sekolah tersebut, sebagian besarnya didominasi oleh sekolah swasta – bukan sekolah negeri. Dengan demikian, guru-guru yang mengajar di sekolah negeri yang tidak memiliki panduan teknis dan cenderung masa bodoh, mengakibatkan mereka tidak mengajar secara online. Akibatnya, para siswa tidak memperoleh haknya dari para guru tersebut.
Bagaimanapun, pandemi ini menyadarkan kita akan banyak hal. Jelas di sektor pendidikan, para guru, orang tua, dan siswa menyadari betapa berharganya momentum belajar di sekolah. COVID-19 telah menyadarkan tentang sulitnya mengadakan proses pembelajaran tanpa tatap muka. Selepas ini, semoga ada hikmah yang bisa dipetik bagi kita semua.
Seorang ASN di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Seseorang yang sedang belajar untuk mewujudkan cita-citanya, menjadi seorang penulis.
Betul sekali Bu Imelda, jadi guru itu ternyata gak mudah. Hikmah berharga semakin menguatkan rasa hormat saya kepada para pendidik, “pahlawan tanpa tanda jasa”. Awal2 school from home, tiba2 muncul “Ibu Guru” galak di rumah, juga ikut2an “Bapak Guru” galak… Thank you insightnya. Sepakat, “Selepas ini, semoga ada hikmah yang bisa dipetik bagi kita semua.” Ditunggu hikmah berikutnya yang Bu Imelda share.