Benar apa yang dikatakan seorang sahabat, “Covid-19 seolah menjadi Nabi baru yang datang dengan segala nubuatnya”. Jangankan inspirasi untuk menulis, bahkan fiqih agamapun menyesuaikan dengannya. Maka layaknya sebuah musibah, Covid-19 juga menghasilkan berkah. Dalam kasus ini, berkah itu berupa inspirasi.
Lantas, Apalagi yang Menarik tentang Covid-19?
Jika pertanyaannya seperti itu, banyak sekali jawabannya. Tak percaya? Biarkan penulis merinci tema-tema terkait Covid-19 yang penulis yakin akan viral. Tentang pengetatan pintu masuk keluar negara yang ternyata bocor. Tentang vaksinasi yang ditunggu tapi akhirnya ditolak. Jumlah hoax yang banyak bertebaran di media sosial, penutupan masjid selama PPKM Darurat, larangan pelaksanaan Sholat Idul Adha, dan lain sebagainya. Semua itu adalah tema menarik terkait Covid-19.
Ada satu lagi tema menarik yang sebenarnya sudah banyak dibahas di media elektronik maupun media sosial. Tema yang selalu hadir pada setiap kebijakan pemerintah di tingkat nasional maupun elektronik. Tema yang akan dibahas kali ini. Sekilas judul pada tulisan ini sudah mengisyarakatnya. Ya! Teori konspirasi tentang Covid-19.
Penulis terinspirasi untuk menulis tentang hal ini, karena beberapa saat yang lalu penulis berdiskusi dengan seorang saudara yang meremehkan wabah ini dan menganggap bahwa semua hal tentang Covid-19 ini adalah kebohongan semata. Menyaksikan itu, penulis yang setiap hari berhubungan dengan para penderita virus ini tentu saja tak setuju dan menunjukkan bukti-bukti yang menyanggah pernyataannya.
Beliau menyampaikan video pernyataan para ahli tentang Covid-19. Penulispun menyodorkan statistik angka kesakitan dan kematian akibat virus ini. Akhirnya, ia menyatakan keyakinannya bahwa virus ini memang ada, tetapi diciptakan hanya untuk kepentingan segelintir orang.
Diskusi tersebut menyisakan pemikiran di dalam benak penulis tentang masih banyaknya orang yang berbicara tentang sesuatu tanpa memberikan solusi. Sejujurnya, penulis dulunya merupakan penggemar teori konspirasi. Jika kawan para pembaca diberikan kesempatan menggali teori-teori seperti ini, Penulis yakin pasti akan tertarik.
Teori konspirasi disusun sedemikian rupa supaya masing-masing kondisi terhubung secara ajaib. Misalkan, bagaimana kondisi saat ini menguntungkan bagi para pengusaha di bidang kesehatan. Bagaimana uang negara kemudian digelontorkan besar-besaran ke sektor kesehatan.
Kemudian, diperkuat juga dengan bukti kenakalan oknum pemerintah, tenaga kesehatan, atau rumah sakit yang berusaha mengelabui sistem dengan meng-covid-kan pasien yang tidak covid, dan seterusnya; hingga tercipta sebuah kesimpulan bahwa Covid-19 sesungguhnya tidak ada.
Begitulah teori konspirasi. Ia menarik untuk memperkaya wawasan karena hubungan-hubungan ajaib yang mengejutkan. Akan tetapi, percayalah bahwa teori ini tidak bermanfaat untuk menyelesaikan masalah. Mengapa begitu?
Teori Konspirasi Berada di Dunia Ide
Istilah dunia ide penulis catut dari pendapat Aristoteles tentang keberadaan roh. Ia menyebutkan, “Jiwa berbeda dengan tubuh. Jika tubuh mati maka roh pergi ke dunia ide”. Yang dimaksud oleh Aristoteles dalam kacamata agama adalah dunia roh atau alam akhirat.
Akan tetapi, yang penulis maksud dengan dunia ide di sini adalah dunia di mana semuanya serba gagasan, serba kemungkinan, serba asumsi. Ide yang bisa jadi benar bisa jadi salah, tapi tidak atau mungkin sulit disertai dengan bukti valid yang benar-benar mendukungnya secara empiris. Di sisi lain iapun menafikan kenyataan karena tidak sesuai dengan ide yang dipercayainya.
Misalkan teori konspirasi yang menyatakan bahwa Covid-19 dibuat oleh Amerika untuk menyerang perekonomian Cina. Virus ini dipercayai muncul beberapa saat pascapelatihan bersama antara tentara Amerika-Cina. Akan tetapi, selanjutnya Cina berhasil menangkisnya dan malah menjadi serangan balik bagi Amerika, sehingga angka kasus dan kematian Amerika juga tinggi.
Hal ini tidak disertai dengan fakta bahwa misalnya ada foto tentara Amerika sedang membawa boks bertuliskan virus disuntikkan ke tentara Cina. Selain karena belum ada, hal ini juga memang sulit untuk dibuktikan. Kalaupun ada sebuah foto seperti itu, bisa saja itu hanya foto vaksinasi cacar saat latihan bersama antara tentara dari kedua negara tersebut.
Teori ini hanya disusun berdasarkan asumsi dan rangkaian hubungan yang seolah menakjubkan. Ya! Menakjubkan bagaimana 1 bulan pascalatihan bersama kemudian virus menyebar. Dilatarbelakangi perang dagang antara kedua negara, praktis menjadi sangat logis meskipun tidak empiris.
Teori berikutnya mengatakan bahwa Covid-19 hanyalah rekayasa organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) untuk menguntungkan mereka. WHO bekerja sama dengan perusahaan farmasi dunia untuk menjual vaksin dan alat kesehatan lainnya.
