Wajar atau Tidak Wajar?

by | May 31, 2024 | Birokrasi Efektif-Efisien, Sastra | 0 comments

white vehicle traveling desert land field during sunset

“Penawaran ini  harus gugur, nih! Harganya gak wajar!”, Ucap Dena pada Lily dan Roni. Mereka adalah tim kelompok kerja yang tengah menangani pemilihan penyedia untuk sebuah paket pekerjaan konstruksi. 

Saat itu mereka tengah melakukan rapat evaluasi pemilihan penyedia untuk pekerjaan konstruksi berupa renovasi sebuah puskesmas di Kabupaten Blambangan. Duduk mengelilingi sebidang meja besar, masing-masing anggota pokja itu menghadapi laptop yang terbuka di depan mereka.

Sebuah layar monitor LCD TV berukuran besar terpampang di sudut ruangan, menampilkan tangkapan layar laptop Dena yang tersambung dengannya. 

“Lihat, masa harga kusen aluminium ditawar dengan harga enam puluh ribu per meter. Padahal HPS PPK aja seratus tiga puluh ribu permeter!” Jelas Dena lagi. “Tidak sampai setengah dari HPS! Nekat betul..,” lanjutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Ia merasa tidak habis pikir dengan kontraktor yang berani menawar harga kusen aluminium dengan harga begitu rendahnya. 

“Iya, ya, gimana bisa dia menawar begitu rendah,” ucap Lily.

“Pantas aja harga total penawarannya di bawah delapan puluh persen.”

Ditatapnya layar laptop yang terbuka di hadapannya, sambil berkali-kali memeriksa ulang persentase total harga penawaran  CV. ABC, terhadap harga total HPS. Hasil perhitungan menggunakan aplikasi Excell itu tidak berubah, tetap menunjukkan angka 76%. 

“Eh, tunggu dulu,” sela Roni yang sedari tadi sibuk menggeser-geser mouse-nya untuk membuka file dari berbagai penyedia.

“Menyatakan sebuah penawaran tidak wajar, harus dengan alasan yang kuat dan melalui mekanisme sesuai peraturan. Bagaimana kita bisa langsung menyatakan penawaran ini tidak wajar, sebelum selesai menghitung kewajaran harganya,” katanya mengingatkan. 

“Jika dilihat dari lima penawaran di bawah delapan puluh persen ini, semuanya menawarkan harga kusen aluminium dengan harga antara enam puluh ribu sampai delapan puluh ribu lima rupiah per-meternya,” tutur Roni,

“Bahkan penawaran yang di atas delapan puluh persen pun, ada juga yang menawarkan harga kusen aluminium sekitar delapan puluh ribu rupiah per-meter. Masih jauh lebih rendah dari HPS,” jelasnya. 

“Kalo gitu, apa mungkin HPS-nya salah?” tanya Lily. 

Gak mungkin!” sanggah Dena.

”Aku udah coba klarifikasi lewat telpon ke beberapa bengkel pembuat kusen aluminium, harga pembuatan kusen aluminium per-meter memang berkisar antara seratus dua puluh ribu sampai seratus tiga puluh lima ribu rupiah per- meternya untuk spesifikasi yang sama. Jadi HPS yang seratus tiga puluh ribu itu, sudah tengah-tengah .”

“Iya, aku juga udah coba cek harga di internet memang sekitar itu,” dukung Lily.

“Yah, ada sih yang sedikit lebih murah, seratus enam belas ribu. Tapi itu kan di lokasi luar kota. Belum termasuk ongkos kirim pastinya.” 

“Tapi kalo harga pasaran memang di atas seratus ribu, gimana bisa ini sekian penyedia membuat harga sampai setengahnya ini? “Roni masih merasa ragu. “Masa mereka ngawur semua?”

“Ok kalo gitu gini aja,” kata Dena mencoba mencari solusi.

“Kita klarifikasi langsung ke lapangan.”

“Setuju! Nanti aku yang urus permohonan surat tugas dan SPPD-nya ke pak Kabag,” kata Lily.

“Aku print-out deh, surat dukungan dan data bengkel-bengkel kusen aluminium yang ada di sekitar sini, untuk pembanding, “ kata Roni. “Kita gak boleh hanya bertanya ke satu bengkel, saja. Apalagi hanya ke bengkel pendukung. Pastilah dia akan bilang kalo harganya benar. Kan mereka udah janjian dengan peserta tender.” 

