Saya hafal mobil kinclong di depan ini adalah milik tetangga satu blok. Harga barunya kisaran setengah milyar. Saya perhatikan beberapa kali nyebrang jalan di depan perumahan hanya kasih klakson saja ke Pendi sang “Pak Ogah”.
Saya membatin, “Kaya kok pelit, kasih dua ribu ke Pendi kan ga bikin miskin. Apa ngga kasian sama wong cilik yang sudah bantu nyebrangin jalan. Kasih klakson doang……..huh!”
Beberapa hari kemudian mobil saya berada di depan mobil tetangga pas mau nyebrang jalan. Batin saya, “Kesempatan nih… kasih pelajaran buat orang pelit!”.
Sengaja saya agak pelan. Kaca jendela dibuka… Uang Rp.10.000 sengaja dilebarkan… biar mobil di belakang bisa melihat. Tangan saya keluarkan panjang-panjang untuk ngasih uang ke Pendi. Gini doooong, cemban. Padahal, saya biasanya cuma kasih 2000 ke Pendi. kikikikik….
Beberapa paragraf di atas adalah bagian awal dari cerita berjudul “Prasangka”, cuplikan dari sebuah buku kumpulan cerita pendek bertajuk “Bawa Aku Terbang”, karya Eri Hariyanto. Prasangka, bersama 27 tulisan pendek lainnya, menjadi rangkaian bacaan ringan tapi mengena bagi para pembaca.
Melalui 28 judul tulisannya Eri, sang penulis, menunjukkan bagaimana ia memaknai berbagai kejadian dan hal-hal yang dianggap kecil dan sederhana sebagai sinyal hikmah dari Tuhan kepada manusia. Eri meyakini bahwa hikmah itu tidak hanya berasal dari sebuah peristiwa besar atau luar biasa saja, misalnya: krisis ekonomi, wabah penyakit, bencana alam, dll.
Hikmah sebenarnya hadir di sekitar kita seperti terbitnya mentari, kicauan burung, kehidupan sosial, ibadah kita sehari-hari semuanya mengandung hikmah. Hembusan nafas, gelombang suara yang diterima telinga, cahaya yang ditangkap mata, semuanya mengandung hikmah.
Kepekaan dan kepedulian kita menangkap sinyal-sinyal hikmah itulah yang akan mengantarkan kita kepada pemahaman yang hakiki tentang makna kehidupan.
Senada dengan konsep penulisan cerita pendek yang dijelaskan oleh Katherine Schulten, penulis cerita sangat memahami adanya keterbatasan waktu yang diluangkan orang-orang pada umumnya untuk membaca cerita. Maka Eri dalam sinopsis pengantar ceritanya ‘menjanjikan’ hanya 2-3 menit waktu yang dibutuhkan untuk membaca setiap judul.
Secara total, mungkin hanya perlu 1,5 jam untuk menamatkan seluruh cerita. Eri juga membiarkan setiap orang dengan bebas mencari hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah singkat yang dituliskannya. Mengutip apa yang dikatakan Katherine Schulten editor New York Times tentang bagaimana menulis cerita pendek:
Never try to tell the whole story of a life, but, instead, illuminate an important aspect of it through focus on one event or moment. Yet that one focus ripples out, and says so much more. (Telling Short, Memorable Stories From Your Life)
Schulten, 2019
Menariknya lagi, Eri membagikan buku berisi kisah-kisah nyata tersebut dalam bentuk softcopy dan dibagikan secara gratis. Barangkali, Eri hendak mengaplikasikan nasihat yang ia tuliskan dalam cerita-ceritanya untuk berbuat baik walaupun terlihat kecil dan sederhana.
Saya sudah membaca buku karya Eri Hariyanto tersebut. Bagi saya, Eri yang kesehariannya menjadi pengajar di salah satu unit kerja pendidikan dan pelatihan Kementerian Keuangan ini telah berhasil membuktikan bahwa ia tak hanya piawai menulis tentang hal-hal serius: APBN, keuangan negara dan ekonomi syariah.
Akan tetapi, Eri memberikan bacaan bermutu untuk menemani ngabuburit Ramadhan di kala pandemi tahun 2021 ini. Bagi yang penasaran mendapatkan buku tersebut, silakan unduh:
Seorang pekerja sektor publik yang meminati bidang sosial ekonomi, kebijakan publik, teknologi informasi, birokrasi, dan isu perubahan iklim. Alumnus program beasiswa master LPDP PK-84, yang juga sedang mempelajari tentang analitika data untuk pemerintahan. Sehari-hari mengabdi sebagai auditor internal.
0 Comments