Catatan Sekolah di Masa Pandemi: Bagian 2 – Ketika Sekolah Bersiap Belajar Tatap Muka

by Bambang Suwardi Joko ◆ Professional Writer | Dec 20, 2020 | Birokrasi Melayani | 11 comments

Pada peluncuran SKB 4 Menteri yang dihadiri oleh Kemko PMK dan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 tanggal 20 November 2020, Mendikbud menyampaikan diperbolehkannya pembelajaran tatap muka (PTM) pada awal tahun 2021 dengan beberapa ketentuan. Kebijakan pembukaan sekolah tatap muka ini hasil dari Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 di masa pandemi Covid-19.

Menginjak bulan ke 10 pasca pandemi Covid-19 “berkunjung” ke negeri ini, kita tidak bisa memprediksi kapan wabah ini berakhir. Sekitar 36 juta peserta didik (Tabel 1) dari jenjang SD hingga SMA/SMK (belum termasuk TK/PAUD) di Indonesia menanti dengan cemas keputusan yang akan diambil oleh stakeholder yaitu Gubernur/Bupati/Walikota, Satgas Covid-19, Kanwil Kemenag (bagi sekolah Madrasah) dan sekolah. Apakah para siswa dan guru diperbolehkan merasakan kembali suasana belajar di sekolah.

Tabel 1 Jumlah sekolah, Peserta Didik dan Guru di Indonesia

SKB 4 Menteri ini adalah yang kali ketiga disusun setelah yang pertama pada era new normal 15 Juni 2020 izin pembukaan belajar tatap muka terbatas wilayah zona hijau, kemudian SKB 4 Menteri (revisi) 7 Agustus 2020 tentang Relaksasi pembukaan pembelajaran tatap muka wilayah zona kuning. Berdasarkan pemetaan perzona, sebanyak 465 kab/kota masih melaksanakan PJJ (90.5%) dan di antaranya 9.5% pada zona hijau akan melaksanakan tatap muka.

Keputusan di Tiga Pihak

Sebagian pihak menyambut baik keputusan ini, namun tidak sedikit masyarakat terutama para orang tua masih merasa cemas, “Mampukah  Gubernur dan Bupati/Walikota melalui Disdik, dan Kanwil Kemenag (sekolah Madrasah), Satgas, sekolah,  hingga layanan kesehatan seperti Puskesmas di bawah Dinas Kesehatan sebagai mitra bagi sekolah benar-benar serius mendukung, siap dengan ketat menerapkan protokol kesehatan (prokes)?”

Keputusan ini memang membawa angin segar bagi para orang tua yang merasa lelah dan jenuh dengan mendampingi belajar di rumah, namun kekhawatiran masih tetap muncul. Sebab bagaimanapun, BDR memang sejak awal diniatkan sebagai upaya meminimalisir dan menekan laju sebaran Covid-19, menghindari sekolah sebagai klaster sebaran, serta menjaga kesehatan dan keselamatan warga sekolah.

Ketika sekolah diperbolehkan tatap muka, bukan  serta merta sekolah leluasa melakukan tatap muka. Banyak prokes ketat harus dipatuhi, bahkan mas Menteri berharap dibukanya sekolah dapat dilakukan bertahap, keputusan melibatkan tiga pihak, kerena mereka dinilai mengetahui kondisi di daerah masing-masing.

Menurut Sekolah

Sejak tanggal 21 November hingga 6 Desember 2020, kami (Kemendikbud) mengumpulkan informasi, melakukan wawancara kepada 46 Kepala Sekolah dan 2 wakil kepala sekolah dari 11 SMP, 34 SMA, dan 3 SMK negeri dan swasta. Mereka adalah pengelola sekolah dari berbagai daerah di Indonesia. Topik wawancara tentang kesiapan sekolah melakukan PTM.

