Bentukan Danau dan Taman Kota di Wilayah Urban: Simbiosis Mutualisme Wisata Lokal dan Ekologi

by Subroto ◆ Professional Writer | Feb 17, 2021 | Perjalanan/Pengalaman | 1 comment

Saya, Cakbro, memang terlambat demam gowes. Itu pun akhirnya terjadi karena kebaikan hati seorang teman akrab yang menghadiahkan sepeda, lantaran tertarik saat dia upload sepeda terbaru yang matching warna dengan mobil kesayangannya. Ternyata sepeda cukup mahal bagi ukuran kantong Cakbro.

Selain itu, Cakbro senang melihat kawan-kawan bermain sepeda dengan klubnya menjelajah kota ketika liburan. Mereka tampak laksana anak kecil dengan mainan baru. Tak mengherankan, Cakbro pun mulai giat meng-gowes sepeda di hari libur ke pusat keramaian kota. Aktivitas olahraga tersebut juga sejalan dengan ikhtiar bertahan sehat di tengah kondisi wabah virus saat ini. Salah satunya adalah dengan berolahraga untuk membugarkan tubuh, meningkatkan imun.

Walau usia jelang uzur, Cakbro mencoba nggowes sepeda menapaki jalan di sekitaran rumah hingga ke beberapa lokasi wisata terdekat di kisaran wilayah Bekasi. Berkat bantuan sohib IT canggih yang serba tahu, yakni mbah Google Map, Cakbro diantar kemana pun daerah yang diinginkan.

Jiwa petualang yang sempat terbenam mulai timbul kembali. Maklum, saat kuliah Cakbro sempat berkecimpung di dunia pencinta alam. Ternyata, banyak lokasi wisata murah dan unik di sekitar Bekasi yang belum sempat dikunjungi.

Mengapa Cakbro ber-gowes sendirian dan tidak bergabung dengan klub sepeda teman? Sebab mereka memiliki level jangkauan daerah yang cukup jauh, lebih jauh dari Cakbro. Dengan bersepeda lonely, kita bisa berhenti semaunya untuk istirahat atau dikenal metode goweser, gowes geser-geser. Ha..ha..ha…

Hiburan Masyarakat dari Cabin Fever karena Wabah Covid

Adanya wabah virus COVID-19 yang melanda membuat kita bingung untuk mengatasinya. Merebaknya wabah tak terkendali hingga ke berbagai penjuru dunia. Berbagai informasi yang berseliweran di media kabar mencoba mencari sebab dan solusi, namun tiada obat mujarab muncul hingga pemimpin dunia pun ikut bingung mengantisipasi wabah tersebut.

Tak terkecuali pemimpin negeri kita yang belum berhasil mengatasi meskipun telah melalui beragam kegiatan dan kebijakan. Banyak istilah kebijakan yang diterapkan mulai dengan lockdown secara total atau regional, pembatasan kegiatan dengan kondisi tertentu, bahkan dengan penerapan jam malam dengan sanksi yang cukup memberatkan.

Kebijakan pemerintah untuk meminta masyarakat mengurangi aktivitas kegiatan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat dengan 5M yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, ditambah dengan menghindari kerumunan serta melarang kegiatan yang ciptakan keramaian/kerumunan jika tak penting. Namun, kondisi yang terjadi masih belum sesuai harapan. Kasus covid-19 masih terus bertambah setiap hari.

Kondisi kita sekarang penuh ketidakpastian, stagnasi aktivitas masyarakat dalam berusaha berdampak kondisi ekonomi semakin terpuruk, sementara pemerintah yang hampir setahun sudah menggelontorkan ratusan triliun untuk memberikan fasilitas kesehatan melalui bantuan sosial dan kesehatan kepada masyarakat. Meskipun tidak dapat dipungkiri juga, ketidakdisiplinan masyarakat juga menjadi penyebab utama mengapa kondisi wabah tak kunjung mereda.

Akibat terlalu lama di-framing rasa khawatir, mulai terasa dampak buruknya bagi masyarakat, terutama mereka yang berkeluarga muda dan memiliki anak kecil. Keterkungkungan terlama lama berdiam diri di rumah ini menciptakan rasa stres yang berlebihan atau dikenal dengan ”Cabin Fever”.