“Betul. Jangan lupa kita pakai baju preman aja, jangan seragam. Kalo kliatan PNS, nanti harga yang disampaikan bisa gak jujur. Tidak sesuai harga umum ke pelanggan,” kata Dena. 

“Mobil pun jangan pakai mobil dinas, carter mobil plat hitam aja. Kita pura-pura sebagai calon customer,” dukung Lily. “Okay, diagendakan besok yaa…,” lanjutnya sambil beranjak meninggalkan ruang rapat pokja, untuk menuju ke ruang sekretarita, tempat Kepala Bagian Pengadaan Barang/ Jasa berkantor. 

***

Hari itu Selasa pagi, mereka telah berkumpul di teras gedung Bagian Pengadaan Barang/ Jasa untuk bersiap-siap berangkat untuk melakukan klarifikasi. 

“Rute pertama kita ke Kota M ya, sesuai alamat bengkel aluminium pendukung,” kata Dena kepada Lily dan Roni. Setiap anggota pokja memiliki kewenangan yang sama. Pembagian tugas dilakukan berdasarkan inisiatif masing-masing. Kali ini, Dena berinisiatif untuk mengatur rute perjalanan. 

“Siaap…!” kata Roni. “Berita Acara sudah kusiapkan nih!” Diacungkannya sebuah map yang berisi beberapa lembar dokumen. 

“Dokumen SPPD juga udah lengkap,” kata Lily. “Surat Tugas, ada. Blangko perjalanan dinas, ada.  Uang BBM dan uang perjalanan juga udah di aku,” lanjutnya sambil memeriksa berkas yang tersusun dalam map di tangannya. 

 “Siiip, komplit! Ini pak sopir dari rental  udah paham kan arahnya ?” tanya Dena. 

“Udah, kemarin udah ku WA waktu pesan mobil, katanya udah paham daerah sana,” kata Lily.

“Nanti sambil kita cari sama-sama, pake google map.”

“Eh, itu mobil rental katanya udah nunggu di parkiran. Ayo berangkat!” Ajak Roni. 

Mereka pun segera berangkat ke Kota M, yang menempuh waktu sekitar 2 jam perjalanan dari kabupaten mereka. Berbekal alamat yang diperoleh dari Surat Dukungan yang terlampir dalam penawaran peserta, mereka mencari nama kecamatan dan desa sebagaimana tertera. 

“Di sini sudah masuk wilayah desa Pucang Sari. Dusun yang mau didatangi namanya apa?” tanya Pak Sopir.

“Dusun Kawitan, pak!” jawab Roni, setelah membaca ulang draft berita acara yang dibawanya. 

“Oh, kalo Dusun Kawitan, berarti di depan kita belok ke kiri,” kata Pak Sopir. 

“Tapi daerah sebelah kiri kok seperti area permukiman padat ya?” Kata Dena. “Aku ragu, apa benar ada bengkel aluminium di sekitar sini?” 

“Iya, jangan-jangan surat dukungannya palsu,” duga Lily. “Atau suratnya benar, perusahaannya yang palsu!” Lanjutnya sambil tertawa.

Mereka pun melanjutkan pencarian, sampai akhirnya sang pengemudi berkata, “Nah, ini sudah di Dusun Kawitan.”

“Berhenti sebentar Pak! Biar saya bertanya ke warga sekitar, lokasi bengkel ini,” kata Roni. Ia pun bergegas turun dari mobil untuk bertanya kepada penduduk setempat yang terlihat di sekitar tempat itu. 

Berdasarkan tanya jawabnya dengan penduduk sekitar, diperoleh petunjuk bahwa pengusaha aluminium yang dicari, memang tinggal di dusun tersebut. Namun tidak terlihat aktivitas bengkel di tempat tinggalnya.

Mereka pun segara menuju ke alamat yang ditunjukkan. Benar saja, di rumah itu tidak terlihat aktivitas perbengkelan. Hanya ada beberapa contoh produk berupa kusen, pintu, tangga dan beberapa produk yang terbuat dari aluminum di samping rumah yang tampak seperti garasi. 

