Birokrat Menulis, Mengapa Tidak?

by | Mar 22, 2020 | Motivasi | 0 comments

Jika anda ingin mengenal dunia, membacalah. Jika anda ingin dikenal dunia, menulislah!
(Armin Martajasa)

 

Menulis, dalam era komunikasi dan teknologi yang serba canggih saat ini, merupakan instrumen komunikasi yang paling ampuh dalam mengirimkan pesan, memberikan pemahaman sekaligus meningkatkan citra profesionalisme pegawai terhadap organisasinya.

Dengan menulis yang baik, akan terjadi transfer of knowlegde yang baik. Knowledge transfer itu sendiri merupakan sebuah prasyarat sebuah organisasi – termasuk organisasi pemerintahan – untuk terus bertransformasi menjadi sebuah organisasi yang profesional, yaitu yang mampu mendukung pengembangan kompetensi baik bagi para personilnya maupun bagi organisasi tersebut sebagai sebuah kesatuan.

Bagi penulis, seorang birokrat yang mengabdikan diri dalam bidang pengawasan intern pemerintah, menulis menjadi sebuah aktivitas wajib bagi profesi pengawasan. Dalam institusi kami, setiap bentuk penugasan dari sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban tidak bisa dilepaskan dari tulisan.

Ya. Menulis bagi auditor atau pengawas memang menjadi bentuk representasi dari kegiatan profesinya. Salah satunya dalam hal mendokumentasikan setiap detil pekerjaan. Suatu hari – misalnya, bisa jadi catatan-catatan sederhana yang dibuat itu akan menjadi bukti penting di pengadilan.

Selain itu, dalam hal output hasil pengawasan, menulis juga akan memberikan manfaat secara tepat sasaran. Karena pihak-pihak yang dikomunikasikan akan dapat lebih memahami posisi masing-masing dan dapat segera membenahi kondisi yang dirasakan kurang baik dari hasil pengawasan ini.

 

 

Birokrasi dan Kekakuan Dalam Penulisan

Sebagai birokrat, kita seringkali berada dalam lingkungan yang serba formal dan protokoler, termasuk dalam hal menulis. Maka tulisan yang dibuat para birokrat pun cenderung kaku. Banyak digunakan kata-kata formal dan penghalus seperti kata-kata ‘sehubungan’, ‘dalam rangka’, ‘sekiranya’, ‘perkenan’, dan sebagainya.

Tidak mengherankan jika kemudian banyak kita temukan kalimat-kalimat yang panjang dan membosankan dalam laporan di area birokrasi. Satu paragraf bisa lebih dari lima baris dengan hanya satu kalimat. Membuat sesak nafas orang yang membacanya.

Kerangkanya pun dibakukan lagi dalam pedoman semisal Tata Naskah Dinas. Kekakuan ini seringkali menjadi implikasi adanya template yang sudah dijadikan standar. Katanya, guna memudahkan kompilasi.

Tidak ada yang salah dengan standar penulisan. Memang seperti itulah birokrasi. Birokrasi adalah mesin dalam organisasi. Kekakuan itu menjadi wajar. Karena, birokrasi cenderung menginginkan keseragaman, standarisasi, dan kontrol, guna memudahkan mobilisasi arah komando.

Tapi bagaimana dengan menulis bebas yang membutuhkan improvisasi dan tidak memiliki pedoman baku? Di sini lah, karena dunia yang berbeda, birokrat seringkali angkat tangan. Maka, birokrat yang cenderung kaku perlu berlatih dan kembali membiasakan diri untuk menulis. Yaitu, mempelajari bukan saja bagaimana teknik dan tips menulis yang cepat dan baik, tetapi juga kesalahan apa saja yang sering dijumpai dalam penulisan.

Sebagai contoh di organisasi yang menaungi penulis, para pegawai BPKP pun harus dapat memberikan manfaat dari hasil pengawasan yang dilakukannya kepada masyarakat luas. Menulis menjadi wahana berbagi dan menunjukkan eksistensi kontribusi bagi negeri.

Meskipun begitu, komunikasi melalui penulisan kepada umum, baik sebagai berita maupun sebagai kolom opini, haruslah tetap berpegang pada koridor peraturan yang berlaku dalam posisi pegawai selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS).

