Berhenti Sejenak, Sejenak Berhenti

by | Jan 16, 2021 | Literasi | 1 comment

Tanggal 29 Desember 2020 menjadi hari yang sulit untuk dilupakan. Ketika menjelang salat Isya, saya mendapat informasi bahwa saya terkonfirmasi positif Covid-19. Perasaan campur aduk antara percaya dan tidak percaya mendapat kabar tersebut.

Saya pikir selama ini sudah cukup patuh dengan protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak, dan menghindari kerumunan. Setelah beraktivitas di luar rumah, langsung mandi ketika tiba di rumah. Namun, takdir berkata lain.

Hari ini, setelah 13 hari dinyatakan positif, rasanya biasa saja. Barangkali Allah Swt mengabulkan doa untuk benar-benar beristirahat di rumah selama seminggu penuh.

Selama 13 hari ini, hanya dua hari saja dihinggapi perasaan khawatir. Setelah itu, saya merasa biasa saja dan dapat melakukan aktivitas normal di rumah. Istirahat, makan, minum, dan sesekali ikut rapat pekerjaan kantor via Zoom.

Selain istirahat di rumah, aktivitas lain adalah berjemur di pagi hari dan olahraga ringan di rumah. Bersyukur rumah di Bekasi cukup luas untuk melakukan aktivitas ringan berjalan kaki. Turun tangga lalu naik lagi, lima kali cukup untuk mengeluarkan keringat dan memperlancar aliran darah.

Satu hal yang istimewa selama isolasi mandiri adalah memiliki lebih banyak kesempatan untuk membaca dan menulis. Banyak sekali ide muncul. Sebagian sudah mulai dieksekusi, sebagian lagi menunggu bisa beraktivitas di luar rumah dengan semakin memperketat protokol kesehatan.

Di saat isolasi mandiri, saya bisa merampungkan membaca buku “Sejenak Hening” yang ditulis Adjie Silarus. Buku ini sebenarnya sudah pernah saya baca. Namun, saya baca ulang untuk mendapatkan penekanan tertentu bahwa hidup harus dinikmati, sederhana, dan bahagia.

Di bagian sampul depan bukunya ada tulisan kecil yang menarik: “Meluangkan waktu sejenak untuk diam merupakan pergerakan untuk tenang karena saat ada tenang akan ada yang menemanimu untuk menang”.

Kalimat itu tentu saja cukup menohok saya. Keseharian saya di bulan-bulan terakhir ini, sebelum saya terkonfirmasi positif covid-19, sungguh padat. Tiada hari tanpa aktivitas. Dan kini, saat saya diharuskan melakukan isolasi mandiri, saya betul-betul melakukan ‘pergerakan diam’.

Dengan terkonfirmasi positif Covid-19, saya jadi banyak merenung dan terdiam sembari membaca buku tersebut. Sebelumnya pernah terpikir untuk meninggalkan rutinitas yang tak pernah berhenti. Bahkan, pernah juga terpikir untuk menenangkan diri di hutan, di pegunungan, atau di tepi pantai. Dengan kondisi positif Covid-19, saya hanya perlu berdiam diri di rumah dan bisa lebih banyak membaca buku.

Pada dasarnya saya adalah tipe orang yang tidak bisa diam. Selalu saja ada ide yang perlu dieksekusi. Namun, dengan membaca buku “Sejenak Hening”, saya bisa berlatih untuk mengambil jeda sejenak dan berpikir lebih tenang untuk merencanakan ide-ide yang akan datang.

Selain itu, saya juga menghubungi beberapa teman dekat. Terkait kondisi terkonfirmasi positif Covid-19, termasuk teman-teman saya yang selama ini banyak mendukung aktivitas saya di bidang literasi menulis.

Ternyata untuk bisa menjedakan waktu dari kesibukan atau dengan kata lain “Sejenak Hening” tidaklah mudah. Diperlukan latihan untuk bisa tenang, diam, dan fokus dalam satu hal. Ini yang masih sulit untuk saya lakukan.

Di dunia yang semakin ramai dan arus informasi komunikasi yang begitu deras, kita membutuhkan pengendalian diri. Tidak perlu terburu-buru mengikuti dorongan yang muncul seketika. Kita harus lebih tenang, rileks, dan memilih apa yang sebaiknya kita lakukan. Saya kira action memanglah penting, namun tidak perlu terburu-buru. Ada kalanya kita terus bergerak, namun ada kalanya kita perlu berhenti sejenak.

Masih di buku yang sama, Adjie Silarus memberikan tiga tips yang sebaiknya menjadi kebiasaan. Pertama, membiasakan diri untuk selalu berterima kasih. Kedua,menuliskan anugerah-anugerah yang kita peroleh. Ketiga, bersifat terbuka.

Selalu berterima kasih artinya bersyukur atas hal-hal yang sederhana sekalipun, termasuk hal-hal menyakitkan yang membuat kita menjadi lebih dewasa. Menuliskan anugerah-anugerah yang kita peroleh berarti memaknai bahwa selama hidup kita banyak mendapat anugerah berupa kesehatan, pengalaman, dan perjalanan yang semuanya harus kita syukuri.

Selalu terbuka berarti jujur atas apa yang kita alami selama ini. Jika mengalami kesedihan, anggaplah itu sesuatu yang wajar. Berani dan terbuka dalam menghadapi kesalahan merupakan cara kita untuk selalu bahagia.

*Menjelang Maghrib di Kota Bekasi*


2
0
Adrinal Tanjung ◆ Professional Writer

Adrinal Tanjung ◆ Professional Writer

Author

Pegawai BPKP yang dipekerjakan di Kementerian PAN dan RB dan kandidat Doktor pada Program Doktor Ilmu Sosial di Universitas Pasundan. Seorang penulis buku dan sudah menulis lebih dari 20 buku.

1 Comment

  1. Trian Ferianto

    Semakin kesini, keperluan untuk hening memang semakin urgen. Saya pun merasakannya pak. Maka saya mencoba membiasakan diri untuk bermeditasi baik di waktu yang ditentukan maupun di sela-sela waktu yang kiranya bisa dimanfaatkan.

    Salam hangat, Pak Adrinal. Semoga sehat selalu dan diberikan kebahagiaan hati.

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post