Meskipun belum representatif mewakili jumlah sekolah yang ada di Indonesia, setidaknya kami ingin mengetahui dan menggali lebih jauh bagaimana persiapan dan best practice sekolah bila kemungkinan ditunjuk oleh Pemprov/Pemda setempat membuka belajar tatap muka.

Tabel 2 Daftar Sekolah Responden

Sebanyak 81,3% responden kepala sekolah menyatakan akan melakukan PTM, 10,4% perlu peninjauan kembali, dan 8,3% belum siap untuk melakukan PTM. Namun sepakat, responden menunggu arahan kepala daerah serta menyiapkan segala perangkat prokes dan sanitasi sekolah sesuai prokes PTM Sekolah 2021.

Terdapat beberapa alasan sekolah belum siap tatap muka. Di antaranya lebih kekhawatiran orang tua atas keselamatan anak, sekolah menuntaskan akhir semester genap dan merasa nyaman dengan style daring, rerata usia guru>50 tahun sangat rentan terpapar Covid-19, serta adanya beberapa sekolah pada zona hitam dengan positive rate +14% padahal WHO merekomendasikan idealnya daerah untuk melakukan aktifitas normal ketika positive rate 5%. 

Ketika mengomentari kejenuhan siswa, beberapa sekolah yang belum mendukung tatap muka berujar kejenuhan yang dialami siswa menjadi kendala pembelajaran. Hal ini seharusnya disiasati dengan mencari kreativitas pembelajaran on line yang lebih bervariasi. Kreativitas ini menjadi penting, lantaran BDR sepertinya masih menjadi pilihan terbaik karena PTM menimbulkan kekhawatiran terjadinya transmisi lokal, sebagaimana diungkapkan perwakilan dari Kota Kupang.

Kebosanan

Selain anak didik, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak orang tua merasa kesulitan dan “dibuat” repot karena peran mendampingi anak BDR beserta tugas-tugasnya. Menurut Plt. Dirjen PAUD dan Dikdasmen, Hammid Muhammad, terjadi salah penafsiran pada sebagian guru dan orang tua siswa mengenai BDR di masa pandemi. BDR terkesan hanya memindahkan   KBM dari kelas ke rumah.

Padahal, sejatinya konsep awal BDR adalah mewujudkan PBM yang melibatkan guru dan orang tua mewujudkan pendidikan yang bermakna. Pendidikan ini tidak hanya sekedar mengejar capaian akademik atau kognitif, namun bagaimana memberikan pendidikan bermakna, kecakapan hidup dan pemahaman mengenai pandemi Covid-19.

Konsep pembelajaran yang tidak berfokus pada akademik atau kognitif ini nantinya lebih sesuai dengan model penilaian yang akan menggantikan ujian nasional (UN), yaitu Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter. Penilaian ini menitikberatkan pada penalaran, bukan capaian pemahaman materi mata pelajaran.

Rupanya BDR yang berkepanjangan juga memiliki resistensi kepada siswa/ortu. Banyak orang tua mengeluh tidak cukup mampu mendampingi pembelajaran semua materi. Sedangkan siswa mulai mengeluh pembelajaran tidak maksimal, metode kurang bervariasi dan sulit dipahami, peluang tingginya putus sekolah terutama BDR di daerah, dan adanya masalah ekonomi. Di beberapa daerah, siswa lebih banyak membantu orang tua bekerja selama BDR sehingga kadangkala memunculkan kangen suasana sekolah.

Memperhatikan aspek psikis

Pada SMP dan SMA, terdapat sekolah yang lebih melihat pada perkembangan karakter, psikis dan psikologi siswa. Hasil evaluasi sekolah melibatkan guru BK dan wali kelas, telah terjadi perubahan perilaku siswa selama BDR –tidak sedikit siswa mulai berperilaku yang “aneh-aneh”. Siswa lebih banyak sibuk dengan HP untuk mengerjakan hal lain, bukannya belajar.