Sehingga, mereka mencoba untuk keluar rumah dengan ragam aktivitas terbatas sebagai kompensasi sekadar liburan atau jalan-jalan ke daerah wisata terdekat. Demikian juga dengan Cakbro yang tidak ingin terikut dampak negatif atas ketakutan ini, mulai mengikuti tren bersepeda atau sekedar ber-jogging ria di saat liburan.

Dengan bersepeda disaat libur, level atau daya jangkau mulai meningkat, diawali kisaran level 3-5 km hingga kini sudah menuju 30-an km. Meskipun begitu masih kalah dari teman lainnya yang sudah di atas 60 km.

Dalam hitungan bulan, Cakbro pun sudah merambah ke berbagai lokasi wisata murah dan meriah di daerah wilayah Bekasi. Lokasi wisata murah bagi masyarakat hampir sebagian besar adalah berupa taman kota atau danau buatan di komplek-komplek perumahan atau situ/polder sebagai area penyangga banjir yang dibuat oleh pemerintah.

Simbiosis mutualisme pun terjadi. Melihat animo masyarakat yang haus hiburan, maka laksana semut yang mengerumi gula, gejolak ekonomi pun tumbuh bermunculan dengan ragam aktivitas mulai dengan membuka warung jajanan atau sekedar menjual berbagai pernik kebutuhan rumah tangga dan lainnya.

Munculnya Wisata Lokal yang Unik di Kota Urban

Memang sungguh mengasyikkan bersepeda ria karena jangkauan lebih luas dibandingkan sekedar ber-jogging. Aktivitas ini juga merupakan metode yang murah meriah untuk meningkatkan imunitas tubuh, sehingga terhindar dari wabah virus jahat dengan tingkat penularan yang semakin meningkat.

Dalam hitungan bulan, Cakbro pun sudah merambah ke berbagai lokasi wisata murah di kisaran tempat tinggalnya. Di antaranya Lokasi wisata Air terjun Niagara (Niagara Water Fall) atau Situ Rawa Gede di daerah Bantar Gebang, Bekasi. Berikutnya, Danau atau Situ Cibereum di daerah Grand Wisata Bekasi atau Hutan Bambu Warung Bongkok di daerah sekitar Cikarang.

Daerah tersebut umumnya merupakan kota tumbuh atau Kota Urban, yang dulunya hanya sebatas kampung nan sepi dengan hamparan sawah yang luas dan sudah berubah fungsi menjadi wilayah permukiman baru.

Bentukan wilayah baru terjadi karena banyaknya pabrik-pabrik dan kawasan berikat, sehingga banyak kaum pendatang sebagai pegawai atau buruh pabrik yang membentuk pemukiman. Entah itu sebatas rumah sewa atau kontrakan yang disediakan penduduk setempat, hingga munculnya kluster perumahan mulai dari yang sederhana hingga yang mewah.

Sebenarnya, area wisata yang tercipta, baik oleh developer perumahan atau pemda setempat, bukan merupakan panorama indah alami. Kawasan ini masih kalah indah dari kawasan wisata di daerah lain yang berada di bukit atau pegunungan yang elok. Namun, kejelian pemda dan para pebisnis dalam menciptakan area wisata lokal cukup layak diacungi jempol.

Saya yang sudah lama tinggal di Bekasi pun sedikit terperangah melihat adanya wisata dengan panorama asri berada di tengah kota. Padahal, umumnya wisata masyarakat kota didominasi dengan wisata kolam renang modern dengan ragam permainan atau pertunjukan spektakuler di Mall. Biasanya berbentuk konser musik atau pagelaran show, termasuk ragam kuliner restoran atau café yang piawai meracik menu-menu terbaru.