 

 

Manfaat Menulis Bagi Pengembangan Profesi dan Karir

Selain menghadirkan manfaat bagi lingkungan sekitar, menulis bermanfaat juga bagi pengembangan karir pegawai itu sendiri. Untuk pejabat fungsional auditor (PFA) misalnya, pengumpulan angka kredit untuk unsur “Pengembangan Profesi” dapat diperoleh lebih cepat.

Apabila dipenuhi dengan cara mengikuti Program Pelatihan Mandiri (PPM) di kantor untuk 8 poin yang diperlukan sebagai syarat kenaikan pangkat, itu berarti memerlukan waktu terkumpul antara 20 bulan sampai dengan 80 bulan, atau lebih dari 6 tahun.

Karena setiap penyelenggaraan PPM yang sebulan sekali atau paling banyak sebulan empat kali itu, hanya diganjar angka kredit 0,1 poin per PPM. Maka, tidak sedikit PFA yang terganjal kenaikan pangkatnya karena persoalan ini.

Padahal, dengan menulis yang dipublikasikan di media massa, pengumpulan 8 poin tersebut dapat tercukupi dengan 4 buah tulisan saja. Sesuai pedoman penilaian angka kredit, setiap tulisan yang terpublikasikan diganjar angka kredit 2 poin untuk unsur “Pengembangan Profesi”. Andaikan setiap bulan saja PFA dapat mempublikasikan tulisannya, maka waktu yang diperlukan hanya 4 bulan.

Selain bermanfaat untuk karir jabatan fungsional, kemahiran menulis pun juga diperlukan untuk kenaikan karir struktural, baik untuk promosi ke Eselon 2, maupun ke Eselon 1. Pasalnya, pada setiap seleksi jabatan tersebut, penulisan makalah menjadi mata ujian wajib yang ditetapkan Panitia Seleksi (Pansel).

Hal ini menuntut peserta seleksi untuk secara cepat dapat menuangkan permasalahan dan solusinya secara terstruktur, logis, dan dapat diterima oleh pansel dalam sebuah tulisan. Dengan penguasaan penulisan yang baik, maka bagi pegawai, kemungkinan kenaikan karir secara struktural itu pun semakin terbuka.

 

 

Mengimbangi Kemampuan Menulis dan Lisan

Memiliki kemampuan menulis itu memang penting. Namun demikian, kemampuan penulisan selayaknya harus juga diimbangi dengan kemampuan lisan. Karena, tidak semua pribadi menguasai keduanya. Ada yang tulisannya bagus, tetapi begitu bicara tergagap-gagap seperti orang yang sedang berkumur. Atau sebaliknya.

Maka, pegawai yang memiliki kemahiran tulisan maupun lisan itu niscaya dapat senantiasa diandalkan dalam setiap penugasan, bahkan meningkatkan kemungkinan untuk dapat diberikan amanah sebagai pimpinan.

Dalam situasi reformasi birokrasi yang menuntut diterapkannya sistem merit saat ini, memiliki pimpinan yang cakap – salah satunya ditandai dengan kemampuan menulis dan berbicara – telah menjadi sebuah kewajiban.

Maka, bersama tulisan ini saya ingin mengajak kita semua – khususnya Anda yang berada dalam birokrasi. Menulislah, karena menulis itu merupakan kebutuhan kita semua.

Wahai birokrat, menulislah!

 

 

Substansi artikel ini telah ditayangkan dalam laman Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat dengan judul “Menulis, Mengundang Pengembangan Karir”.

http://www.bpkp.go.id/kalbar/berita/read/23978/0/Menulis-Mendukung-Pengembangan-Karir.bpkp

0
0
Dikdik Sadikin ◆ Active Writer

Dikdik Sadikin ◆ Active Writer

Author

Kelahiran Jakarta, 20 Februari 1965, adalah seorang pejabat struktural Eselon 2 di BPKP Pusat di Jakarta, dengan karir di birokrasi selama sekitar 37 tahun, berdomisili di Bogor. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Meskipun diakui tidak produktif, beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah STAN dan S2 MAP UGM.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post