Ditemukan pula sulitnya membina karakter siswa jika dilaksanakan daring berkepanjangan. Ketika sekolah melakukan home visit banyak siswa sering tidak mengikuti daring malah sibuk main bahkan abai dengan kesehatan. Ini terjadi karena sekolah tidak dapat memantau jika kedua orang tua siswa bekerja. Mirisnya lagi, masih juga siswa yang belum punya gawai/HP yang harus bergantian dengan orangtua untuk bekerja.

Menurut Kepala SMKN 6 Kota Padang, SMKN 9 Kota Bandung, dan SMKN 27 Jakarta (yang ditunjuk sebagai piloting project), kebanyakan materi praktik siswa SMK tidak dapat dilakukan secara daring. Artinya jika tatap muka, siswa harus mau mengikuti prokes dan SOP yang dibuat sekolah dengan indikator-indikator yang telah ditentukan, dengan sistem blok dan membagi ruang teori/praktik maksimal 50%.

Para responden sepakat sebelum sekolah melakukan PTM, menanti keputusan masing-masing kepala daerah: gubernur, bupati dan walikota, bahkan sekolah berharap ada dukungan dinas kesehatan –artinya layanan dari Puskesmas setempat. “Jika sekolah dibuka, apakah mungkin satu Puskesmas kecamatan memberi layanan sekaligus kepada beberapa sekolah SD, SMP, SMA bahkan SMK –jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena tren pandemi sungguh tak terduga?”

Sekolah yang telah melakukan PTM yaitu di SMAN 1 Kabupaten Kupang dan SMAN 3 Kota Bima. SMAN 1 Kab. Kupang melakukan uji coba kegiatan belajar mengajar tatap muka sejak minggu pertama bulan November untuk merespons kejenuhan anak-anak atas BDR, juga berdasarkan rapat bersama MKKS Kabupaten. Kepala SMAN 3 Bima, berujar bahwa  sekolah telah melakukan uji coba pelaksanaan PTM terbatas selama enam kali.

Kebijakan Sekolah

Meski sekolah belum secara resmi memulai tatap muka, beberapa sekolah telah melakukan simulasi PTM, di antaranya SMAN 1 Surabaya, SMAN 1 Plus Matauli Tapanuli, dan SMAN 4 Tana Toraja. Kepala SMA Lab. Univ. Negeri Malang (UM), mengatakan,

“Ketika uji coba PTM dengan bersesi, siswa sangat antusias ke sekolah karena kangen suasana sekolah. Rata rata kehadiran PTM 75%, sedangkan 25% sisanya belum diizinkan orang tua.”

Adapun Kepala SMAN 3 Bandung mengatakan perlunya dukungan warga sekolah dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ketika PTM akan dilaksanakan. Para responden wawancara pun menyepakati bahwa diperlukan kebijakan sekolah untuk menjaga keselamatan warganya ketika PTM, di antaranya:

  • menyiapkan MOU antara sekolah, komite dan orang tua,
  • pembentukan satgas/mitigasi covid,
  • menyusun SOP Prokes,
  • menyiapkan kondisi kelas yang menjaga jarak minimal 1,5 meter dan pembatasan jumlah maksimal siswa per kelas
  • membentuk tim kesehatan sekolah,
  • kerjasama dengan Puskesmas,
  • shifting kelas atau kelas bergilir,
  • penetapan aturan perilaku dan fasilitasnya, meliputi kewajiban penggunaan masker kain 3 lapis/masker sekali pakai/masker   bedah), pembiasaan cuci tangan pakai sabun air mengalir, menyiapkan hand sanitizer, jaga jarak dan tidak melakukan kontak fisik, etika batuk/bersin,
  • pemantauan kondisi medis warga sekolah dan keluarganya,
  • uji coba aplikasi berfungsi ganda (PTM sekaligus PJJ) atau dual system PTM dan BDR,
  • menyiapkan bahan pembelajaran blended learning: LMS, semi online, luring (modul, tv/radio),
  • menutup kantin dan menyarankan membawa alat makan minum,
  • membawa alat ibadah dari rumah,
  • larangan kegiatan olahraga,
  • penyelenggaraan rapid tes di sekolah, dan
  • karantina dan lockdown saat siswa kembali ke lingkungan sekolah berasrama/boarding.