Setelah mengetuk pintu dan uluk salam, mereka pun dijumpai oleh pemilik rumah,yang merupakan seorang ibu  dengan usia sekitar  lima puluh tahunan. 

“Selamat siang Bu. Apakah ini benar dengan Ibu Hermawati, direktur CV. Alas Baja?”, tanya Dena membuka pembicaraan. Saat itu mereka telah dipersilakan duduk di ruang tamu rumah itu. 

“Oh ya benar, saya sendiri, direktur CV. Alas Baja. Mas dan mbaknya ini dari mana ya?”, Hermawati balik bertanya. 

“Kami dari BPBJ Kabupaten Blambangan. Sehubungan tender yang sedang dilaksanakan di kabupaten kami, perusahaan ibu telah memberikan dukungan pekerjaan aluminium untuk penawaran CV. ABC. Apakah itu benar?” tanya Dena. 

“Sebentar…  Memang kemarin ada beberapa perusahaan yang meminta dukungan ke saya, tapi CV. ABC itu yang mana yaa? Siapa nama direkturnya ?”, kembali Hermawati balik bertanya. 

“Sucahyo, Bu, nama direktur CV. ABC,” jawab Roni. 

“Ooh…, ya, yaa… Pak Cahyo ya. Benar, saya memang memberikan dukungan pekerjaan aluminium ke pak Cahyo,” Jawab Hermawati. “Gimana, apa penawarannya menang?”, tanyanya antusias. 

“Belum tau Bu, ini masih proses evaluasi,” kata Roni sambil membuat catatan di dokumennya. 

“Jadi Surat Dukungannya asli ya, Bu,” tegas Dena. 

“Iya, asli,” jawab Hermawati.

“Selanjutnya, apakah harga untuk kusen aluminium dengan spesifikasi ini, benar sebesar enam puluh ribu rupiah?” tanya Dena, melanjutkan wawancara. 

“Iya benar, untuk Pak Cahyo memang saya memberikan harga enam puluh ribu per meter kusen, “ jawab Hermawati. “Itu untuk bahan saja. Nanti pemasangannya dilakukan sendiri oleh Pak Cahyo,” lanjutnya. 

“Tapi, untuk harga pasaran umum apakah memang seperti itu, Bu?” tanya Lily yang sejak tadi hanya menyimak. “Untuk pasaran umum apa juga dijual dengan harga itu? ”

“Ya, sebenarnya untuk harga umum kusen aluminum per meter, paling gak, seratus sepuluh ribu rupiah ya… Tapi untuk yang sudah lama kerja sama dengan saya seperti Pak Cahyo, memang bisa saya kasih harga enam puluh ribu,” jawab Hermawati.

“Misal saya mau renovasi rumah nih, apakah bisa saya pesan kusen aluminium dengan harga itu ?” tanya Lily lagi untuk meyakinkan. 

 “Ya, kalo Mbaknya mau pesan kusen juga, bisa deh, saya samakan dengan harga Pak Cahyo…,” jawab Hermawati.  “Tapi ya tolong dibantu, ya, supaya pekerjaan yang ini juga bisa lolos,” nada suaranya terdengar membujuk.  

Lily, Roni dan Dena tersenyum sambil saling melempar pandang. Permintaan Hermawati tidak mereka tanggapi. 

“Lha bengkel aluminium Ibu di mana? Kok tidak terlihat ada aktivitas di sini?” tanya Dena melanjutkan wawancara. 

“Iya, memang bengkelnya gak di sini…, tapi di desa sebelah. Sekaligus dengan gudangnya. Disini kan area permukiman, jadi untuk pemasaran saja,“ Jelas Hermawati. “Kalau mau ditengok boleh, kok.” 

“Terima kasih, Bu. Tapi untuk kali ini tidak perlu. Kelihatannya klarifikasi sudah cukup, kami minta cap dan tanda tangan saja untuk dokumen perjalanan dinas kami ya, Bu,” kata Dena, seraya memberi kode pada Lily untuk mengeluarkan blanko perjalanan dinasnya.

“Atau teman-teman masih ada yang mau ditanyakan?” Lanjutnya. 

Kedua temannya menggeleng.  Usai blanko perjalanan dinas ditandatangani dan dicap, mereka pun segera berpamitan. 