Dalam kondisi wabah Covid dengan penerapan 3 M atau 5 M, saya sangat setuju adanya area wisata lokal tersebut, karena merupakan area terbuka yang meminimalisir tingkat kerumunan. Apalagi, penularan virus Covid tidak sekedar melalui droplet semata. Namun, bisa pula berasal dari airborne atau perputaran udara terbatas. Hal ini menyebabkan peningkatan risiko penularan di ruang tertutup seperti di mal atau gedung yang menggunakan AC sentral dengan jendela tertutup.

Selain itu, adanya panorama indah dengan keindahan keasrian alam akan mengajarkan kepada anak-anak  betapa pentingnya mencintai dan menjaga alam. Penciptaan area hijau terbuka atau hutan kota di daerah kota urban juga sangat penting sebagai daerah penyangga atau resapan air yang perlu dipertahankan.

Peresapan air ini penting untuk mengimbangi pembangunan perumahan yang mengurangi kawasan hijau. Kepadatan penduduk dan meningkatnya permintaan rumah memaksa developer untuk merambah daerah kawasan hutan kecil atau pinggiran daerah lainnya untuk dibangun perumahan.

Bentukan Area Wisata Lokal di Daerah Urban Sebagai Pengontrol Lingkungan Kota

Curug Parigi atau dikenal juga sebagai Air terjun Niagara Mini berlokasi di Pangkalan V Bantar Gebang, Bekasi. Lokasi ini merupakan area sungai. Konstruksi bebatuan di dasar sungai ini berbeda jarak, sehingga tercipta semacam air terjun kecil. Kebersihan sungai dan suasana hutan bambu menciptakan panorama indah, menarik para penggemar fotografi atau selfier mencari posisi lokasi yang tepat dan membuat suasana tampak semacam air terjun. Namun, itu hanya terjadi ketika musim penghujan di mana debit air cukup besar.

Para klub pesepeda dadakan yang bermunculan bagai cendawan pasti akan mampir untuk sekedar melepas penat atau bercengkerama bersama kawan-kawannya. Pemda dan penduduk setempat menyediakan berbagai fasilitas sederhana bagi pengunjung sebagai area selfie.

Gubuk atau lokasi cantik dan unik, warung-warung makanan didirikan. Di sana pun disediakan penyewaan perahu bagi yang berminat untuk menjelajah sungai, sekedar mengenal alam hutan bambu pinggiran sungai yang rimbun.

Menurut penuturan warga, Curug Parigi awalnya sungguh berbeda dari sebelumnya. Dulu, banyak limbah pabrik dan sampah bertebaran. Warna air kusam dan hitam tanda polusi dari pabrik di sekitarnya. Semua berubah berkat adanya kesadaran kelompok pemuda, warga, dan tokoh masyarakat, serta pencinta lingkungan. Mereka memprotes pabrik-pabrik tersebut, dan mengkampanyekan sehingga pemda membuat kebijakan agar membangun pengolahan limbah (water treatment) sebelum membuang air dari pabrik ke sungai.

Area wisata tersebut berperan sebagai pengontrol lingkungan dari ketidakdispilinan pabrik-pabrik membuang air limbah secara langsung. Meskipun begitu, terkadang masih ada yang membandel. Hal ini ditandai dengan timbulnya busa-busa memutih di sekitar air terjun, pertanda adanya air limbah yang terbuang langsung tanpa dikelola khusus (treatment). Demikian juga dengan kondisi air sungai yang tidak lagi berwarna coklat terang, melainkan menjadi coklat tua kemerahan bahkan menghitam.

Demikian juga dengan Situ Rawa Gede yang berlokasi tak jauh dari Curug Parigi. Situ ini merupakan sebuah polder atau semacam danau. Di pinggir danau dibangun deretan warung bambu yang menjajakan kuliner bagi pengunjung. Di sana juga tersedia semacam perahu wisata untuk bisa sekedar berkeliling dengan bayaran cukup murah. Selain itu, lokasi wisata ini lebih didominasi oleh pengunjung yang hobi memancing. Banyak keramba atau kotak-kotak bambu tempat budidaya ikan air tawar ditemukan di pinggirannya.