Persiapan SMAN 3 Kota Bandung jelang Adaptasi Kebiasaan Baru

SMAN 1 Surabaya dan SMAN 4 Tana Toraja telah melakukan Simulasi

Banyak pihak yang berkepentingan dengan kesiapan untuk melaksanakan PTM. Dalam hal ini, berbagai faktor perlu dipertimbangkan dan beberapa hal semestinya dipersiapkan dengan matang. Salah satunya soal kesepakatan dan komitmen untuk menetapkan kebijakan menjaga keselamatan warga sekolah dari ancaman covid-19.

Sebagai contoh, sekalipun daerah sudah dalam zona hijau atau kuning dan pemda memberikan izin, lalu sekolah sudah siap memulai PTM, akan tetapi orang tua masih dapat memberi masukan untuk tetap BDR. Dengan surat pernyataan bertanda tangan di atas materai, orang tua dapat mendorong keputusan sekolah agar tetap melanjutkan BDR.

Siap, Tapi Menanti

Menurut Kabid SMP Dina Pendidikan Kab. Aceh Besar, daerahnya sudah sangat siap dengan PTM, bahkan telah melakukan belajar luring dengan sistem shift sejak bulan Juli-September 2020. Begitupun Sulawesi Selatan, sebagaimana disampaikan gubernur dalam laman detik.com 26 November 2020, telah memperbolehkan sekolah untuk PTM dengan menegakkan protokol kesehatan.

Akan tetapi, pada dasarnya berbagai daerah sedang menunggu kesepakatan antara berbagai pihak yang berkepentingan dan memantau perkembangan situasi pandemi. Contoh lainnya, Wagub DKI Jakarta menyampaikan bahwa meski secara internal daerahnya sudah siap, tapi Pemprov DKI menunggu situasi ke depan. DKI belum serta-merta memutuskan membuka sekolah tatap muka, meskipun persiapan tengah dilakukan.

Epilog: Mengutamakan Pelayanan dan Keselamatan

Setelah persiapan PTM dilakukan, harus dilanjutkan dengan simulasi, masa transisi, dan masa adaptasi. Hal terpenting yang tidak boleh diabaikan ialah bahwa sekolah harus tetap melayani jika siswa ingin tetap BDR. Sebab, pelayanan akan pendidikan ini merupakan hak setiap warga negara apapun kondisinya, dan mesti disediakan oleh pemerintah melalui sekolah-sekolah. Bagaimanapun, keselamatan adalah yang paling utama sehingga tidak bisa dipaksakan bahwa sekolah harus kembali PTM ketika situasi memang tidak memungkinkan.

Pesan kami kepada kepala daerah untuk terus melihat kondisi penyebaran pandemi di wilayah masing-masing sebagai pertimbangan utama dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini, positive rate daerah masih menjadi indikator paling valid.

Bisa saja secara fasilitas dan sarana sekolah lengkap; namun tingkat transisi dan mobilitas masyarakat yang tinggi tetap menjadikan suatu daerah rentan paparan covid-19. Saya yakin, kita semua tidak mengharapkan fasilitas kesehatan menjadi kolaps dengan banyaknya korban. Terlebih, jika mereka adalah anak-anak dan guru kita.

*) Materi ini telah dipaparkan penulis dalam Diskusi Forum Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan, yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Balitbang dan Perbukuan Kemendikbud pada 15 Desember 2020.