***

“Bener kan, harganya rekayasa!” Ucap Dena dalam perjalanan pulang, setelah mereka meninggalkan Dusun Kawitan. 

“Iya, mana ada harga khusus, sampai hampir separuhnya seperti itu. Itu bukan harga pasaran,” dukung Lily. “Kita tetap harus menggunakan harga pasaran untuk dasar perhitungan kewajaran harga,” lanjutnya. “Hampir bisa dipastikan penawaran akan tidak wajar jika dihitung dengan harga pasar!”

“Kalo gitu untuk meyakinkan, kita mampir juga di toko-toko yang lain ya. Yang di dekat sini, dan di sepanjang jalan kembali ke kantor,” kata Roni. “Supaya kita benar-benar tau harga yang berlaku di pasaran.” Entah mengapa hatinya masih belum merasa yakin. 

Menggugurkan penawaran terendah, harus dengan alasan yang benar-benar kuat. Sedangkan yang namanya harga, terkadang memang relatif.” Demikian kata hati Roni. 

Sepanjang perjalanan pun, mereka memantau beberapa toko atau bengkel aluminium yang dilalui, dan berhenti untuk menanyakan harga. Dalam bertanya, mereka berpura-pura sebagai calon pelanggan yang sedang melakukan pembangunan rumah dan berencana memesan kusen aluminium.

Hal ini dilakukan untuk mendapatkan harga yang wajar sesuai yang berlaku di setiap toko itu.  Namun semua memberikan harga berkisar antara seratus sepuluh ribu sampai seratus tiga puluh ribu untuk kusen dengan spesifikasi yang sama, lengkap dengan pemasangannya.

Jika pun akan membeli bahan, tanpa pemasangan, harga hanya berkurang rata-rata sepuluh ribu rupiah per-meternya, sehingga masih berkisar di angka seratus ribu rupiah per-meter.

“Kelihatannya memang itu harga pasaran yang berlaku ya,” kata Roni, akhirnya mengakui. “Mungkin penawaran-penawaran rendah itu memang harus gugur, karena harganya tidak wajar.” 

“Bisa-bisa pekerjaan tidak selesai, deh, kalau harga terlalu rendah, tidak sesuai kenyataan di pasar,” timpal Lily. “Atau akan banyak spesifikasi  yang dikurangi untuk menutup harga produksi.”

“Tunggu sebentar, supaya lebih yakin, gimana kalo kita mampir lagi di Jalan G?” Usul Dena. “Di situ kan ada banyak tuh bengkel aluminium, kecil-kecilan. Kita tanya lagi deh, untuk memastikan.” 

Teman-temannya pun menyetujui. 

 “Harga kusen aluminium udah terpasang, seratus dua puluh ribu per meter, Mas,” Kata pemilik bengkel aluminium yang mereka temui di Jalan G. 

“Kalo bahan saja berapa, Pak ?” tanya Roni. 

“Kalo bahan saja, kami ga jual Mas. Kami pengrajin kecil, ga nyetok bahan. Kalau mau cari bahan, ke Toko Cahaya saja, itu dekat Ring Road,” kata pemilik bengkel. “Dari sini ke timur, kanan jalan, sekitar 500 meter.” 

“Baik, terimakasih Pak!” serempak Dena, Roni dan Lily menjawab. Mereka pun bergegas kembali ke mobil dan meminta supir untuk menuju Toko Cahaya. 

***

“Jadi kalo kami mau membeli bahan aluminium untuk proyek kami, dengan spesifikasi lebar 4 inci warna putih, harganya berapa, Mbak? “ tanya Roni kepada pramuniaga yang melayani mereka di Toko Cahaya.

Terlihat bahwa toko ini memang spesialis menyediakan bahan-bahan kusen aluminum. Ruangan utama toko luas dan tinggi serta terlihat lonjoran batang-batan aluminium dalam berbagai warna dan ukuran yang ditumpuk rapi memanjang pada  beberapa buah rak besar. 

“Kusen 4 inci, warna putih, harga dua ratus enam puluh ribu per-batang,” Jawab  pramuniaga cantik yang melayani mereka. 

“Per-meter?” tanya Dena meyakinkan. 

“Kami tidak menjual per-meter, tapi per-batang sepanjang enam meter,” jelas sang pramuniaga lagi  “Di sini juga tidak bisa melayani pemasangan, jadi konsumen memasang sendiri,” lanjutnya. 