Seperti halnya Curug Parigi, Situ Rawa gede pun awalnya merupakan danau dengan air yang berwarna hitam dan berbau karena limbah air pabrik-pabrik di sekitarnya. Kemudian, beberapa pemuka masyarakat memprotes karena terganggu dengan bau danau tersebut.

Akhirnya, disepakati untuk dibuat semacam danau pengontrol oleh pemda dan kini berkembang menjadi area wisata. Adanya ikan-ikan di danau tersebut juga sebagai pengontrol kadar air, karena adanya limbah akan mempengaruhi kehidupan ikan. Alhasil pabrik-pabrik disekitar pun terpaksa harus mematuhi ketentuan untuk membuat tempat pengolahan limbah air ditempatnya sebelum membuang air limbah ke sungai atau danau tersebut.

Lantas, mengapa masih banyak pabrik-pabrik yang bandel tidak memenuhi ketentuan treatment ini? Sebabnya, ternyata pengolahan limbah memang membutuhkan biaya mahal dalam pengoperasiannya. Terkadang, jika tidak ada pemantauan dari petugas, diam-diam mereka membuang air limbah tanpa treatment ke sungai langsung. Biasanya terjadi malam hari.

Alhasil, kualitas air akan terpengaruh dan menganggu kehidupan ikan-ikan yang dipelihara dalam keramba. Tak mengherankan jika masyarakat warga sekitar sangat peka akan hal ini dan pastinya akan memantau ketat dan segera memprotes ke pabrik jika hal tersebut terjadi.

Penutup

Demikian penjelajahan amatir CakBro yang mulai menyukai sepeda dengan menjelajah daerah sekitar rumah. Cukup senang rasanya melihat perhatian warga dan tokoh masyarakat serta dukungan pemda untuk menciptakan lingkungan yang asri dan nyaman. Lingkungan pun menjadi lebih sehat karena banyaknya wilayah pinggiran daerah yang berubah fungsi membawa dampak negatif namun dapat diimbangi dengan kebijakan yang tepat.

Apa yang terjadi di sekitar Bekasi adalah fenomena yang sangat menarik dan dapat menjadi pelajaran bagi daerah lain. Sungguh tepat bagi pemda yang sadar untuk melibatkan masyarakat sekitar dalam upaya menciptakan kawasan wisata lokal. Seperti yang dicontohkan, yaitu menjadikan danau sebagai penunjang resapan air dan menjaga kebersihan sungai dari limbah industri.

Akhirnya, cerita ini memberi pesan penting tentang kepedulian kepada lingkungan dan kesehatan. Baik bagi setiap orang anggota masyarakat, kelompok warga, pemda, hingga perusahaan yang menjalankan industri. Kesadaran akan merawat lingkungan memang harus dimulai dari diri sendiri. Kalau bukan kita, siapa lagi.

#BekasiPertengahanFebruari2021 #ManfaatkanHariLiburJelajahDaerahSekitar #LiburanAsyikDanSehatTakPerluJauh #GeliatkanEkonomiMasyarakatSebagaiKetahananEkonomiBangsa #BergerakWabahVirusNaikDiamEkonomiAmbruk

*Tulisan ini telah ditayangkan di kompasiana.com pada tanggal 17 Februari 2021

Ilustrasi Gambar: pixabay.com


0
0
Subroto ◆ Professional Writer

Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Bro. Hobinya menulis secara otodidak mengenai permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan, dan korupsi. Pernah menerbitkan buku koleksi pribadi "Artikel ringan Cakbro: Sekitar Tata Kelola Organisasi" dan "Bunga Rampai SPIP".

E-mail: [email protected] Blogger: Cakbro. Blogspot.com

Subroto ◆ Professional Writer

Subroto ◆ Professional Writer

Author

Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Lebih dikenal dengan panggilan akrab Cak Bro. Hobinya menulis secara otodidak mengenai permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan, dan korupsi. Pernah menerbitkan buku koleksi pribadi "Artikel ringan Cakbro: Sekitar Tata Kelola Organisasi" dan "Bunga Rampai SPIP". E-mail: [email protected] Blogger: Cakbro. Blogspot.com

1 Comment

  1. Avatar

    terimakasih artikelnya sangat menarik

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post