3
0
Bambang Suwardi Joko ◆ Professional Writer

Peneliti Muda pada Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud
Gedung E Lt.19, Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270
Telp/WA: 081519986789
Email: [email protected]

Bambang Suwardi Joko ◆ Professional Writer

Bambang Suwardi Joko ◆ Professional Writer

Author

Peneliti Muda pada Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud Gedung E Lt.19, Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270 Telp/WA: 081519986789 Email: [email protected]

11 Comments

  1. Avatar

    Luar Biasa Sangat Bermanfaat

    Reply
  2. Avatar

    Artikel ini dapat memberikan pencerahan kepada semua pihak yang tengah dilanda keprihatinan menyikapi polemik antara kepastian dan menunggu kapan pandemi covid 19 berakhir, berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar yang banyak menguras tenaga dan biaya. Setidaknya artikel ini sebagai sebuah solusi dalam menyikapi problem yang tengah kita hadapi bersama terima kasih.

    Reply
  3. Avatar

    Pada prinsipnya sekolah siap PTM pada semester 2 dan terus berupaya mempersiapkan infra struktur pendukung, dan tentu mengikuti kebijakan daerah.
    Sekolah juga mempersiapkan berbagai POS masa darurat covid-19.
    Khusus untuk siswa yg diantar agar para pengantar juga melaksanakan prokes.
    Sekolah akan berupaya sekuat tenaga agar siswa dapat belajar nyaman dan semua tetap sehat.
    Kami siap untuk memasuki new normal atau era kebiasaan baru.🙏

    Reply
  4. Avatar

    Intinya, PTM dilaksanakan jika dapat dipastikan KESEHATAN dan KEAMANAN siswa terjamin.
    Terimakasih pak Bambang.

    Reply
    • Avatar

      PTM sangat di tunggu oleh siswa dan guru,kalau dapat Pemerintah juga memantau kesehatan siswa utk memulai PTM , sekarang baru guru dan pegawai yg di haruskan swab sementara siswa kita belum tahu kondisi kesehatannya.

      Reply
      • Avatar

        Hasil penelitiannya sdh di publish ya….. Keren mas, jd pencerahan dan info bagus bg dunia pendidikan di NKRI.👍👍

        Reply
  5. Avatar

    Ada 2 kata yang menjadi acuan kami di sekolah, yaitu pelayanan dan keselamatan.

    Reply
  6. Avatar

    Sekolah berharap pembelajaran tatap muka bisa dilaksanakan namun melihat kondisi sekarang ini banyak pihak yg mengkhawatirkan dikarekan peningkatan covid 19 terus mengalami peningkatan. Dan untuk SMAN 1 Gunungkencana yg berada di wilayah provinsi banten telah menerima edaran dr Gubernur banten tentang penundaan PTM. Hal tersebut diambil melihat perkembangan saat ini dimana pasien covid 19 di beberapa daerah di provinsi banten mengalami peningkatan, sehingga Pa Wahidin Halim selaku Gubernur Banten memutuskan untuk penundaan PTM di Wilayahnya.

    Reply
  7. Avatar

    Di Banten sdh ada pergub yg blm diijinkan tatap muka sehingga kami dari pihak sekolah blm bisa melaksanakan TM

    Reply
  8. Avatar

    Terimakasih untuk Redaksi BM, saya hanya ingin klarifikasi, penelitian ini merupakan penelitian pribadi sbg peneliti di Kemendikbud RI, yang dilakukan melalui wawancara dan diskusi dengan ke 48 kepala sekolah melalui hubungan jaringan komunikasi. Jadi bukan atas nama instansi/lembaga. Terimakasih..

    Reply
    • Avatar

      BDR dengan berbagai aplikasi memang menarik, tetapi jika dilaksanakan dalam batas waktu yang belum tau sampai kapan menimbulkan efek psikologis siswa sulit terkontrol meskipun bersama orang tua. Iklim sekolah tidak terwujud secara utuh di rumah. KBM TM tidak bisa ditinggalkan, tetap dibutuhkan komunikasi interaktif langsung antara guru dan siswa. Insha Allah dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan KBM TM dapat berjalan kembali. Terdapat nilai kebersamaan demi kemajuan dan keselamatan bersama. Semoga pandemi covid – 19 cepat selesai. Terima kasih

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post