“Berarti per-meter ga sampai empat puluh lima ribu, Den,” bisik Roni pada temannya. Dena mengangguk-angguk. Sementara itu Lily sibuk mencatat. 

“Saya bisa minta price list untuk spesifikasi yang lain, Mbak ?” pintanya pada pramuniaga. “Boleh saya catat, ya.”

“Silakan Mbak, ini daftar harganya, disalin saja,” kata sang pramuniaga ramah. 

“Terimakasih banyak, bantuannya, Mbak. Semoga saja proyek kami bisa segera dilaksanakan,” kata Roni, menutup pembicaraan seusai mereka mendapatkan semua data yang dibutuhkan. 

***

Yess…, harga wajaaaarrr!” sorak Roni setelah mereka melanjutkan perjalanan. “Ternyata memang harga bahan enam puluh ribu itu sudah wajar. Untung banyak malahan,” ucapnya. 

“Lalu kenapa PPK bisa menetapkan HPS harga bahannya sampai seratus tiga puluh ribu ya?” tanya Dena. “Mahal sekali. Betul sih, ditambah pajak. Tapi ya masih ketinggian.”

“Pasti mereka surveinya di pengrajin  atau bengkel…, yang ngasih harga beserta pemasangan,” kata Lily. “Lihat aja, dari sekian toko yang kita datangi, hanya Toko Cahaya yang menjual bahan. Yang lain semua paket dengan pemasangan.”

“Padalah, item biaya pemasangan sudah diperhitungkan tersendiri dalam Analisa Harga Satuan Pekerjaan,” timpal Roni. “Terjadilah double counting.”

“Konsultan perencana tidak cermat dalam melakukan survei. Trus PPK juga percaya saja dengan harga dari konsultan.” Dena mencoba menyimpulkan. 

“Tapi bagaimanapun, syukurlah kita gak buru-buru menggugurkan penawaran terendah dalam evaluasi harga,” kata Dena. “Hampir saja.” Dena meringis. “Untung kalian juga kritis,” lanjut Dena sambil menepuk pundak Roni. “Makasih yaa.”

“Gak apa-apa Den…, memang itu gunanya tim,” jawab Roni. Hatinya merasa lega, karena telah memiliki data yang cukup untuk membuat keputusan. “Kita saling melengkapi. Yang penting,  semua sepakat, tidak akan menerima gratifikasi, yaa!”

“Terus rumahmu yang katanya mau direnov gimana?”, tanya Dena. 

Gak…, gak  ada! Itu proyek fiktif!” kata Lily sambil tertawa.

Mereka pun tertawa bersama. 

Catatan: 

PPK :Pejabat Pembuat Komitmen  adalah Pejabat dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang bertugas untuk mengendalikan pelaksanaan kontrak, termasuk menyusun dokumen HPS, Spesifikasi Teknis dan Rancangan Kontrak. 
HPS:Harga Perkiraan Sendiri adalah harga yang ditetapkan PPK sebelum pelaksanaan pemilihan penyedia, sebagai dasar untuk menentukan batas  tertinggi penawaran dan kewajaran harga penawaran.  Besaran nilai HPS dapat ditentukan berdasarkan survey harga pasar, hasil perhitungan ahli (Estimate Engineer) atau berdasarkan perbandingan dengan kontrak serupa tahun sebelumnya.HPS berusia selama 28 hari dan HPS bukan merupakan dasar perhitungan kerugian negara. 
Perhitungan Kewajaran Harga Adalah perhitungan yang dilakukan dalam evaluasi harga dalam perkerjaan konstruksi untuk penawaran dengan total nilai penawaran di bawah 80% nilai total nilai HPS, dengan tatacara seuai ketentuan yang berlaku. 

2
0
Tista Yudhariani ◆ Active Writer

Tista Yudhariani ◆ Active Writer

Author

BPBJ Setda Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sekilas Pergerakan Birokrat Menulis

Galeri Buku

Event

Diskusi STIA LAN

Diskusi Makassar

Diskusi Tjikini

Kerja sama dengan Kumparan

Mengikuti Kompetisi Riset KPK

Narasumber Diskusi Publik UGM

Program Dialog

Popular Post