Dalam teori ini yang bermain adalah asumsi. Jelas yang diuntungkan oleh kondisi saat ini adalah para pengusaha farmasi. Semua sektor ekonomi hancur. Semua usaha gagal. Semua bisnis gulung tikar. Kecuali bisnis kesehatan. Alih-alih bangkrut, mereka justru meraup keuntungan yang melimpah.
Namun, apakah dengan begitu bisa dijadikan kesimpulan bahwa kondisi ini diciptakan oleh mereka? Hal ini seperti Basarnas yang memaksa gunung meletus karena dengan begitu nanti banyak anggaran yang dialihkan kepada kegiatan mereka.
Apakah gunung meletus karena diletuskan oleh Basarnas? Atau seperti pedagang asongan yang lagi sepi kemudian terjadi kemacetan, praktis dagangan jadi laku dan mereka menarik untung yang besar. Apakah mereka yang membuat jalanan macet?
Teori ini bisa jadi benar, namun bisa jadi juga salah. Bisa jadi memang virus ini dibuat (meskipun pernyataan epidemiolog menyatakan bahwa virus tidak bisa diciptakan oleh manusia) tapi bisa jadi juga tidak benar.
Yang paling menghancurkan dari teori konspirasi adalah bahwa ide ini kemudian menafikan kebenaran. Mencari pengalihan dari fakta. Tak peduli angka kesakitan sudah sampai jutaan, tak peduli angka kematian mencapai puluhan ribu, para penganut teori konspirasi hanya akan mengatakan bahwa kematian sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sudah waktunya saja mereka meninggal.
Lantas dari mana teori konspirasi akan memberikan solusi jika kenyataan yang terjadi diingkari? Yang jelas ia hanya akan: “menimbulkan kebingungan dan menghambat upaya penanganan, serta memperuncing konflik antara petugas dan pemerintah”.
Menimbulkan Kebingungan dan Menghambat Upaya Penanganan
Lihatlah bagaimana masyarakat bingung dengan pernyataan salah satu dokter yang mengaku tidak mempercayai virus corona ini. Praktis, masyarakat menjadi terbelah. Yang semula tidak percaya menjadi gamang. Yang tidak percaya menjadi semakin tidak percaya.
Jika mereka sudah tidak percaya dengan keberadaan virus, maka merekapun tidak akan percaya dengan semua upaya penanganannya. Praktis, semua anjuran pemerintah akan dilanggar. Tidak ada penggunaan masker. Tidak perlu menjaga jarak. Tidak perlu mencuci tangan. Apalagi, larangan mobilitas atau pergelaran resepsi. Semua itu omong kosong bagi mereka.
Masyarakat sudah bingung dengan siapa yang harus dipercaya. Maka, semua rencana mitigasi dan penanganan menjadi amburadul. Semua rencana penanganan pandemi sangat tergantung pada kesadaran dan kesukarelaan masyarakat untuk mengikuti anjuran pemerintah. Jika masyarakat tidak percaya, semua tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Yang tidak menggunakan masker, yang berdesakan tanpa menjaga jarak, yang bepergian tanpa memperhatikan keperluan, mereka semua adalah yang tidak percaya dengan keberadaan virus ini.
Memperuncing Konflik Petugas (Pemerintah) dengan Masyarakat
Maka tidak bisa dihindari, konflik akhirnya semakin banyak terjadi, antara petugas keamanan (Satgas) dengan masyarakat, antara petugas kesehatan dengan keluarga pasien. Biang keladinya adalah ide konspirasi, selain faktor lain-lain tentunya.
Kita melihat bagaimana Satgas diamuk massa di Surabaya, kita mendengar tenaga kesehatan dipukul keluarga pasien di salah satu rumah sakit. Belum lagi ketegangan-ketegangan kecil mengisi ruang publik. Di kantor polsek, di kantor desa, di rumah sakit, masyarakat dan pemerintah beradu kekuatan.
Epilog
Bisa jadi benar, bahwa virus ini dibuat melalui sebuah teknologi modern yang kita belum mengerti. Bisa jadi benar, bahwa sekelompok kepentingan elit mengeruk keuntungan. Bisa jadi benar, sekelompok oknum mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tapi perdebatan tentang hal itu tidak akan memberikan solusi.
Faktanya, di speaker masjid, semakin sering pengumuman kematian diperdengarkan. Di grup media sosial, semakin sering kabar kolega yang meninggal kita baca. Di jalan raya semakin banyak bendera kuning. Di tanah pemakaman, semakin sering terjadi prosesi pemakaman. Beberapa di antara mereka adalah orang-orang yang kita kenal, teman, atau keluarga.
Beberapa dari mereka meninggal karena Covid-19. Beberapa lainnya bukan atau mungkin tidak teridentifikasi. Entahlah. Namun yang pasti, penulis belum pernah seumur hidup mendapatkan kondisi di mana kematian terjadi hampir setiap hari, kecuali saat ini.
Kalaupun ini direkayasa, tidak soal. Kalaupun mereka “para bedebah” menarik keuntungan yang tak wajar, semoga Tuhan mengampuni mereka. Namun yang pasti, kondisi ini harus berubah. Berpikirlah untuk merubah keadaan. Bertindaklah untuk setidaknya orang terkasih kita. Dalam hemat saya, jika tidak bisa memperbaiki, janganlah merusak.
Salam!
Praktisi pemerintahan yang bernama pena inspekturrojali. Penulis adalah seorang PNS Camat Talegong Kabupaten Garut, Jawa Barat.
0 Comments