Ahead the Curve, Sebuah Cerita Awal

by | Jul 3, 2022 | Birokrasi Akuntabel-Transparan | 0 comments

Dalam pandangan objektif saya, sebagai anggota DPR RI Komisi XI yang menjadi mitra kerja Bank Indonesia, sejak menjadi Gubernur Bank Indonesia pada 2018, ada yang sangat spesifik disampaikan sebagai key words policy, ahead the curve.

It’s magic words. Sejenis kalimat mantra yang kemudian menjadi panduan bagi setiap monetary policy di bank sentral.

Terbukti, 2 minggu setelah dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia, kebijakan LTV (loan to value) langsung diubah. Kebijakan yang mempunyai dampak langsung pada uang muka, down payment pembelian sektor perumahan dan otomotif, langsung berubah.

Di pasar properti dan otomotif ada policy baru yang menjadi game changer atas kemandegan growth mereka, sehingga begitu kebijakan loan to value diubah maka terjadi kontribusi pergerakan sektor riil dari 2 sektor tersebut pada pertumbuhan makroekonomi, yang saat itu sangat membutuhkan darah segar dalam bentuk perubahan policy.

Padahal sejak 2014 ketika kembali masuk ke DPR periode 2014-2019, saya selalu menyuarakan kepada Gubernur Bank Indonesia saat itu, Agus Martowardoyo, untuk melakukan perubahan terhadap 2 hal yaitu menurunkan BI rate dan mengubah policy soal loan to value, supaya dorongan dari sisi fiscal policy dikombinasikan dengan monetary policy menjadi twin turbo booster penggerak pertumbuhan ekonomi.

Tapi, Gubernur Bank Indonesia saat itu bergeming. Tidak ada perubahan apapun. Tekanan politik dari Komisi XI tidak dianggap sebagai sebuah seriously concern oleh Gubernur Bank Indonesia saat itu.

Dalam diskusi dengan banyak senior mantan high level officers bank sentral, saya mendapatkan banyak dukungan soal perlunya Bank Indornesia melakukan perubahan kebijakan pada loan to value dan BI rate saat itu.

Sampai saya pada kesimpulan yang sangat pribadi soal itu, sumbernya adalah politik, Gubernur Bank Indonesia 2013-2018 dipilih dari periode presiden yang berbeda dengan kepentingan politik yang berbeda. Maka, sangat mungkin juga punya agenda politik yang berbeda walaupun Bank Indonesia menurut UU Dasar adalah lembaga bank sentral yang independen. Tapi, siapa yang tahu isi dalamnya hati manusia.

Setelah terpilihnya Perry Warjiyo itu, pada 2018, setelah kebijakan loan to value dibongkar total, maka uang muka rumah dan mobil menjadi mungkin 0 persen tergantung kondisi situasi individual kinerja laporan keuangan lembaga pembiayaan yang memfasilitasi pembiayaan sektor tersebut ke konsumen.

Berlanjut secara gradual, BI rate turun. Kemudian, istilah BI rate berubah menjadi 7 days BI Repo Rate. Semacam bunga acuan The Fed Fund Rate di Amerika Serikat.

Walaupun penurunan 7 days BI repo rate tidak kemudian secara dramatis ikut menurunkan landing rate kredit perbankan, karena industri perbankan kita yang sangat suka dengan NIM (net interest margin) yang masih tinggi karena susah menekan efisiensi cost sehingga menjadi beban debitur yang ujungnya cost of fund yang mahal.

Beban permasalahan cost fund yang mahal bukan lagi di sisi pengambil kebijakan di makro prudensial tapi di sisi industri yang belum bisa membangun industri jasa keuangan yang efisien dan masih menjadikan suku bunga kredit yang tinggi sebagai sumber penerimaan pokok.

Ini menjadi salah satu penyakit utama industri jasa keuangan kita sehingga perannya sebagai salah pendorong pertumbuhan ekonomi makro bisa diukur limitasi. Kurang tendangannya.

Apalagi, setelah dunia perbankan asyik menikmati instrumen Surat Utang Negara sebagai sumber pendapatan baru yang menguntungkan dengan risiko minimum dibandingkan menyalurkan DPK (dana pihak ketiga) menjadi kredit ke sektor riil.

Di atas hanya sebuah light story, cerita ringan dari sebuah magic words, “ahead the curve“.

Bim Salabim…Abrakadabra…
Di bank sentral, yang memang jelas terbukti menjadi pengubah arah permainan. Terbukti banker bank sentral deeply understand, sehingga policy-nya tepat, mengena, dan mengurai masalah.

Salam Sehat Semuanya!

0
0
Mukhammad Misbakhun ♥ Associate Writer

Mukhammad Misbakhun ♥ Associate Writer

Author

Seorang pembelajar kehidupan, yang saat ini diberi amanah menjadi anggota DPR-RI. Sebelum menjadi anggota DPR RI, ia pernah mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post